9 #08 - INFORMAN

...

Panji terkejut melihat seseorang yang ditemui Catur di tempat itu. Seorang pria dengan topeng dan jubah yang sangat ia kenali. Entah apa yang mereka rencanakan dan bagaimana rekannya itu bisa mengenal pria itu. Mereka terlihat sudah saling mengenal

"Sarra'?" Panji masih memasang wajah terkejutnya, "Catur, apa-apaan ini?"

"Dia?" pria bertopeng itu menatap Panji.

"Dia Panji, rekan timku. Tenanglah, dia bisa dipercaya!" tandas Catur pada pria bertopeng itu.

"Terserah kau saja!" pria itu pasrah.

"Tenanglah, Ji. Dia adalah Triad, dia ada di pihak kita!" Catur pun menenangkan Panji.

"Di pihak kita?"

"Dia yang memberi informasi tentang markas Sarra' beberapa waktu lalu. Dia juga~"

"Nanti saja kau jelaskan padanya. Aku tidak punya banyak waktu di sini!" pria itu memotong penjelasan Catur.

"Baiklah, apa yang ingin kau sampaikan?"

"Sarra' sedang mencari orang-orang yang mereka duga sebagai pembunuh anggota mereka. Entah apa yang akan mereka lakukan pada orang-orang itu, bisa saja mereka membunuhnya."

"Maksudmu mereka punya nama-nama yang mereka curigai sebagai Klana, pembunuh anggota mereka?" Catur menyela.

"Iya. Tepatnya, saat ini mereka telah mengantongi dua," pria bernama Triad itu menunjuk ke arah Panji, "dan salah satunya adalah kau, Panji!"

"Aku? Kenapa aku?" Panji kembali terheran-heran.

"Mereka menganggap wajahmu mirip dengan seseorang yang pernah mereka bunuh di masa lalu. Mereka menganggap kau adalah anaknya yang datang untuk membalas dendam pada mereka," Triad menantap Catur sebelum akhirnya mengarahkan pandangannya lagi kepada Panji, "berhati-hatilah, Panji!"

"Seseorang yang mirip denganku?" Panji mengerutkan keningnya, "siapa?"

"Aku tidak tahu. Aku baru bergabung dengan mereka sekitar dua tahun, mereka belum mau menceritakan hal sedetail itu padaku. Aku juga tidak bisa memaksa mereka, itu bisa membuat mereka curiga padaku."

Panji menundukkan kepala.

"Lalu, apa lagi?" Catur kembali menggali informasi dari Triad.

"Selain Panji, mereka pun mencurigai seseorang bernama Bone, anggota Sarra' yang pernah dianggap berkhianat. Aku yakin kalian pernah mendengar soal itu."

"Bone? Dia masih hidup?" Panji mengangkat kepalanya.

"Menurut informasi yang kudapat dari Sarra', dia masih hidup. Seseorang sedang ditugaskan untuk mencarinya."

"Lalu apa rencana Sarra' selanjutnya?" Catur menanyakan hal lain.

"Untuk waktu dekat mereka akan menghentikan semua operasi mereka. Mereka menghindari kalian dan juga pembunuh misterius itu."

Tiba-tiba saja ponsel Triad berdering. Ia pun mengangkat panggilan itu dengan menekan earphone kecil yang terselip di telinganya.

"Di mana kau, Triad?" seseorang di ujung telepon itu menyodorkan pertanyaan.

"Aku sedang di luar. Berjalan-jalan sebentar!"

"Lekas kembali! Pembunuh itu mengincar siapa pun dari kita. Aku tidak ingin kau terluka. Kau dan rekanmu adalah masa depan Sarra'!"

"Baik, ketua!"

"Jika sedang tidak dalam diskusi Sarra', kau boleh memanggilku ayah!"

"Baik, ayah!"

Panggilan pun diakhiri.

"Ayah?" Panji mengerutkan keningnya, "jadi kau anaknya?"

"Sejak begabung. Aku berhasil membuat mereka yakin denganku. Dengan begitu, aku pun dianggap generasi Sarra' yang akan melanjutkan pekerjaan kotor mereka. Dan aku pun dianggap anak oleh Maros."

"Lalu, kenapa kau memutuskan untuk menghianati mereka?"

"Karena itulah tugasku dari awal!"

"Tugas? Siapa yang memberimu tugas?"

"Aku tak punya banyak waktu untuk menjelaskan itu. Aku harus harus segera kembali. Suatu hari kau akan tahu jawaban dari pertanyaanmu itu!" Triad pun berlari dengan sangat cepat, menghilang di antara tumpukan sampah di tempat itu.

...

Panji pun tak bisa melihat Triad yang hilang dalam kecepatannya itu. Ia pun masih kebingungan. Lalu menatap Catur yang masih berdiri di hadapannya dengan penuh pertanyaan. Catur pun menatapnya dengan tatapan yang merasa terintimidasi. Panji sudah punya segudang pertanyaan di kepalanya untuk rekan timnya ini.

"Su~~"

"Nanti di mobil kujelaskan semuanya. Kita pun harus lekas pergi dari tempat ini," baru saja Panji ingin membuka pertanyaannya. Catur langsung memotong pertanyaannya itu.

Mereka pun melangkah menjauh dari tempat dengan aroma tidak bersahabat itu. Menuju kendaraan yang terparkir di depan gang. Catur memegang kendali lagi atas tunggangannya itu.

"Aku juga baru mengenalnya. Tepatnya, saat ledakan di markas Sarra' waktu itu. Dia membantuku untuk menghubungi komandan, setelah itu tim medis datang dan membawa kita satu per satu."

"Menurutmu dia bisa dipercaya?"

"Informasi yang ia berikan selama ini tak pernah keliru, kan?"

"Kau tahu dia bekerja untuk siapa?"

"Entah, dia belum memberi tahuku soal itu. Kita tunggu saja. Lagi pula, siapa pun itu pasti ia adalah orang baik dan ada di pihak kita."

Panji pun terdiam dan mengarahkan pandangan kosongnya ke arah luar jendela mobil. Menatap kosong jalanan dan kendaraan lain yang berlalu lalang di antaranya. Catur menatap rekannya yang seperti memikirkan sesuatu di balik tatapan anehnya itu.

"Ada apa, Ji?"

Panji terkesiap dan mengarahkan pandangannya kepada Catur.

"Triad bilang, wajahku mirip dengan seseorang yang dikenali oleh Sarra'. Itu alasan mereka mengincarku sekarang."

"Lalu, apa rencanamu?"

"Aku yakin dia adalah orang tuaku," Panji terdiam sejenak, Catur menatapnya, "Sarra' menginginkanku. Mereka akan mendapatkanku!"

Catur pun menghentikan laju kendaraannya. Jika tak ada sabuk pengaman mungkin wajahnya dan Panji akan menyentuh kaca bagian depan kendaraan. Catur mengerutkan keningnya dan menatap Panji.

"Maksudmu, kau akan menyerahkan dirimu?"

"Dengan begitu aku bisa mengembalikan ingatanku tentang masa laluku."

"Kau sudah gila?" Catur makin memasang wajah anehnya, "mereka adalah Sarra', kelompok sadis, mafia, bandit, atau apalah itu sebutannya. Mereka menuduhmu sebagai pembunuh anggota mereka, kau bisa dibunuh oleh mereka kapan saja."

Panji terdiam. Tak lama ponsel Catur berdering, diangkatlah panggilan itu.

"Halo, Tur?"

"Iya, Dan?"

"Kau bersama Panji, kan? Lekas ke ruanganku, ada yang ingin kubicarakan dengan kalian."

"Siap, Dan!"

Panggilan pun diakhiri.

"Komandan ingin bicara dengan kita."

"Oke!"

Sepanjang perjalanan menuju markas, mereka hanya terdiam. Dalam diam mereka hanya menguatkan argumen masing-masing. Hingga tibalah mereka di ruangan sang komandan.

...

"Sejauh ini, aku tak melihat progres apa-apa dari kalian!" komandan memperlihatkan wajah sedikit marahnya, "apa yang sebenarnya kalian lakukan?"

Panji dan Catur hanya diam merasa mereka memang tidak mengungkap apa-apa dalam kasus ini.

"Baiklah. Tidak perlu berlama-lama lagi. Kalian kupanggil ke mari, karena ada yang ingin kuberitahukan kepada kalian," komandan mengambil sebuah map berisi selembar surat, "wewenang kalian atas kasus ini dicabut!"

Panji dan Catur terkejut. Mereka saling tatap.

"Tap, Dan?" Catur berusaha membela diri, namun ucapannya dipotong oleh sang Komandan.

"Surat pencabutan kasus sudah dikeluarkan. Kalian tak perlu mengatakan apa pun!" komandan menatap kedua orang itu, "awalnya, aku percayakan kasus ini kepada kalian karena aku percaya kalian dan Ramos pasti bisa mengungkap kasus ini. Namun, sekarang Ramos sedang koma dan kalian kekurangan orang untuk mengungkap semua kasus ini. Ditambah lagi, sekarang bukan hanya Sarra' yang kalian hadapi, tapi ada pembunuh misterius dengan kode KLANA."

"Beri kami kesempatan, dan. Kami~~" ucapan Panji pun dipotong oleh sang Komandan.

"Maaf, Ji. Ini kasus yang serius, kalian tidak akan sanggup. Pengalaman kalian di tim khusus baru sebentar," Komandan menarik napas, "aku sudah menyiapkan tim lain yang lebih kompeten untuk mengusut kasus ini."

"Tim lain? Siapa?" Catur mengerutkan kening.

"Kalian pasti pernah dengar tentang Trisula. Mereka yang akan mengusut kasus ini. Tim profesional yang lebih baik. Bahkan, merekalah alasan Ramos nekad membentuk tim tiga orang, Ramos ingin menyaingi mereka, sayangnya Ramos tak pernah berhasil."

"Trisula? Tim khusus tiga orang yang semua anggotanya adalah wanita?"

"Benar!"

"Bukannya mereka telah lama bubar?" Panji mengingat sesuatu.

"Ya. Namun, dua tahun belakangan mereka kembali berkumpul dan memutuskan untuk membuat generasi baru Trisula. Dan Trisula yang kuutus dalam kasus ini adalah generasi baru itu. Mereka memang masih baru, tapi secara pengalaman mereka lebih baik dari kalian!"

Panji dan Catur saling tatap lagi dengan gejolak yang sama. Rasa sakit hati dan tentu saja tak terima.

"Aku tahu, ini pasti sulit. Tapi, kalian pun butuh istirahat. Kalian terlalu memakasakan diri. Dan ini adalah kasus yang tidak main-main," Komandan mengarahkan pandangannya ke Panji, "aku tahu apa yang rasakan, Ji. Aku akan menghubungimu, jika Trisula melaporkan sesuatu yang berkaitan dengan masa lalumu dengan Sarra'!"

"Jika itu keputusanmu. Baiklah, Dan. Semoga tim barumu bisa mengusut kasus ini dengan cepat."

"Pasti!"

Panji dan Catur pun meninggalkan ruangan sang Komandan.

...

Panji berjalan ke luar, menjauh dari masrkas kepolisian. Ia berjalan tak tentu arah ditemani mentari yang nyaris terbenam. Menyisakan jingga yang menyentuh awan-awan. Sayangnya, suasana alam yang indah itu tak cukup bersahabat dengan suasana hatinya yang gusar. Memikirkan masa lalunya, dan nasibnya pasca wewenangnya dicabut.

Kini ia terduduk di sebuah bangku taman. Hingga tak terasa langit semakin gelap, ketakutannya terhadap gelap seakan hilang berselimut di balik bayang-bayang masa lalunya. Bintang-bintang dan rembulan pun tak sanggup menghibur hatinya. Sesaat kemudian, seseorang terasa menepuk pundaknya.

"Hey!" seseorang itu menyapa.

Panji terkesiap dan berbalik ke arahnya. Namun, sebuah tinjuan keras ke arah wajah Panji pun tak terelakkan. Panji tersungkur sambil memegang hidungnya yang mulai mengucurkan darah. Penglihatannya mulai tak terkendali. Samar ia melihat dua orang berdiri di hadapannya, dua orang pria dengan topeng burung hantu.

"K-kau?" seketika itu, Panji tak sadarkan diri.

...

Salah satu dari dua pria itu lantas menghubungi seseorang, "polisi itu sudah kami lumpuhkan."

"Bagus! Bawa dia ke hadapanku, sekarang!"

"Baiklah, ketua!"

Panggilan diakhiri.

...

Setelah menerima laporan dari kedua anggotanya yang berhasil melumpuhkan Panji. Kini Maros menerima panggilan kedua.

"Lapor, ketua. Seseorang ingin berbicara denganmu!"

"Bone?"

"Bagaimana kabarmu, Maros?"

"Aku baik-baik saja!" Maros tak ingin berlama-lama, "langsung saja, Bone. Aku tak ingin membuang-buang waktu. Kau pasti tahu soal KLANA. Apakah itu kau?"

"Kau tenang saja. Aku tak akan melakukan hal sebodoh itu. Aku tak punya nyali untuk menghabisi temanku sendiri. Hingga hari ini, kalian terutama kau masih kuanggap sebagai teman baikku!"

"Aku mungkin bisa percaya padamu. Aku mengenalmu, tapi..." Maros berhenti sejenak, "tapi anak-anak itu?"

"Aku berani menjamin, mereka tidak akan melakukan hal seperti itu!"

Panggilan pun terputus.

...

Dalam sebuah ruangan yang minim pencahayaan. Belu terlihat berhadapan dengan seorang pria berbadan sedikit lebih besar dan berotot. Pria itu menyerahkan kembali ponsel milik Belu.

"Kembalilah pada ketuamu, katakan padanya, aku tak ingin punya urusan dengan kalian lagi. Katakan juga padanya, tak perlu mencurigaiku atau anak-anakku. Kami tak akan melakukan hal sekeji itu!" pria yang disapa Bone itu pun berdiri. Minimnya cahaya tetap tak menampakkan wajahnya.

"Bukan hanya itu, Bone. Jika benar bukan kau dan anak-anakmu itu pelakunya. Artinya kau pun dalam bahaya besar. Bahkan anak-anakmu pun akan ikut terlibat!"

"Apa maksudmu?"

"Selain kau, kami mencurigai satu orang lagi. Ia terlihat sangat mirip dengan seseorang dari masa lalumu, masa lalu Maros, dan masa lalu Sarra'. Jika benar dia adalah anak dari orang itu, maka kau pun sedang dalam bahaya yang besar."

"Siapa yang kau maksud?"

"Seseorang yang kau habisi dengan tanganmu sendiri lima belas tahun lalu. Seseorang yang lebih dahulu meninggalkan Sarra'. Sahabatmu sendiri, Ali!"

Bone terbelalak. Ia mengingat sebuah kejadian di masa lalu dan menatap Bole dalam-dalam.

"Ali?"

...

avataravatar
Next chapter