18 Bawa Saja Mereka ke Kamar Saya

Seorang wanita berpakaian rapi terlihat buru-buru saat memasuki sebuah Salon & Spa, di dada kirinya terdapat sebuah nametag yang bertuliskan Juliet Erizally, yang artinya namanya adalah Juliet.

Juliet menghampiri 2 wanita dewasa serta seorang anak perempuan yang sedang mengobrol dengan salah satu karyawan di Salon & Spa itu.

"Bunga! Raya!" panggilnya. Seketika itu juga Bunga, Raya dan Shirina menoleh kearahnya.

"Astaga! Akhirnya dia datang juga!" keluh Raya.

"Maaf, maaf, aku tadi harus mengantar Agatha kursus balet, dan aku lupa jika hari ini adalah jadwal kalian melakukan perawatan disini. Ini kesalahan terbesarku dalam melayani pelanggan istimewaku."

Bunga memutar kedua bola matanya mendengar alasan Juliet. Karyawan Salon & Spa milik Juliet yang tadi berbicara dengan Bunga dan Raya lantas pergi ketika Juliet datang.

"Tapi aku membawa berita gembira," sambung Juliet.

"Apa?" tanya Bunga yang terlihat antusias.

"Romeo dan Kevlar resmi bekerja sama untuk membangun sebuah hotel bintang lima, itu artinya kita akan bersahabat lebih dekat lagi," jawab Juliet.

"Dan itu artinya kau akan lebih sering ikut arisan?" tanya Raya.

"Tentu saja," jawab Juliet.

"Besok ada arisan, jangan lupa bawa barang-barang miliaran," ucap Bunga.

"Sudah tentu aku akan membawa banyak barang miliaran, jutaan bukan levelku," kata Juliet.

"Baiklah, kami pulang dulu. Sampaikan salam kami untuk Romeo dan Agatha," ucap Bunga yang masih terlihat kesal.

"Kenapa cepat sekali? Kalian mau kemana lagi?" tanya Juliet.

"Kami sudah lama disini, sekarang waktunya bagi kami untuk meni pedi," jawab Bunga dengan singkatnya. Mereka kemudian pergi begitu saja.

"Ini adalah kesalahan terbesar yang kubuat, tapi apa perlu mereka bersikap sampai sebegitunya?" gerutu Juliet.

Malam hari di kost Dina, anak-anak Jhana sudah tertidur pulas, sedangkan Isa dan Dina masih asyik mengobrol.

"Jadi, pada akhirnya kita tidak melaporkan menghilangnya kak Jhana pada polisi?" ujar Dina.

"Yah ..., siapa yang menyangka inilah keputusan akhir kita," kata Isa.

"Dia masih disekitar sini, tidak perlu mencarinya, dia pasti akan kembali dengan sendirinya dan memberikan alasannya pada kita."

Isa mengangguk.

"Sekarang apa sebaiknya kita memikirkan tentang pernikahan kita?" tanya Isa.

"Hmm, baiklah. Angka apa yang menjadi favoritmu?" tanya Dina balik.

"Entahlah, sepertinya dua," jawab Isa.

"Dan aku tiga. Ini bulan dua, jadi kita akan menikah pada tanggal dua Maret."

"Kenapa begitu?" tanya Isa.

"Kita sebaiknya segera menikah karena aku sudah tidak sabar untuk bisa menjadi istrimu. Aku ingin kita menikah dengan tanggal berdasarkan angka kesukaan kita. Angka kesukaanmu adalah angka dua, dan aku angka tiga, ini sudah tanggal empat di bulan dua, jadi tidak mungkin kita menikah pada tanggal tiga pada bulan dua. Jadi aku mau kita menikah di tanggal dua, angka kesukaanmu, dan bulan tiga, angka kesukaanku," jelas Dina.

"Mempersiapkan segalanya tentang pernikahan hanya dalam waktu satu bulan? Itu ide yang bagus, aku sangat suka dengan idemu itu," ujar Isa seraya tersenyum.

"Tapi sebaiknya kau segera berhenti bekerja, karena mempersiapkan sebuah pernikahan hanya dalam waktu satu bulan bukanlah pekerjaan yang mudah," lanjut Isa.

"Baiklah, aku akan membicarakannya dengan orangtuaku."

"Sebaiknya sebelum hari Jum'at depan, kita harus sudah mendaftarkan tanggal pernikahan kita. Kau tahu? Pernikahan itu seharusnya dipersiapkan beberapa bulan bahkan beberapa tahun sebelum hari pernikahannya berlangsung," ucap Isa.

"Maka mempersiapkan pernikahan dalam waktu satu bulan adalah tantangan hidup terbesar bagi kita."

Isa tersenyum.

Pagi hari akhirnya tiba, pemuda yang kemarin mendapatkan uang tip dari bosnya bersiap untuk berangkat bekerja.

"Bibi, aku berangkat kerja dulu, ya!" pamitnya.

"Hati-hati dijalan," ucap sang bibi sambil tersenyum.

Sementara itu, Yazid sudah berangkat bekerja, Jhana dan Arini masih dalam kegiatan mereka yakni membersihkan masjid, mulai dari menyapu, mengepel dan membersihkan jendela.

Isa menjemput Mona dan Zhani untuk diantar ke mansion Dhananjaya setelah ia mengantar Fina dan Dina.

Sesuai yang dikatakan oleh Wanda kemarin, hari ini ada pekerja baru yang menggantikan posisi Jhana. Pekerja baru itu adalah seorang gadis sederhana yang terlihat masih berusia 20-an, tak jauh dari Dina.

Meskipun statusnya adalah pekerja baru yang baru mulai bekerja beberapa jam, namun gadis itu tampak sudah akrab dengan para seniornya di rumah makan Populer, tak terkecuali Dina dan Wanda.

Hari ini ada yang aneh pada Arvin, ia tidak pergi kemanapun. Pemuda itu terlihat sedang asyik menonton film di ruang tamu dengan beberapa makanan ringan.

Dengan kaus oblong dan celana pendek di atas lutut, Arvin terlihat seperti 'pria normal'. Ia tak tampak seperti orang yang tidak beres yang selalu meminum minuman beralkohol setiap hari dan menjadikan judi sebagai kegiatan wajibnya.

Hal ini pun turut membuat Ny. Zemira bingung hingga memutuskan untuk menghampiri putranya itu.

"Arvin, kenapa kau ada disini?" tanya Ny. Zemira.

"Tidak apa-apa kan jika aku menonton film dan mengemil seperti ini?" tanya Arvin balik.

"Tentu saja tidak, tapi ini bukanlah kebiasaanmu. Ada apa?"

"Aku hanya mencoba untuk menjadi manusia yang lebih baik."

"Apa maksudmu?"

"Aku sudah keluar dari dunia yang tidak beres itu."

"Hah? Apa benar seperti itu? Tapi kenapa?"

"Alasannya tidak jadi masalah kan? Yang terpenting mulai sekarang aku akan berusaha untuk selalu melakukan hal positif saja."

"Tapi, berada di rumah seharian juga akan membosankan, jadi mungkin nanti Aku akan pergi," sambungnya.

"Baik anak atau pun ayahnya, sama-sama tidak bisa kumengerti," gumam Ny. Zemira.

Di sisi lain, Bunga dan Raya sudah siap untuk mengikuti arisan bersama Juliet dan beberapa teman mereka. Ketika Raya hendak membuka pintu depan, mereka malah mendapatkan Mona, Zhani dan Isa yang berdiri di depan pintu dengan Isa yang baru saja akan memencet bel.

"Kalian mau pergi?" tanya Isa.

"Apa yang kau lakukan, Isa?! Kenapa anak-anak ini ada disini?!" tanya Bunga balik.

"Kemarin juga mereka ada disini, tapi sebelum kalian pulang aku sudah mengantar mereka pulang."

"Astaga! Apa yang mereka lakukan disini kemarin?!"

"Aku mengajak mereka bermain di kamar Shirina."

"Tunggu, apa?!" tanya Raya.

"Tapi mereka tidak mau dan akhirnya aku membawa mereka ke kamarku," lanjut Isa.

"Maksudku, untuk apa mereka ada disini?!" tanya Bunga.

"Tidak ada yang mengawasi mereka jika mereka tinggal di kost Dina hanya berdua, hal-hal yang tidak di inginkan bisa saja terjadi meskipun mereka sudah mengerti bahaya," jawab Isa.

"Dimana ibu mereka?!"

"Ibu mereka pergi."

Bunga mengernyitkan dahinya. "Pergi?"

"Intinya seperti itu. Kalian mau kemana?"

"Singkirkan anak-anak ini!" seru Raya.

"Memangnya apa salah mereka?" tanya Isa.

"Rakyat jelata tidak pantas memasuki rumah ini!"

"Ada apa ini? Kenapa kalian ribut?" tanya Ny. Zemira yang datang karena kebisingan yang diciptakan oleh Raya dan Bunga.

"Ibu! Lihat anak-anak rakyat jelata ini! Mereka berniat masuk kesini," ucap Bunga.

"Kakak, mereka tidak berniat masuk, aku lah yang mengajak mereka," ujar Isa.

Namun Ny. Zemira hanya diam dan tidak mengeluarkan pendapatnya.

Tantri yang masih bersedih dengan keluarnya Ayang dari pekerjaannya, berjalan keluar dari kamarnya yang berada di samping kiri mansion itu. Ia berjalan santai menuju mansion tersebut, dan secara tidak sengaja Tantri mendengar kebisingan yang terjadi di pintu depan mansion.

Tantri pun lantas segera berlari menghampiri mereka.

Ketika melihat Mona dan Zhani, Tantri langsung paham akan apa yang terjadi. Ia pun berusaha menjadi penengah.

"Tuan Isa, lebih baik mereka dibawa ke kamar saya saja," usul Tantri.

"Tapi, apa yang akan mereka lakukan dikamarmu?" tanya Isa.

"Dikamar saya ada televisi, mereka bisa menonton disana. Lagi pula saya sudah tahu kalau mereka akan berada di mansion ini setiap hari beserta alasannya. Saya sudah berkenalan dengan mereka kemarin, jadi lebih baik saya bawa saja mereka ke kamar saya."

"Tapi ..."

"Itu ide yang bagus, akan lebih menyenangkan bila berada di kamar kak Tantri, aku suka kamar kak Tantri," kata Mona.

"Itu lebih baik. Yasudah sana, hus, hus," usir Bunga. Tantri melirik Bunga ketika istri Kevlar itu mengusir Mona dan Zhani dengan cara seperti mengusir hewan.

Jhana berjalan keluar dari masjid, sedangkan Arini tampak memperhatikannya dari belakang.

"Hati-hati dijalan!" seru Arini, Jhana hanya tersenyum.

Hari ini ia memiliki tujuan lagi, namun tujuannya kali ini berbeda dari tujuannya kemarin.

'Rasanya sudah lama sekali aku tidak melihat mereka,' batin Jhana.

Wanda berjalan sambil berlanggak-lenggok menghampiri Dina yang tampak sedang membaca buku dengan serius.

"Lihat, Salma jauh lebih baik dari pada Jhana," celoteh Wanda.

Dina pun meliriknya. "Ya, dia bagus," ucap Dina.

"Tapi kampungan," kata Wanda.

"Setidaknya dia memiliki kesopanan dan kecantikan di atas rata-rata," balas Dina.

"Ya, berbeda sekali dengan Jhana yang buruk rupa dan tidak memiliki etika yang baik," ujar Wanda yang tidak sadar kalau perkataan Dina tadi sebenarnya ditujukan untuknya.

"Kupikir kak Salma dan kak Jhana tidak bisa dibandingkan." Dina mulai serius berbicara dengan Wanda.

"Tentu saja tidak, meskipun kampungan, tapi Salma jauh lebih baik dari pada Jhana," dengus Wanda yang lantas pergi menghampiri Andra.

"Ya ampun, dia memuji seseorang, tapi disaat yang bersamaan dia juga menghina orang itu," gumam Dina seraya menggeleng-gelengkan kepalanya, sementara Salma si gadis pekerja baru yang menggantikan Jhana tidak sadar jika dirinya sedang dibicarakan, sebab ia sedang pada tugasnya untuk melayani pelanggan.

Jhana melangkah dengan sangat berhati-hati saat dirinya sudah berada di lingkungan kost Dina. Ia memperhatikan kost itu dari kejauhan dan merasa ada yang aneh.

'Kenapa kostnya terlihat sangat sepi?' batinnya.

'Apa Dina menitipkan mereka ke mansion? Tidak mungkin, seluruh anggota keluarga Dhananjaya kecuali ayah dan Isa kemunginan besar tidak akan menerima anak-anakku.'

'Tapi ini sudah kuduga dari awal, bahwa Dina pasti akan menitipkan anak-anakku disana.'

'Jika dipikir ulang, melihat sifat mereka, tidak mungkin mereka akan menerima anak-anakku. Jadi kemana Dina membawa anak-anakku? Apa dia membawa mereka ikut bekerja dengannya?'

'Tapi hal itu pasti akan merepotkan Dina.'

'Namun apa Dina memutuskan untuk mengasuh anak-anakku?'

'Lebih baik sekarang aku pergi saja ke mansion untuk memastikannya, jika aku tidak menemukan anak-anakku disana, maka aku akan pergi ke rumah makan Populer.'

Dikamar Tantri, Zhani sedang asyik menonton sebuah kartun asal Malaysia, ia duduk di ranjang milik Tantri karena di dalam kamar itu tidak ada sebuah kursi. Sementara itu, tangan Mona yang biasanya gesit membersihkan rumahnya, kini tak tinggal diam.

Seperti sudah sebuah keharusan bagi Mona untuk merapikan, membersihkan dan membereskan ruangan yang dilihatnya belum nyaman karena masih agak kotor. Tangannya terasa gatal apa bila ia tidak melakukan tugas sehari-harinya. Kali ini ia sedang memberishkan jendela kamar Tantri dengan kemoceng.

Usai membersihkan jendela kamar Tantri, Mona pun mengelap meja dan tv yang ada di kamar itu. Ketika dirinya sedang mengelap tv, Tantri masuk membawakan camilan untuknya dan adiknya itu.

"Eh? Kau sedang apa?" tanya Tantri.

"Hanya sedikit bersih-bersih," jawab Mona.

"Astaga ... tidak perlu melakukan hal seperti itu, biar kakak saja yang membersihkan kamar kakak sendiri."

"Tugas kak Mona memang bersih-bersih, dan dia melakukannya setiap hari," ucap Zhani.

Tantri tersenyum melihat sifat rajin yang dimiliki oleh Mona.

"Ayo, ini dimakan," suruh Tantri.

"Pudding rasa jeruk?!" ujar Zhani yang terlihat antusias.

"Hahaha, iya, makanlah."

"Kak Tantri, kapan Arka pulang sekolah?" tanya Zhani.

"Masih agak lama, memangnya kenapa?" jawab Tantri.

"Aku suka bermain dengannya, dia juga suka bermain denganku."

"Ooooh begitu. Kalian biasanya main apa?"

"Kami bermain dengan kelinci, kucing, anjing, menaiki kuda bersama paman Ismail dan banyak lagi. Dia mau mengajariku berhitung dan mengenalkan huruf, dia baik sekali."

"Dia memang baik, dia sering membantu kakak bekerja."

"Apa kakak yang membuat pudding ini?" tanya Mona yang masih memakan pudding tersebut.

"Iya, kak Indira tadi pagi ke pasar, jadi kakak menitip bubuknya," jawab Tantri.

"Rasanya sama dengan pudding buatan ibu kami."

"Terima kasih," sambung Mona sambil tersenyum.

'Kasihan mereka, masih kecil tapi sudah harus menjalani hidup yang sulit. Kemana sebenarnya ibu mereka pergi?' batin Tantri.

"Kakak tidak makan?" tanya Zhani.

"Oh iya," ucap Tantri.

"Nanti habis loh!"

Tantri terkekeh melihat tingkah Zhani yang masih sangat polos.

"Siapa yang akan menjemput Fina nanti?" tanya Tantri sambil mengunyah pudding buatannya.

"Kata kak Dina, paman Isa akan menjemput Fina, biasanya juga begitu, tapi tidak tahu nanti," jawab Mona.

Tantri terkekeh kecil.

"Apa ada yang lucu?" tanya Mona.

"Tidak," jawab Tantri.

'Jadi Tuan Isa sekarang selalu mengantar tiga anak pergi kesekolah mereka? Hahaha, aku tidak pernah menyangka kalau akhirnya dia jadi seperti ayah yang harus mengantar ketiga anaknya bersekolah,' batin Tantri.

avataravatar
Next chapter