13 #12 - BURONAN

...

Hari mulai gelap. Panji berhasil keluar dari kompleks asrama kepolisian. Kini statusnya berubah dari anggota tim khusus kepolisian menjadi buronan kepolisian. Semua terjadi begitu cepat. Sangat tidak disangka-sangka.

"Apa yang terjadi?" Panji berbisik pada dirinya sendiri, "rasanya baru kemarin aku menikmati indahnya menggapai mimpi. Sekarang semuanya musnah."

Saat ini Panji sedang berada di sebuah bangunan tua yang kosong, kotor, dan sunyi. Hanya sendiri, tanpa ada Catur, sahabatnya yang biasa menemaninya. Hanya sendiri tanpa siapa pun, kecuali...

"HEEEEIIII, PANJIII!!!" suara itu terngiang lagi di telinganya.

"Apa yang kau inginkan?"

"Aku hanya ingin menyapamu saja. Tak kusangka, meskipun tanpaku, kau berhasil membunuh mangsa dengan sangat baik. Aku salut padamu!"

"Diam kau, dasar pembunuh!"

"Hei, kau lupa? Kau juga seorang pembunuh!" suara itu menghakiminya lagi, "aku hanya membunuh Sarra' dan sampah-sampah yang tidak penting. Sedangkan kau? Kau membunuh anggota kepolisian, rekanmu sendiri! Siapa yang lebih kejam, Panji?"

Panji tertegun. Suara penghakiman dari dalam dirinya itu sangat mengganggunya. Ia menyadari semua kesalahannya. Penyesalan, air mata, semua itu sia-sia.

"Kau menyesal, Panji?" suara itu terus mengajaknya berbicara, "tak perlu menyesali apa yang sudah terjadi. Sebaiknya, kau ikut denganku. Aku punya sesuatu yang harus kau dan aku selesaikan!"

"Apa maksudmu?"

"Kau ingat? Kita masih punya tiga mangsa yang harus diselesaikan!" suara itu semakin mengganggu, "Belu, Maros, dan Bone!"

"DIAM!!!" Panji berteriak dan menutup telinganya.

"Kau pikir dengan menutup telinga bisa terhindar dariku? Aku adalah dirimu, apa kau lupa? Aku ada dalam dirimu!"

Panji tersengap-sengap.

"Ayolah, Panji. Mereka telah membunuh orang tua kita. Merenggut kebahagiaan kita. Mereka pantas untuk menerima balasannya!"

"Aku tidak akan ikut dengan permainanmu!"

"Kalau begitu, biarkan aku yang melakukannya!"

"Tidak, aku tidak akan membiarkanmu melakukan seenaknya pada tubuhku!"

"Aku juga berhak atas tubuh ini! Aku akan menguasaimu saat kau tertidur nanti! Berhati-hatilah!"

"Aku tidak boleh tertidur," bisik Panji dalam hati.

"Coba saja!"

...

Hari semakin larut, bangunan tua itu terlihat sangat menyeramkan dengan kegelapan yang menyelimutinya. Anehnya, Panji sama sekali tidak merasa takut. Berbeda dengan dirinya yang selama ini sangat takut dengan gelap.

"Aku tidak boleh tertidur!" hanya itu yang ada di kepalanya.

"Sudah mengantuk, Panji?" suara itu muncul kembali.

Panji hanya diam saja. Ia masih meringkuk memeluk lututnya sendiri. Dan tetap berusaha membuka matanya yang perlahan mulai terasa berat.

"Tidurlah, kau pasti lelah!"

"Tidak akan!"

"Heh..."

Matanya semakin terasa berat. Penglihatannya pun semakin samar. Perlahan ia mulai larut dalam kantuk. Hingga akhirnya memejamkan mata.

"Bagus! Tidurlah yang nyenyak!"

***

Terlihat seorang anggota Sarra' melangkah dalam kegelapan. Menyusuri setiap sudut kota untuk mencari seseorang. Ia ingat sang ketua memberinya perintah untuk menangkap Panji lagi dan membawanya kepada Maros. Tentu saja untuk dijadikan senjata perang paling berharga.

"Aku harus menyusup ke dalam asrama polisi? Yang benar saja! Itu sama seperti mengantarkan nyawaku pada mereka," gerutu Belu pada bayangannya sendiri.

"Kenapa harus jauh-jauh ke asrama polisi?" suara dari arah kegelapan terdengar di telinga Belu.

"Siapa itu?" Belu menoleh ke arah datangnya suara, "apa yang kau inginkan?"

"Hei, Belu. Kau mencariku?" yang bersuara pun menampakan dirinya. Mengenakan sebuah topeng merah dan jubah berwarna hitam.

"Klana?" Belu mengenal warna topeng itu, "bagaimana bisa, bukannya kau?"

"Mati? Aku belum mati, Belu. Aku masih di sini, harus menyelesaikan apa yang sudah kumulai!"

"Apa maksudmu?"

"Kau tahu maksudku, Belu!" Klana yang sudah menguasai tubuh Panji pun mulai melacarkan aksinya, "aku ingin membunuhmu dan semua Sarra' yang masih tersisa!"

"K-Kau, Kau sudah gila!" Belu menodongkan pistol ke arah Klana. Namun saat moncong pistol itu di arahkan ke arah Klana. Sosok bertopeng itu telah menghilang. Belu pun panik dan mengarahkan pistolnya ke segala arah.

Dari balik kegelapan terlihat sesuatu yang bergerak dan mengejutkan Belu. Ia pun melepaskan satu tembakan ke arah sesuatu itu.

DOOOORRRR...

"MEEEEOOOOWWWWWWW."

"Kucing?" peluru Belu menghujam tepat di tubuh seekor kucing.

"Kau meleset sangat jauh Belu!" suara itu terdengar sangat dekat di telinga Belu. Membuatnya lantas berbalik.

"Apa?"

JLLLEEEEPPPP...

Bersamaan dengan Belu yang berbalik, sebuah besi panjang menghujam jantungnya. Belu kesakitan, darah berkucuran dari dada dan mulutnya. Dia tak bisa lagi merasakan dirinya.

"Si-siapa kau sebenarnya?"

"Aku akan memberimu kesempatan yang sama dengan rekan-rekanmu. Sebelum kematian menjemputmu, kau kuizinkan melihat wajahku untuk yang terakhir kalinya," topeng pun di buka, wajah seorang Panji yang sangat menyeramkan pun terlihat di baliknya.

"Kau... Ternyata benar itu kau!"

"Ya. Ini aku. Pandu, anak dari Ali, profesor yang dibunuh oleh Maros dan Bone lima belas tahun yang lalu," Klana terdiam sejenak, "sekarang beri tahu aku di mana Bone dan Maros berada?"

"B-Bone sudah lama tidak bersama kami. Di-dia memilih meninggalkan Sarra' dan menjalani hidup barunya. Dia berpindah-pindah tempat, untuk menghindari Sarra' dan juga kau."

"Jadi, dia sudah tahu kalau aku akan datang menjemput kematiannya?" Klana tersenyum, "di mana Maros?"

"Aku tidak akan memberitahukannya padamu!"

"Kalau begitu, kupinjam senjamu!" Klana mengambil senjatanya dan menodongkannya tepat di kepala Belu.

"Katakan di mana ketuamu!"

Belu menatap Klana sembari masih menahan sakit.

***

Markas kepolisian baru saja menerima laporan perkelahian dari dalam gang dan suara letupan senjata api. Beberapa orang melaporkan melihat dua orang bertopeng saling serang. Tanpa pikir panjang, tim kepolisian pun langsung meluncur ke TKP.

"Itu pasti Panji, Klana!" Dinda pun langsung bergegas menuju TKP.

"Aku ikut, Kap!" Catur menghentikan langkah Dinda.

"Catur? Kau yakin?"

"Dia sahabatku!" Catur mengangguk dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.

"Baiklah!"

...

Benar saja, di TKP mereka melihat Panji alias Klana yang tak mengenakan topeng tangah menodongkan pistol ke arah kepala Belu yang bersimbah darah.

"Katakan di mana Maros berada!"

"Kami sudah berjanji untuk tidak mengatakan apa pun yang bisa berbahaya bagi keberadaan kelompok kami!"

"Kau lebih memilih mati, hah?" Klana makin merapatkan pistol di kepala Belu, "kau membuatku muak!"

Klana menarik pelatuknya dan...

CLLLLAAAAAKKKK

Peluru pistol habis.

Tim kepolisian yang melihat kejadian itu segera melakukan penyergapan.

"Polisi! Jangan bergerak!" Dinda menodongkan senjatanya diikuti semua anggota lain.

"Beraninya kalian mengganggu kesenanganku!"

"Sejak kapan Panji yang kukenal menganggap membunuh adalah sebuah kesenangan?" Catur mengajak sahabatnya itu berbicara.

Klana menoleh ke arah Catur, "aku bukan Panji yang lemah itu. Aku adalah Klana, Klana yang sangat perkasa!"

"Kau adalah borunan sekarang. Menyerahlah, angkat tanganmu dan berlutut!" Dinda kembali memberi perintah.

"Kalian ingin menangkapku? Coba saja kalau bisa!" Klana menarik besi yang menusuk dada Belu dengan sadis.

"AAAAA..." hal itu menyisakan rasa sakit yang sangat hebat dirasakan oleh Belu.

"Apa yang akan kau lakukan?" seorang anggota polisi mulai bertanya dengan sedikit ketakutan.

Sesaat kemudian Klana dengan gerakannya yang sangat cepat sudah berdiri di hadapan polisi itu. Dan...

SLLLLEEEPPP...

"Aku ingin membunuh siapa pun yang menggangguku!" seru Klana dengan tatapan yang sangat mengerikan. Membuat beberapa kepolisian merasa gentar.

DOOOORRRR...

Peluru pistol Dinda melesat ke arah Klana. Namun, sekali lagi Klana bergerak dengan cepat dam peluru pun melesat pada udara yang kosong. Klana terus bergerak, dan membantai semua anggota yang berusaha menghalanginya. Beberapa polisi pun berjatuhan, hujan darah tak terhindari.

Keadaan semakin kacau. Anggota kepolisian semakin ketakutan melihat kecepatan lawan yang sedang mereka hadapi. Kondisi yang gelap pun membuat pengelihatan mereka terbatas. Semua tim hanya memikirkan bisa selamat dari serangan musuh. Ada yang bersembunyi di balik tembok, tumpukan kayu, dan apa pun yang bisa dijadikan tempat bersembunyi. Alhasil satu per satu dari mereka pun tumbang bersimbah darah. Tersisa beberapa anggota saja termasuk Trisula dan Catur.

Hingga sampailah Klana di hadapan Catur.

"Kau ingin membunuhku juga?" Catur menodongkan pistolnya ke arah Panji.

"Tur, tolong, Tur. Ini bukan aku. Aku dikuasi oleh sesuatu yang aneh dalam diriku. Aku tidak tahu kenapa ini bisa terjadi. Tolong, Tur," Panji mengulurkan tangan kanannya mengajak Catur untuk menyelamatkannya.

Catur gemetaran dan perlahan mulai mengulurkan tangannya. Ia hampir menggapai tangan Panji.

"Kena kau!" ekspresi wajah Panji berubah menjadi sangat mengerikan dan mengangkat besi panjang di tangan kirinya.

"Catur!" dengan sigap Asih berlari dan meraih tubuh Catur serta mendorongnya hingga mereka berdua pun tersungkur di tanah.

"Asih?"

"Tur, jangan terpengaruh dengan ucapannya. Dia bukan Panji yang kau kenal, dia adalah Klana, pembunuh sadis yang menjadi buronan kita selama ini!"

Catur tersengap-sengap.

"Terima kasih, Asih!"

Kesigapan Asih membuat Klana mengayunkan besinya pada udara kosong.

"KEPARAT!!!" Klana mengumpat dan dengan cepat berdiri di dekat Catur dan Asih. Sekali lagi mengayunkan besinya.

SLLLEEEEPPPP...

Sebuah benda yang menusuk lengan kanan Klana menghentikan gerakannya. Ia menoleh ke arah lengannya dan menemukan sebuah peluru bius menancap di sana. Dengan santai ia mencabutnya. Dan tersenyum tipis ke arah orang yang melesatkan peluru itu, terlihat Ayu berada di ujung pandangannya. Klana melangkah menuju Ayu yang menatapnya tanpa rasa takut.

"Manusia macam apa dia? Biusnya tidak bereaksi pada tubuhnya!" Ayu berbisik.

"Benda seperti itu tidak ada apa-apanya!"

SLLLEEEEPPP...

Sekali lagi benda yang sama menancap di lengannya. Kali ini dari arah kiri. Klana menghentikan langkahnya. Melihat ke arah datangnya beda itu. Kali ini, Dinda telihat di sana. Sesaat kemudian, hujanan peluru bius menghujam punggungnya. Beberapa anggota melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh Ayu dan Dinda.

"Kalian! Kalian membuatku marah!" Klana melakukan gerakan yang tak terduga lagi. Ia bergerak dengan cepat dan berdiri di hadapan Dinda, sang kapten tim. Kembali Klana mengangkat besinya dan mengayunkan ke arah Dinda.

Seseorang berdiri tepat di belakang Klana dan menancapkan peluru bius dengan tangannya tepat di leher Klana. Klana pun menoleh ke arah seseorang itu dan dia adalah Catur.

"K-Kau?" sesaat kemudian Klana tersungkur dan tak sadarkan diri.

"Catur?" Asih menatap Catur dari jauh dan tersenyum melihat keberaniannya.

...

Tim pun segera memborgol Panji alias Klana. Dan segera membawanya ke dalam sel tahan. Sementara itu, Belu tak bisa diselamatkan, ia tewas karena besi itu menembus jantungnya dan mengakibatkan pendarahan yang hebat. Korban dari pihak kepolisian pun ada yang tak bisa diselamatkan, untungnya beberapa masih bisa untuk bertahan dan segera dibawa ke rumah sakit.

"Terima kasih telah menolongku tadi!" Catur menghampiri Asih.

"Kau sudah berterima kasih tadi!" Asih tersenyum tipis dan pipi yang merona.

"Tidak, bukan terima kasih karena sudah menyelamatkanku dari kematian. Tapi, terima kasih telah menyadarkanku soal Klana."

Asih tersenyum lagi, "sama-sama!"

"Tur!" Dinda memanggil Catur.

"Siap, kap!"

"Kau boleh memanggilku 'Dinda'," Dinda tersenyum, "dan terima kasih sudah menyelamatkanku tadi."

"Sama-sama!" Catur membalas tersenyum.

Dinda menatap Catur dan Asih, "terima kasih juga sudah membuat rekan timku jatuh cinta lagi!"

"Hah?" Catur mengerutkan dahi tak mengerti.

"Dinda... Kau harus memberi keterangan kepada pers tentang operasi malam ini!" Asih segera menarik tangan Dinda dan membawanya menjauh dari Catur.

***

"Malam ini kami melaporkan langsung dari TKP pembantaian anggota polisi dan seorang anggota Sarra' yang dilakukan oleh Klana," seorang reporter melaporkan dari salah satu siaran televisi, "kronologinya adalah adanya laporan dari seorang warga tentang perkelahian dua orang bertopeng yang kemudian diketahui adalah Klana dan seorang anggota kelompok berbahaya Sarra'. Polisi langsung menuju TKP. Dan Klana secara brutal membantai hampir sebagian anggota kepolisian. Perlawanan berakhir saat salah seorang anggota polisi dengan berani menancapkan peluru bius ke tubuh Klana."

"Klana? Katanya sudah mati?" seorang warga yang menonton siaran itu merasa keheranan.

"Klana yang ini teridentifikasi adalah seorang anggota baru kepolisian bernama Panji, yang sebelumnya terlibat juga dalam operasi penangkapan Klana."

"Klana menangkap Klana?"

"Kapten tim Trisula, Dinda, memberi keterangan bahwa Klana yang kemarin dilumpuhkan adalah Klana yang palsu. Berikut kita dengarkan keterangannya."

"Klana yang kemarin adalah palsu dia hanya perampok amatir yang terinspirasi dari Klana yang asli. Dan Klana yang kali ini, bisa kami pastikan adalah Klana yang asli. Dengan sangat menyesal, kami sampaikan permohonan maaf, karena Klana yang asli adalah anggota kami yang sangat berbakat yaitu Panji."

"Dengan tertangkapnya Klana yang asli diharapkan kepada masyarakat agar tenang saja. Dan sidang untuk Klana akan mulai dilaksanakan lusa."

***

"Apa? Klana masih hidup?" Maros terlihat mengepal tangannya, "anak itu, ternyata benar Klana. Kita lengah!"

"Apa rencanamu?" seorang anggota baru Sarra' bertanya.

"Kau dan Triad, persiapkan diri kalian untuk melakukan balas dendam!"

"Baik, ayah!"

***

"Lapor, Dan!" Dinda mengahadap kepada komandan.

"Ada apa?"

"Panji alias Klana sudah diamankan. Ini laporannya, berkas-berkas ini siap dibawa ke pengadilan. Di dalam situ ada bukti hasil lab untuk pengujian sample DNA Klana dan Panji. Selain itu ada rekaman CCTV rumah sakit yang memperlihatkan Panji yang selalu keluar di setiap malam kejadian pembunuhan," Dinda menyerahkan sebuah map.

"Ok! Ada lagi yang ingin kau bicarakan?"

"Siap, dan! Tim kami menemukan fakta baru dari TKP Samba di ruang interogasi dan di TKP penyanderaan Panji oleh Sarra'!"

"Fakta apa?" Komandan menatap Dinda.

"Kami tidak menemukan kemiripan dari cara membunuh dan alat yang digunakan antara kedua TKP itu dengan TKP Klana yang lainnya. Di lokasi penyanderaan, memang ditemukan besi yang mirip dan tulisan 'KLANA' menggunakan becak darah korban, tapi tulisan itu terlihat berbeda dengan tulisan Klana yang lainnya. Ditambah tak ada sedikit pun becak darah yang menempel pada tubuh Panji."

"Maksudmu, ada orang lain selain Panji?"

"Tepatnya, kami mencurigai ada lebih dari satu KLANA!"

***

~~KLANA~~

avataravatar
Next chapter