74 Apa Ini?

Mona membuka dan membanting pintu kamar ibunya secara tidak sengaja, hal itu tentu membuat Ny. Zemira terkejut dan langsung bangkit dari posisinya.

'Apa aku terlambat?' batin Mona.

Di sisi lain, Jhana baru keluar dari kamar mandi yang terdapat di lorong kamar Ny. Zemira & Tn. Farzin, ia membawa pakaian-pakaian kotor yang ada di kamar mandi tersebut dan siap mencucinya.

Jhana pun berjalan keluar dari lorong tersebut menuju tangga. Dari arah jam 3, Dina sedang menelpon seseorang dan tampaknya mencari seseorang di mansion itu, ia berlari dan secara tidak sengaja menabrak Jhana dengan keras sehingga membuat keranjang yang dipegang oleh Jhana terjatuh dan membuat seluruh pakaian yang ada di dalamnya berhamburan.

"Oh, astaga, maaf, maaf," ucap Dina. Jhana langsung tahu siapa orang yang telah menabraknya ketika ia mendengar suara orang tersebut.

'Ini buruk,' pikir Jhana, ia terus menundukkan kepalanya dan langsung jongkok mengutip pakaian-pakaian yang berserakan. Dina yang tanggap pun membantu Jhana sembari terus berbicara dengan lawan bicaranya di ponselnya.

"Ti-tidak apa, Nona, saya bisa membereskannya," ucap Jhana yang sangat berhati-hati ketika berbicara, ia takut jika Dina akan mengenali suaranya, sebab mereka baru beberapa hari tidak mengobrol.

"Aku minta maaf, aku akan kembali setelah aku memberikan ponselku pada bibi Zemira, kau tunggu disini, aku akan membantumu membereskan ini setelah ponsel ini berada di tangan bibi Zemira, ya?" ujar Dina.

"Tidak usah, Nona, saya akan membereskannya sendiri."

"Halah, aku sebentar saja."

"Aku berbicara pada orang lain disini, sebentar," sambung Dina yang menujukan ucapannya itu kepada sang lawan bicara di ponsel. "Iya, iya," lanjutnya lagi, ia lantas pergi mencari Ny. Zemira, meninggalkan Jhana.

Jhana kemudian menegakkan kepalanya dan merapikan pakaian-pakaian yang berserekan dengan kecepatan ekstra.

'Menunduk terus membuat tengkukku terasa pegal, aku harus membereskan semua ini dengan cepat sebelum Dina kembali lagi kesini. Jika aku belum selesai ketika dia kembali kesini, tamat riwayatku,' batin Jhana. Segera setelah seluruh pakaian yang berhamburan kembali ke keranjang yang dipegangnya, Jhana berlari menuju lantai 3 dengan kecepatan penuh.

Sementara itu, di kamar Jhana, Ny. Zemira langsung bangkit dari posisinya dan berdiri menghadap Mona.

"Mona?" kata Ny. Zemira, ia terlihat bingung sekarang.

"Nyonya Zemira?" balas Mona.

"Apa yang Nyonya lakukan disini?" tanya Mona, seorang cucu sedang menyudutkan neneknya sekarang.

"Aku?" ucap Ny. Zemira, dirinya masih berpikir untuk menemukan jawaban yang tepat.

"Ya, siapa lagi?"

"Engh, bagaimana denganmu? Apa yang ingin kau lakukan di kamar Karin?" tanya Ny. Zemira balik.

"Aku sedang bermain petak umpet bersama yang lainnya, dan kupikir kamar kak Karin adalah tempat persembunyian yang bagus," jawab Mona dengan sangat lancar.

"Kenapa Nyonya melihat ke kolong tadi?" Mona semakin mendesak Ny. Zemira.

"Itu ... Aku merasa meninggalkan sesuatu disini sebelum Karin menempatinya, jadi kupikir, barang itu masih ada disini, mungkin saja dikolong, kan?" papar Ny. Zemira yang akhirnya berhasil menemukan jawaban yang tepat.

'Apa dia jujur?' batin Mona.

Melihat Mona yang terdiam, Ny. Zemira pun segera bertindak untuk menghindari pertanyaan lain dari mulut gadis kecil itu.

"Kau sedang bermain petak umpet, kan? Sini, masuklah, kau bisa ketahuan nanti. Aku keluar dulu," ujar Ny. Zemira seraya menarik tangan Mona, ia lalu keluar dari kamar itu dan menutup pintunya.

"Jika dia jujur tentang alasannya datang ke kamar ini, lalu kenapa dia terlihat ketakutan?" gumam Mona.

"Huh." Ny. Zemira membuang nafas lega usai dirinya berhasil melewati fase dimana jantungnya berdegup berkali-kali lebih kencang dari biasanya. Ia berjalan menuju pintu depan.

Dina yang baru keluar dari dalam, langsung menemukan sang calon mertua dan menghampirinya.

"Itu dia!" Dina berseru pada lawan bicaranya di ponselnya.

"Bibi, ini telpon dari ibuku, dia ingin membicarakan beberapa hal tentang pernikahanku dan Isa nanti," kata Dina sembari memberikan ponselnya pada Ny. Zemira.

"Oh, baiklah, berikan padaku," ucap Ny. Zemira. Dina langsung balik masuk kedalam setelah Ny. Zemira dan ibunya mulai bicara.

Gadis itu kembali pada Jhana, namun ketika ia sampai di tititik di mana ia tadi menabrak Jhana, sang ibu dari 3 anak itu sudah tidak ada.

"Hah? Dimana dia? Tidak mau ditolong? Atau memang terburu-buru?" ujar Dina. Ia lantas melihat ke atas.

"Dia pasti ada di atas sekarang, tapi yasudahlah," gumam Dina, ia kemudian kembali ke halaman belakang.

Malam harinya, Arvin dan Salma sampai di mansion Dhananjaya. Salma tertidur di dalam mobil, ia terlihat sangat lelah, Arvin tak tega membangunkannya setelah ia memarkirkan mobilnya ke dalam garasi. Pria itu lantas tersenyum melihat kekasihnya yang tertidur dengan wajah yang begitu damai.

Arvin kemudian teringat akan kejadian tadi sore, saat ia mengantar Khansa pulang setelah pertemuan yang mendadak rutin mereka lakukan. Khansa tertidur di dalam mobilnya, di bangku yang sama dengan yang Salma duduki sekarang. Wajah Khansa sangat damai ketika ia tidur, membuat Arvin tenang, sama seperti sekarang.

'Kenapa ketika seorang wanita tidur, wajah mereka terlihat sangat damai?' batin Arvin.

"Aku mencintaimu," bisik Arvin pada Salma.

"Hngh." Salma mengerang, ia dalam kondisi setengah sadar sekarang.

"Kau sangat lelah hari ini, ya?" tanya Arvin.

"Pelanggan kita banyak hari ini, bagaimana bisa kau tidak lelah?" Salma bertanya balik dengan mata tertutup.

"Yasudah kalau begitu, aku akan memanggil bibi Gucci dulu, aku akan mengantar kalian pulang. Tunggu disini, ya."

"Sampaikan salamku pada bibi Zemira, aku terlalu mengantuk untuk berpamitan padanya," ucap Salma.

"Baiklah." Arvin kemudian keluar dari dalam mobilnya dan meninggalkan ponselnya bersama Salma.

Di kamar Tantri, Fina dan Zhani sedang bersiap untuk tidur. Tantri baru saja masuk ke dalam kamarnya dan memastikan kalau kedua anak itu sudah berada di atas kasur, lalu ia keluar lagi.

"Eh? Kak Tantri mau kemana?" tanya Fina.

"Mona tidak ada disini, aku akan mencarinya sebentar," jawab Tantri.

"Bukannya kak Mona akan tidur bersama ibu?" ujar Zhani.

"Ibu?" kata Tantri sembari mengernyitkan dahinya.

Fina seketika langsung melirik tajam Zhani, Zhani pun jadi salah tingkah.

"Apa maksudmu? Ibu kalian ada disini?" tanya Tantri.

"Kak Karin, kami memanggilnya sebagai ibu sekarang," jawab Fina dengan sangat terpaksa.

"Oh, begitu." Tantri tampak sedikit cemburu dicampur dengan lemas.

"Kalian sangat dekat padanya, ya? Padahal dia baru seminggu lebih bekerja disini," sambung Tantri.

"Begitulah, kami sangat merasakan sosok keibuan di dalam dirinya," ujar Fina.

"Dan, bagaimana denganku?"

Fina terdiam sesaat. "Hah?"

"Engh, lupakan saja. Aku ingin ke kamar mandi sebentar, lalu kembali lagi kesini." Tantri lalu pergi.

"Apa maksudnya?" gumam Fina.

"Sssshhhht, sudah malam, tidur," ucap Zhani.

"Aku akan menendangmu jika kau sampai keceplosan lagi menyebut ibu sebagai ibu dihadapan orang lain," ancam Fina.

"Ehehehe." Zhani terkekeh kecil.

Sementara itu, di kamar Jhana, Mona sedang gelisah menunggu ibunya.

'Ini sudah malam, tapi kenapa ibu lama sekali? Apa kerjaannya banyak?' batin Mona.

Tampaknya pekerjaan Jhana memang sedang agak banyak hari ini, terbukti dengan beberapa baju Bunga dan Kevlar yang sampai sekarang belum selesai ia setrika.

'Tinggal sedikit lagi dan aku akan beristirahat,' batin Jhana.

"Huft, aku tidak pernah menyangka kalau menjadi seorang pembantu akan semelelahkan ini. Dahulu aku agak meremehkan para pekerja di mansion, tapi setelah semua ini selesai, mungkin aku akan benar-benar sangat menghargai mereka," keluh Jhana.

Ia akhirnya selesai menyetrika baju terakhir, baju Kevlar.

'Dia musuhku tapi aku menyetrika bajunya, hahaha,' pikir Jhana. Wanita itu lantas merapikan barang-barang yang ada di ruang setrika, dan ia memastikan kalau pakaian-pakaian Kevlar dan Bunga tergantung rapi di dalam sebuah lemari khusus di ruangan itu, karena suami-istri itu tidak ingin sembarang orang masuk kedalam kamar mereka, akhirnya para pembantu yang menyetrika pakaian mereka harus menaruh pakaian mereka ke dalam sebuah lemari khusus sebelum mereka membawa pakaian-pakaian itu masuk ke dalam kamar mereka.

Karena letak ruang setrika yang berada di lantai 3, Jhana jadi harus selalu melewati kamar Kevlar dan Bunga sebelum ia sampai pada tangga, dan ia kembali menoleh ke arah kamar itu, juga kembali berhenti.

'Waktuku sebagai Karin semakin menipis, ibu mulai bergerak untuk mencaritahu tentang diriku yang sebenar-benarnya, itu artinya aku juga sedang terancam. Tidak ada cara lain, aku harus mencoba segala hal yang beresiko untuk bisa mendapatkan hasil dari semua ini. Terakhir kali aku masuk kedalam kamar ini, Raya mengacaukan segalanya, dan sekarang, dia tidak akan bisa menggangguku di malam hari seperti ini, meskipun jika aku masuk sekarang, besar kemungkinan kalau Bunga atau Kevlar tiba-tiba akan masuk dan membuatku berada di posisi yang tidak menyenangkan, tapi aku harus benar-benar menemukan informasi tentang Kevlar di dalam kamar ini. Alasan Kevlar untuk melarang sembarang orang masuk ke dalam kamarnya sudah pasti karena ia memiliki rahasia besar di dalam, jadi aku harus mengetahui rahasia-rahasia itu,' batin Jhana. Meskipun sudah beberapa kali ia gagal menemukan hal yang bisa membuat Kevlar 'berakhir', namun dirinya tidak ingin menyerah sampai ia berhasil menggeledah seluruh kamar itu. Jhana pun akhirnya masuk lagi ke kamar itu dan langsung bergerak cepat mencari hal yang sebenarnya disembunyikan oleh Kevlar dari keluarga Dhananjaya, yang ia yakini berada di kamar itu.

"Ayolah, ayo," kata Jhana, wanita itu benar-benar gemas, ia sangat ingin menemukan hal besar di dalam kamar itu.

Jhana memeriksa setiap dokumen, surat, dan buku yang ada di dalam kamar Bunga dan Kevlar, namun kesemuanya bukanlah hal yang penting. Ia lantas pergi ke teras dan langsung meliarkan matanya disana. Tanpa sengaja Jhana menemukan sebuah plastik yang berisi benda seukuran bola pingpong, namun tidak padat, terselip di sela kecil yang ada di dekat atap, ia pun langsung meraih plastik hitam tersebut dan membukanya.

"Apa ini?" gumam Jhana saat ia melihat isi dari plastik tersebut yang benar-benar tidak ia sangka.

avataravatar
Next chapter