webnovel

Kal-

"Kenapa? Putus dariku membuatmu menjadi kurus begini?"

Aku diam saja, aku baru memakan satu potong roti coklat yang memeleh berukuran besar, baru saja berkejar-kejar dengan dosen pembimbing membuatku lapar berat. Aku cuek, masih mengunyah dengan semangat. Tidak mau menolehkan diri.

"Kal, balikan yuh-" katanya terpotong, melihat aku yang melonggo masih menguyah roti, hingga lelehan coklatnya menetes dramatis. Kedua matanya berkedip bergantian.

Kemudian dengan tidak sopan segera menjejalkan roti yang basah terkena air liur, "Balikan-Balikan. Lu kira gua ga laku?" Balasku ketus tidak suka pada Raden.

Raden membuang roti kasar, muntah dengan paksa. "OMICRON BODOH! Ceroboh amat," marah Raden tidak terima.

Aku mengedikan bahu pura-pura tidak tahu, peduli sekali dengan beginian.

"OMICRON lu takut, selingkuh masih berani balikan, situ sadar bos?" tanyaku sarkas.

Raden cengir dengan wajah watados, mempertahankan ketidakwarasan.

"Ya gimana hati tau kemana rumah akan berpulang," tutur Raden, dengan suara serak basah yang begitu menggemaskan. Suara Raden terkesan cool dan lembut. Mudah sekali membuat wanita nyaman.

"Pulang sama mampir itu beda, Raden. Lu lebih ke mampir bukan Pulang. Sejatinya yang pulang akan singgah lama dan menetap, bukan ketika bosan," ujarku jelas. Aku sudah muak tiap kali Raden datang.

"Yudah kalo gitu gua mampir bentar, capek Kal," ujarnya sembari memegang tanganku. Langsung aku hempaskan dengan kasar.

"Kal-kal, nama gua Klara. Lu kiraa kalong?" Potongku galak, dengan membuang tangan Raden kesal.

"Sensi amat, yudah iya klala," jawabnya cedal menuruti perkataanku.

Aku hampir tersedak menahan tawa, sudah menggunakan jaket kulit, terlihat tampat dan gagah urusan huruf masih seperti bocah, coolmu jatuh kebawah hingga dasar.

"Haha, aku tetap pemenang dihatimu kan Kal?" Goda Raden tidak mau kalah, menaikan satu alis tanda mengejek senang.

"HAH?" ejek Klara tidak terima.

"Laden, belajar huruf R dulu deh, baru berpikir dengan tenang, apakah kamu pemenang, mental bocah ngajak balikan. Sono main masakan," jawabku ketus tak senang, sedikit memarah manja, aku beranjak meninggalkan Raden.

Raden masih menatap punggungku yang menjauh.

"Kak Raden, mau dong endors hijabku,"

"Dasar ganteng-ganteng belok, emang gimana caranha endors hijab," batinku. Dugaanku mereka akan memburu Raden tepat.

"Kal," panggil Raden lagi.

Aku sudah malas. Tidak mau menoleh. Pasti dia akan memprotes tindakanku yang tiba-tiba menghilang.

"Boleh Mampir bentar? Kontrak deh,"

Next chapter