53 Aku Asuh Anak Kau Sebagai Penyesalan

'Dia bicara!' batin Jhana.

"Apa maksud ayah?" tanya Jhana pada Tn. Farzin yang secara tiba-tiba bisa berbicara.

"A-a-k-k." Sekarang Tn. Farzin kembali kesulitan untuk berbicara.

"Pelan-pelan saja," ucap Jhana.

Dengan air mata dan kesulitannya untuk berbicara, Tn. Farzin terus berusaha untuk memberitahu sesuatu pada Jhana.

"A-a-ku m-m-m-enye-es-s-a-a-al," ujar Tn. Farzin.

'Ini terlalu sulit bagiku. Keinginanku untuk menahan Jhana sangat besar tadi, tapi kenapa aku kembali kesulitan untuk berbicara padahal keinginanku juga sama besarnya seperti ketika aku ingin menahan Jhana tadi?' batin Tn. Farzin.

"Atas apa? Teruskan, ayah, teruskan."

"Z-z-z-em-m-mi-r-ra."

"Apa maksudnya? Ayah menyesal ibu?" Jhana tampak bingung.

"Ayah menyesal dengan apa yang sudah ayah lakukan pada ibu di masa lalu?" tanya Jhana yang berhasil menyimpulkan maksud Tn. Farzin. Tn. Farzin kemudian mengangguk.

Jhana lantas mencari sebuah buku di dalam laci yang ada di kamar itu, lalu ia merobek satu kertas agar terpisah dari buku itu dan dengan cekatan wanita itu mengambil sebuah pulpen.

"Terus berbicara, aku akan menulis apa yang ayah katakan meskipun ayah memenggal beberapa kata," kata Jhana.

"Dadah!" Mona dan Zhani berseru pada Isa, Fina, Shirina dan Arka yang pergi menggunakan mobil Isa.

"Sepertinya Shirina sudah membuka diri untuk anak-anak itu. Syukurlah, ternyata tidak hanya aku yang mengambil keputusan yang tepat," ujar Ny. Zemira yang berdiri di depan pintu mansion. Wanita yang hampir menginjak usia 60 tahun itu lalu masuk kedalam dan berjalan menuju kamarnya.

Ia tidak tahu kalau dikamarnya Jhana sedang menulis segala hal yang dikatakan oleh Tn. Farzin.

"Sudah?" tanya Jhana pada Tn. Farzin. Ayah angkatnya itu lantas menjawabnya dengan mengangguk. Jhana lalu melihat catatan omongan Tn. Farzin yang ia tulis.

'Aku asuh anak kau sebagai penyesalan,' batin Jhana.

'Tapi ini tidak mengartikan apa-apa,' pikirnya.

"Baiklah, sepertinya aku harus kembali bekerja. Aku bersyukur ayah sudah bisa berbicara lagi walaupun masih kesulitan, dan itu karena aku. Maaf jika tadi aku mengatakan kalau aku akan membenci ayah, mungkin aku akan memikirkannya ulang setelah aku berhasil menafsirkan maksud dari omongan ayah. Kita akan bertemu lagi nanti," ucap Jhana. Ia kemudian melipat kertas itu dan memasukkannya kedalam saku di bajunya. Tak lupa, Jhana mengembalikan pulpen yang ia pakai untuk menghilangkan jejak.

'Jhana harus mengetahui kebenarannya, kuharap dia bisa bisa menemukan jawabannya,' batin Tn. Farzin.

Sebelum keluar, Jhana melambaikan tangannya pada Tn. Farzin. Namun Ny. Zemira melihatnya menutup pintu dan hal itu membuat Jhana terkejut karena Ny. Zemira berada di depan kamar mandi yang pernah dipakai Jhana untuk menghindari Dina.

"Apa yang kau lakukan di kamarku?!" tanya Ny. Zemira sambil mempercepat langkahnya guna bisa menghampiri Jhana dengan segera.

"S-saya sedang m-memeriksa keadaan Tuan Farzin, Nyonya," jawab Jhana.

"Apa Kania tidak memberitahumu tentang peraturan pekerja disini jika ingin masuk kedalam kamarku?!"

"Sudah, Nyonya, kak Kania mengatakan kalau saya tidak boleh masuk kedalam kamar Nyonya tanpa seizin Nyonya."

"Lalu kenapa kau dengan lancang masuk ke kamarku?!

"Tapi, Nyonya ..."

"Jika alasanmu adalah untuk melihat suamiku, seharusnya kau bisa mencariku dulu!"

"Baik, Nyonya. Saya minta maaf."

Jhana kemudian berniat untuk pergi, namun Ny. Zemira menahan tangan kirinya.

"Aku tahu kalau tujuanmu masuk kedalam kamarku bukan untuk melihat suamiku," bisik Ny. Zemira pada Jhana.

"Jangan kau pikir aku telah lupa dengan hilangnya uangku," sambung Ny. Zemira.

"Nyonya, Nyonya sudah salah paham," kata Jhana.

"Aku tidak akan salah menilai lagi, Karin. Penyesalan terbesar dihidupku untuk saat ini adalah telah menerimamu bekerja disini. Seharusnya aku mendengarkan menantuku waktu itu."

"Tapi, Nyonya, saya tidak-"

"Cukup. Aku tidak akan membiarkanmu menjadi semakin sewenang-wenang disini. Aku akan pergi ke kantor dinas kependudukan hari ini dan aku akan memastikan kalau hari-harimu disini akan segera berakhir. Kau mengerikan."

Jhana lalu menatap Ny. Zemira.

"Aku tidak mengerti kenapa sejak awal aku tidak bisa melihat kebusukanmu," sambung Ny. Zemira.

"Berhati-hatilah dalam menilai, Nyonya. Anda menyesal? Semestinya Anda tahu dimana penempatan penyesalan Anda itu seharusnya berada," ujar Jhana.

"Kau membuatku muak," ucap Ny. Zemira yang langsung masuk kedalam kamarnya.

'Ibu selalu salah menilai,' batin Jhana.

Sementara itu, di kamar Raya, Bunga, Khansa dan Raya masih berbicara tentang kelanjutan perjodohan Arvin dan Khansa.

"Baru kemarin bibi Zemira meminta pejodohanku dan Arvin dijalankan, dan hari ini dia memutuskan untuk menghentikan perjodohan ini. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa lagi," gerutu Khansa.

"Kau mencintai Arvin, kan?" tanya Raya pada Khansa.

"Tentu saja iya!" jawab Khansa.

"Jangan katakan tentang perubahan keputusan mertuaku pada ibumu. Perjodohan ini bisa terjadi karena keputusan mereka berdua, jika keduanya tidak menyetujuinya lagi, maka mustahil perjodohan ini akan terjadi."

"Benar, kita harus merahasiakan perubahan keputusan ibu dari bibi Bahira. Kita tetap akan menjalankan perjodohan ini," ujar Bunga.

"Baiklah. Aku mengerti, jika ibuku mengetahui tentang keputusan bibi Zemira, besar kemungkinan ibuku akan memenangkan keputusannya dari keputusanku, kan?" ucap Khansa.

Bunga dan Raya mengangguk.

"Tapi apa tindakan yang akan kita lakukan agar Arvin bisa terpisah dari gadis itu dan bisa menikah denganku?" tanya Khansa.

"Aku punya rencana," kata Raya. Bunga dan Khansa lalu meliriknya.

"Besok Arvin akan membawa Salma menemui ibu, tapi setahuku besok bukan hari libur Arvin, hanya hari libur Salma, jadi kemungkinan Salma akan berada disini selama satu harian, sedangkan Arvin hanya akan sesaat berada disini untuk mengantar Salma di jam istirahatnya. Sebaiknya kita tidak usah menganggu pendekatan yang akan dilakukan oleh Salma ke ibu. Kita harus fokus ke Arvin. Khansa, besok adalah kesempatanmu untuk mendekati Arvin di rumah makan Populer. Kau tidak akan memiliki halangan karena Salma brada disini. Kau bebas mendekati Arvin semaumu," sambung Raya.

"Itu ide yang bagus. Jadi untuk sesaat kita bisa membuat bibi Zemira merasa kalau keputusannya kita lakukan," ucap Khansa.

"Ya. Tapi kau harus memastikan satu hal."

"Apa?"

"Lusa kau sudah harus benar-benar dekat dengan Arvin. Dengan kata lain, selama besok, kau harus membuat Arvin jatuh cinta padamu, sehingga pada keesokan harinya dia mulai menjauhi Salma."

"Kau pikir itu sulit, kak? Aku memiliki waktu yang panjang untuk melakukannya, jadi tentu saja aku bisa!"

Raya lantas tersenyum.

"Bagaimana menurutmu, Bunga?" tanya Raya.

"Dirumah ini tidak ada yang memiliki ide-ide dan rencana-rencana sebagus dirimu, Raya. Dan aku tidak memiliki alasan untuk tidak menyetujuinya, karena ide itu sangat bagus!" puji Bunga.

Mereka bertiga lalu terkekeh.

'Ya, tidak ada yang memiliki rencana sebagus rencanaku untuk menghancurkan kalian,' batin Raya. Wanita itu tidak sadar jika rencananya tidak akan bekerja karena Wanda juga pasti akan mengambil kesempatan untuk mendekati Arvin selama Salma tidak ada.

Sore hari di mansion Dhananjaya. Jhana belum bertemu lagi dengan Ny. Zemira sejak tadi pagi, tepatnya sejak pembicaraan mereka di depan pintu kamar Ny. Zemira dan Tn. Farzin.

Ny. Zemira sendiri terlihat keluar dari kamarnya dan berjalan menuju pintu depan dengan pakaian yang rapi dan sebuah tas tenteng. Namun Kevlar yang kebetulan sedang menuruni tangga bersama Bunga, melihat ibu mertuanya yang seperti ingi pergi ke suatu tempat, sebab tangga dan pintu depan memang jaraknya tidak jauh.

"Ibu?!" panggil Kevlar.

"Ya?" sahut Ny. Zemira sembari menoleh ke arah anak dan menantunya.

"Ibu mau pergi?"

"Ya," jawab Ny. Zemira.

"Mau pergi kemana ibu sore-sore begini?" tanya Bunga.

"Ke kantor dinas kependudukan."

"Untuk memeriksa data diri Karin?" tanya Kevlar yang langsung to the point.

"Karin? Untuk apa ibu jauh-jauh pergi ke kantor dinas kependudukan hanya untuk memeriksa data diri Karin? Apa KTPnya terlihat mencurigakan?" Bunga terlihat heran.

"Justru dia bekerja disini tanpa data diri," ucap Kevlar.

"Apa?! Bagaimana bisa kalian menerimanya?!"

"Itulah masalahnya sekarang, dia semakin terlihat mencurigakan. Ibu harus mengetahui data dirinya," ujar Ny. Zemira.

"Tapi bagaimana bisa ibu menerimanya sedangkan dia tidak membawa data diri?" tanya Bunga.

"Itu adalah trik ibu untuk cepat menemukan pengganti Ayang," jawab Bunga.

"Maksudmu, ibu memberikan keterangan di iklan dengan mengatakan kalau data diri tidak diperlukan?"

"Ya, begitulah."

"Kenapa ibu melakukannya?" tanya Bunga pada Ny. Zemira.

"Maksudku, itu terlalu beresiko. Pasti banyak orang yang ingin bekerja disini bahkan jika mereka harus membawa data diri mereka," sambung Bunga.

"Ini abad kedua puluh satu, Bunga, segala hal bisa dipalsukan, termasuk data diri. Bagi ibu, lebih baik para pelamar tidak membawa data diri untuk menghindari data diri yang palsu," ujar Ny. Zemira.

"Jadi ibu lebih memilih repot-repot datang ke dinas kependudukan untuk mencari tahu data diri para pelamar?"

Ny. Zemira mengangguk.

"Astaga," keluh Bunga.

"Itu lebih beresiko ibu," lanjutnya.

"Pikirkan lagi. Jika data diri yang dibawa oleh para pelamar palsu, ibu harus tetap pergi ke dinas kependudukan untuk memastikannya. Ibu hanya membuat Karin merasa aman di awal," kata Ny. Zemira. Bunga kemudian memikirkan perkataan ibunya barusan.

"Jadi hal apa yang membuat ibu akhirnya berniat untuk pergi ke dinas kependudukan?" tanya Bunga. Tampaknya ia setuju dengan keputusan Ny. Zemira yang memilih untuk tidak menyertakan membawa data diri sebagai salah satu persyaratan untuk bisa bekerja di mansion mereka.

"Apa Kevlar tidak menceritakan apa-apa padamu?" Ny. Zemira bertanya balik.

"Kevlar selalu sibuk, dia tidak punya waktu untuk menceritakan hal-hal seperti itu. Iya, kan, sayang?"

Kevlar hanya mengangguk.

"Dia mencuri uang ibu," ucap Ny. Zemira.

"Dan juga sepertinya melakukan sesuatu yang tidak menguntungkan bagi kita di kamar ibu," sambungnya.

avataravatar
Next chapter