27 Apa yang Terjadi?

Seluruh orang yang berada di mansion mendengar teriakan Mona barusan, bahkan Zhani yang sedang bersembunyi dibawah meja yang ada di ruang tamu pun mendengarnya.

"Kak Mona!" gumamnya. Bocah itu lantas langsung berlari ke halaman belakang.

Arka baru saja akan menjawab setiap pertanyaan Ny. Zemira, namun teriakan Mona membuat semua yang berada di dalam kamar itu menjadi panik dan tidak fokus lagi pada Arka.

"Teriakan siapa itu?" tanya Bunga.

"Mona!" seru Isa yang langsung bergegas menghampiri sumber suara teriakan itu. Arka, Ny. Zemira dan Bunga juga ikut menghampiri sumber suara itu.

Sementara itu, Jhana yang sedang meminum air putih, langsung tersedak ketika mendengar teriakan putrinya. Wanita itu langsung meninggalkan dapur untuk menghampiri putrinya, namun gelas yang tak sengaja ia senggol membuatnya sadar bahwa ini bukan saatnya untuk anak-anaknya melihatnya, karena identitasnya bisa saja terbongkar. Jhana pun berhenti melangkah di depan pintu dapur.

"Astaga, kak Karin," ujar Tantri seraya melihat pecahan dari gelas yang disenggol oleh Jhana tadi.

"Karin, ada apa denganmu?" tanya Kania. Jhana pun berbalik badan dan mengutip pecahan gelas itu.

"A-aku hanya terkejut mendengar teriakan itu," jawab Jhana.

"Jangan kutip pecahan gelas itu dengan tangan kosong! Tanganmu bisa berdarah nanti."

Jhana pun berhenti mengutip pecahan gelas itu.

"Tunggu sebentar," sambung Kania, ia lalu pergi dari dapur itu.

'Mona!' batin Jhana, hanya Mona yang ada dipikirannya saat ini, tatapannya pun kosong dan ia masih terlihat panik dengan keringat yang terus keluar.

Indira dan Tantri lantas saling melirik ketika melihat Jhana yang tiba-tiba menjadi 'blank'.

"Sini, biar aku saja yang sapu," ucap Kania yang datang membawa serokan dan sapu.

"Kakak! Kesini! Sini!" teriak Zhani pada Mona, ia berjongkok di pinggir kolam renang sambil mengulurkan tangannya.

"Aku! Uhuk! Uhuk! Tidak bisa!" ujar Mona yabg terus berusaha untuk tidak tenggelam.

Isa membuka pintu belakang dan melihat Mona yang berusaha bertahan hidup, dan Zhani yang tidak bisa berbuat apa-apa. Raya yang tadinya pura-pura sedang berada di taman belakang mansion, langsung berlari menuju kolam renang karena melihat Isa yang berada disana.

Melihat Mona yang sudah lemas dan sudah tenggelam ke dasar kolam renang itu, Isa pun langsung menceburkan diri untuk menyelamatkan gadis kecil itu. Sementara Bunga, Raya, Zhani, Arka dan Ny. Zemira hanya bisa melihat hal itu.

Ketika sudag menyentuh lantai kolam, Mona masih bisa melihat Isa yang berusaha meraih tangannya. 'Ibu ..., dimana ibu sekarang? Disini Mona sedang berada di ambang kematian. Mona rasa ..., inilah saat bagi Mona untuk bertemu dengan ayah. Yah ..., itu pun kalau ayah sudah benar-benar meninggal,' batin Mona.

Jhana mengintip ke halaman belakang dari pintu yang menjadi penghalang sebelum seseorang bisa memasuki halaman belakang.

"Kak," panggil Tantri.

"Hm? Sudah selesai kencingnya?" tanya Jhana.

"Sudah, ayo kita kesana juga," jawab Tantri.

"Tidak, aku disini saja."

"Kenapa?"

"Tidak apa-apa, aku disini saja."

"Baiklah, aku kesana, ya?"

Jhana mengangguk. Tantri kemudian berjalan menuju kolam renang, dimana disana seluruh orang yang berada di mansion Dhananjaya berkumpul. Mulai dari Ny. Zemira, Bunga, Isa, Raya, Arka, Kania, Zhani, Indira, Ismail, Jaya hingga Mona. Di pinggir kolam, Isa masih sibuk menekan-nekan dada Mona.

"Ayo! Sadarlah!" kata Isa.

'Apa aku salah karena tidak menolong anakku sendiri? Apa aku sangat jahat karena bahkan tidak menghampirinya ketika dia sedang berusaha untuk terus hidup? Tapi terlalu banyak resiko jika aku menolongnya, identitasku bisa saja terbongkar karena make upku luntur terkena air, dan Zhani bisa mengenaliku karena dia sudah pernah melihatku menggunakan make up penuh. Tapi apa aku terlalu egois? Hanya karena aku takut identitasku terbongkar, aku sampai tega membiarkan anakku yang sedang menghindari kematian. Kapan aku mulai menjadi egois seperti ini?' batin Jhana.

'Mona ..., maafkan ibu, sayang.'

Setelah cukup lama menekan-nekan dada Mona, akhirnya usaha Isa membuahkan hasil, Mona tersadar dan langsung memuntahkan air kolam yang diminumnya. Gadis kecil itu lantas terbatuk-batuk usak memuntahkan air tersebut.

"Dimana aku?" tanya Mona yang tampaknya belum sadar jika ia lolos dari maut.

"Syukurlah, kau tidak apa-apa, kan?" tanya Isa tanpa menjawab pertanyaan keponakannya itu.

"Aku merasa ..., perutku gembung," jawab Mona.

"Apa aku sudah mati?" sambungnya.

"Kau masih disini bersama kami, orang-orang yang hidup."

"Dimana ibuku?"

Usai berbicara mengenai pengunduran dirinya bersama pak Toni, Dina diperbolehkan untuk berhenti bekerja. Gadis itu pun merasa senang dan berterima kasih pada pria paruh baya itu.

Setelah pembicaraannya dengan Dina, pak Toni pun pergi dari rumah makannya itu.

"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Yahya pada Dina ketika gadis itu kembali duduk di kursi kasirnya setelah ia berbincang dengan pak Toni di kursi pelanggan tadi.

"Aku mengundurkan diri," jawab Dina.

"Ha'?! Kau mengundurkan diri? Kenapa kau mengukuti langkah Jhana untuk mengundurkan diri?"

"Sebenarnya, aku dan Isa memutuskan untuk menikah sekitar tiga minggu dari sekarang, aku akan menjadi sangat sibuk, bahkan mulai dari besok. Dan setelah menikah, aku akan meneruskan kuliahku saja tanpa bekerja, biarkan Isa yang membiayai segala kebutuhanku. Kak Jhana tidak ada hubungannya dengan pengunduran diriku."

"Tapi, kau belum genap tiga minggu bekerja disini, bagaimana pak Toni bisa mengizinkanmu?"

"Dia mencoba memahami situasi yang kualami, jadi dia mengizinkanku untuk mengundurkan diri?"

"Jadi mulai besok kau tidak akan berada di rumah makan ini lagi?" timpal Wanda.

"Aku hanya tidak akan bekerja disini lagi, tapi mungkin aku akan sering mampir kesini sebagai pelanggan."

"Baguslah," pungkas Wanda.

"Jadi ..., kita hanya akan mejadi rekan kerja selama dua hari?" ucap Salma.

"Jangan khawatir, kita pasti masih akan sering bertemu," ujar Dina.

"Siapa juga yang berharap bisa terus bertemu dengan kau," celoteh Wanda.

"Tapi, bagaimana?" tanya Salma pada Dina, tanpa menghiraukan celotehan Wanda.

"Kakak kan punya benih asmara dengan kak Arvin, jadi aku akan mempersatukan kalian, dengan begitu kita akan jadi sangat sering bertemu," jawab Dina.

"Eh?! Jangan!"

"Kenapa?"

"Maksudku, jangan membicarakan Arvin lagi."

"Kenapa memangnya? Apa karena wajah kakak yang selalu memerah ketika kita membicarakannya?"

"T-tidak!"

Wanda menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Salma yang menjadi malu-malu kucing ketika Dina terus menyebut nama Arvin. Ia lalu minun.

"Tentu saja iya. Katakan saja kalau dia itu pria idaman kakak."

"Aaahh! Jangan membicarakannya lagi!!" Salma lantas menutup kedua telinganya dengan kedua jari telunjuknya, dan berlari menuju kursi pelanggan.

Namun ketika berlari, Salma tak sengaja menabrak Arvin yang baru saja datang. Salma kehilangan keseimbangan tubuhnya karena ia menggunakan tangannya untuk menutup telinganya, jadi ia oleng dan hampir saja terjatuh. Ya, hampir. Jika saja Arvin tidak segera menopangnya, ia pasti sudah menerima beberapa luka memar di tubuhnya.

Arvin yang baru saja melewati pintu masuk itu menopang tubuh Salma yang hampir terjatuh. Jadi posisi mereka sekarang seperti pasangan yang sedang melakukan dansa dan pada bagian tertentu sang pria menopang tubuh sang wanita yang setengah terlengtang.

Dan disinilah benih asmara yang dikatakan oleh Dina tadi mulai agak tumbuh.

Wanda seketika tersedak melihat Arvin dan Salma yang saling bertatap mata, dengan posisi Arvin yang menopang tubuh Salma. Apa lagi mereka berdua berada di dalam posisi itu dalam waktu yang cukup lama. Sedangkan Dina dan Yahya hanya terkekeh kecil melihat kejadian itu.

'Entah kenapa aku bisa mengaguminya ..., apa yang sebenarnya terjadi?' batin Arvin.

'Perasaan ini ..., yang kemarin lagi. Apa benar ini adalah rasa suka?' batin Salma.

Di sofa ruang tamu, Mona yang telah mengganti pakaiannya, masih terlihat sangat shock, sementara Zhani masih terus memeluknya.

Di dapur, Isa bersama seluruh pekerja di mansion sedang membicarakan Mona.

"Siapa yang berada di halaman belakang ketika dia tenggelam?" tanya Isa yang juga sudah mengganti pakaiannya.

"Saya, Karin, Indira dan Tantri berada di dapur, bahkan sebelum kami mendengar teriakan anak itu," jawab Kania.

"Saya sedang memotong rumput di halaman depan," jawab Jaya.

"Saya sedang membersihkan kandang kucing," jawab Ismail.

'Memang aku tidak melihat salah satu pekerja disini sedang berada di halaman belakang. Hanya ada dua orang yang kulihat berada di halaman belakang saat itu, Zhani dan kak Raya,' batin Isa.

"Baiklah, terima kasih atas jawaban kaliam," ucap Isa.

Pemuda itu kemudian berjalan menuju ruang tamu, berjalan menghampiri Mona dan Zhani.

"Zhani? Bisa kau ikut paman sebentar?" ujar Isa pada Zhani.

"Mau kemana?" tanya Zhani.

"Ke atas, sebentar saja, yuk."

Zhani lantas menerima ajakan Isa dan mengikuti langkahnya ke lantai 2.

Dikamar Arka, Bunga, Raya, Ny. Zemira dan Arka hanya diam. Mereka semua lupa dengan pingsannya Arka. Raya di untungkan dalam keadaan ini, sebab kedoknya masih hanya diketahui oleh Jhana hingga saat ini. Tak lama kemudian, Isa dan Zhani datang.

"Biarkan aku membuat kita semua berbicara tentang Mona," ujar Isa.

"Oh astaga. Aku baru ingat, untuk apa kita membicarakan anak itu? Bicarakan saja tentang Arka, apa penyebabnya pingsan?" ucap Bunga.

"Sudahlah, bibi. Aku baik-baik saja," kata Arka.

"Apa kau sakit? Apa yang ibumu lakukan padamu?"

"Tidak, aku tidak sakit. Ibu tidak melakukan apa-apa padaku."

Ny. Zemira mengernyitkan dahinya. "Raya, kenapa kau bilang dia sedang sakit?" tanya Ny. Zemira.

Mendengar pertanyaan ibu mertuanya, Raya lantas langsung menatap putranya.

"Kemarin suhu tubuhnya agak panas, bu, jadi aku melarangnya keluar dan menguncinya disini. Dia tidak selera makan dan hanya ingin tidur, jadi Raya membiarkannya. Aku sudah memaksanya untuk makan, namun dia menolak dan mengatakan kalau dia sudah makan, aku juga terkejut karena dia mengatakan kalau dia belum makan sejak kemarin pagi," jawab Raya.

"Arka, apa itu benar?" tanya Ny. Zemira.

'Aku bisa saja mengatakan hal yang sebenarnya. Tapi, ibu pasti akan marah dan hal yang kemarin terjadi padaku pasti akan terjadi lagi. Aku tidak ingin dikurung lagi,' batin Arka.

"Iya, nek. Apa yang dikatakan ibu itu benar," jawab Arka.

"Ok, bisakah sekarang kita membahas soal Mona?" ujar Isa.

"Bisakah kau menunjukkan sedikit saja rasa khawatir pada keponakanmu sendiri dan bukan pada orang lain?!" tanya Bunga.

"Apa lagi yang harus di khawatirkan pada Arka? Sudah jelas, bukan? Dia bilang dia tidak apa-apa," ucap Isa.

"Jika kakak tidak mau bergabung, yasudah pergi saja. Kakak tidak dibutuhkan disini, jadi pergi dan berhentilah mengoceh," sambung Isa.

"Kau ..." Bunga tampak geram.

"Kak Raya, apa penyebab Mona tenggelam kedalam kolam?" tanya Isa pada Raya.

"Kenapa kau bertanya padaku? Apa urusannya denganku? Kenapa pagi ini aku selalu disudutkan?" kata Raya.

"Oh, ayolah, kakak. Ketika Mona tenggelam, hanya ada kakak dan Zhani disekitar situ."

"Yasudah tanya saja pada anak ini, atau tanya saja pada si Mona itu langsung."

"Bibi datang sebelum aku," sela Zhani.

Sontak semua orang yang ada dikamar itu terkejut dengan pernyataan Zhani.

"Aku melihat bibi berlari ke taman belakang dari arah kolam, tapi ketika aku sampai di kolam, bibi berhenti berlari," lanjut Zhani.

Isa lantas melirik Raya.

"Pandai sekali anak kecil ini membuat cerita, kurasa ketika dia dewasa nanti dia bisa menjadi seorang penulis," sindir Raya.

"Pernyataan anak kecil tidak pernah salah, kak," ujar Isa.

"Ya Tuhan! Apa yang harus kukatakan agar pemuda ini tidak menyudutkanku dan tidak percaya pada bocah ini."

"Aku hanya ingin tahu apa penyebab Mona tenggelam, itu saja. Jika kakak ada disitu, kakak pasti tahu sesuatu."

"Isa! Aku ada di halaman belakang ketika anak itu tenggelam, aku tidak melihat bagaimana dia bisa tercebur, yang kutahu ketika aku melihat kearah kolam setelah teriakannya, dia sudah tenggelam. Dan kurasa dia memiliki gangguan jiwa sehingga dia berusaha untuk bunuh diri," pungkas Raya, ia lantas pergi dari kamar putranya itu.

Terdengar suara bel yang menggema di dalam mansion, itu artinya seseorang menunggu pintu dibuka untuknya. Jhana pun segera membuka pintu depan, dan ia mendapati Kevlar yang berdiri di depan pintu. Kevlar segera masuk setelah Jhana membukakannya pintu, dan ia melihat Raya yang masuk kedalam kamarnya sendiri, wanita itu terlihat kesal.

"Apa yang terjadi?" tanya Kevlar pada Jhana.

"Mona tenggelam, Tuan, mereka mempeributkan soal itu," jawab Jhana. Kevlar mengernyitkan dahinya, pria itu lantas kembali melihat ke atas dan melihat Bunga, Ny. Zemira, Isa, Zhani dan Arka yang keluar dari kamar Arka.

Salma duduk disamping Dina saat ini, ia menundukkan kepalanya ke meja kasir karena tak mau melihat Arvin. Arvin sendiri sedang menunggu kopi dari Wanda, dan Wanda akhirnya datang membawa segelas kopi itu tanpa mengatakan apa pun dan langsung pergi begitu saja.

Lain pula dengan Dina.

Gadis itu tengah gelisah karena Isa yang tak kunjung kembali ke rumah makan tersebut. Ia berusaha untuk menghubungi tunangannya itu, namun tidak mendapatkan jawaban.

'Kemana dia?' batin Dina.

avataravatar
Next chapter