7 #06 - SELIDIK

...

Panji melangkah perlahan menuju sebuah terowongan kecil di ujung jalan. Catur mrngikutinya dari belakang. Panji mulai menundukan kepalanya, mencoba melihat ke arah dalam terowongan gelap itu. Catur mengikuti apa yang dilakukan Panji.

"Astaga!" Panji terkejut melihat apa yang ia lihat di sana.

"Kepala itu?" Catur pun melihat apa yang kawan setimnya itu lihat.

...

Panji, Catur, dan Dwita melihat beberapa petugas membungkus dan memasukan kepala tanpa badan itu ke dalam sebuah ambulace. Lalu, membawanya ke rumah sakit untuk dilakukan menyelidikan lebih dalam.

"Dapat berita menarik, kan?" Catur menggoda Dwita.

"Bukan hanya menarik. Seumur-umur, ini pertama kalinya aku melihat kepala tanpa tubuh secara langsung dengan mata kepalaku sendiri."

"Bukannya, kamu suka menulis berita kriminal?"

"Iya, tapi yang seperti ini. Ya, baru sekarang!"

"KLANA ini memang orang yang sadis!" Panji mengelus dagunya yang sama sekali tak berjanggut.

Mendengar perkataan Panji, Catur dan Dwita pun saling tatap untuk sesaat. Lalu, mengalihkan pandangannya kepada orang itu.

"Apa dia sudah merencanakan semua ini?" Dwita mengerutkan dahi.

"Dilihat dari caranya beraksi, kemungkinan seperti itu. dia tidak meninggalkan petunjuk apa pun selain tulisan 'KLANA'. Dia melakukannya dengan sangat rapi," Panji masih mengelus dagu dengan telunjuk dan ibu jarinya.

"Siapa orang yang bisa melakukan ini?" Catur mengerutkan dahi dan melirik ke arah Panji.

Panji menatap awan-awan. Ia mencoba menerawang dan mulai bernalar. Lalu menundukkan pandangannya dan menyebut saru nama.

"Bone?"

Catur dan Dwita terkejut. Sekali lagi mereka saling tatap.

"Bagaimana dengan dia? Mungkinkah dia yang melakukan semua ini? Dia dikatakan tak sepemikiran lagi dengan Sarra' lalu keluar dari kelompok pemberontak itu. Mungkin dia menaruh dendam. Lalu, berencana membunuh semua anggota Sarra'!"

"Tapi keberadaannya masih simpang siur sampai saat ini, tak ada kabar jelas mengenai dia. Apakah sudah mati atau masih hidup?" Dwita mengajukan argumen.

"Bisa saja ia, sengaja bersembunyi dan menunggu saat yang tepat untuk melakukan semua ini,"

"Kenapa harus sekarang? Kenapa dia tidak melakukan ini sejak empat belas tahun yang lalu, jika benar dia yang melakukannya?" Catur masih mengerutkan dahinya.

"Seperti yang kukatakan tadi, dia menunggu saat yang tepat. Sekarang dia memanfaatkan kepolisian yang mulai mengendus keberadaan Sarra'. Dan akhirnya dia keluar dengan identitas baru sebagai KLANA untuk penyamaran."

Panji menatap ke arah Dwita, "Dwita, tolong cari informasi tentang keberadaan Bone!"

Dwita menatap Panji dan kemudian Catur. Ia pun lekas mengeluarkan laptop dari tasnya dan meletakkan di atas kap depan mobil kepolisian yang ada di TKP saat itu. Kemudian, ia menyalakan laptop itu. Meraih ponsel pintarnya dan segera mengaktifkan Hotspot. Panji dan Catur ikut menatap layar laptopnya.

"Tidak banyak informasi soal Bone," Dwita masih terus mencari.

"Apa ini?" Panji menunjuk ke layar, tepat pada sebuah artikel bertuliskan, "jasad mirip mantan anggota Sarra' yang diduga Bone ditemukan hanyut di sungai."

"Ya, beberapa tahun lalu ada yang mengabarkan menemukan jasad Bone. Itu yang membuat beberapa orang lain yakin bahwa ia telah tewas," Dwita mengingat-ingat.

"Apa pelakunya juga KLANA?"

Catur dan Dwita menatap ke arah Panji secara bersamaan.

"Dugaan saat itu, diserang anggota Sarra'. Tapi, hingga saat ini, penyebab kematiannya masih misterius. Bahkan ada juga yang mengatakan, dia bukan Bone, hanya mirip saja," Dwita kembali menyampaikan ingatannya.

"Kita punya tersangka pertama. Bone, yang mungkin memanfaatkan berita kematiannya itu," Panji menyimpulkan sementara.

"Kau ingin mendengar pendapatku, Panji?" Catur angkat suara.

Panji dan Dwita menatap Catur bersamaan.

"Menurutku, jika Bone ingin melakukan itu, harusnya dia sudah melakukannya sejak empat belas tahun lalu. Hal apa yang tak membuatnya tak bisa melakukan itu empat belas tahun lalu? Jika ia hanya ingin melakukannya dengan cara yang sama seperti yang dilakukan KLANA saat ini, maka harusnya sudah ia lakukan sejak dulu. Mendatangi Sarra' satu per satu, membantainya dan menghabisinya. Dia tidak tidak punya alasan untuk menunggu hingga empat belas tahun hanya untuk menjadi KLANA dan membunuh mereka sekarang. Sekali lagi, dia bisa melakukan ini sendirian sejak dulu."

"Benar juga," Dwita mengangguk.

"Lalu menurutmu siapa? Ali?"

Dwita melotot terkejut.

"Tentu saja bukan, Ali sudah ditemukan hangus terbakar lima belas tahun lalu, dan hasil pemeriksaan memastikan itu benar-benar jasad Ali."

Panji melipat kedua tangannya di dada, mulai memerhatikan dengan baik perkataan Catur.

"Ini memang agak rumit. Tapi mungkin saja, KLANA adalah salah satu korban dari pembantaian sadis Sarra' lima belas sampai empat belas tahun yang lalu. Mungkin saja dia adalah anggota keluarga yang kehilangan keluarganya akibat pembantaian itu."

"Menurutku, kalian terlalu cepat menyimpulkan sesuatu!" Dwita mulai serius.

"Apa maksudmu?" Panji dan Catur menatap Dwita.

"Kenapa kalian benar-benar yakin bahwa KLANA hanya mengicar Sarra'? Bisa saja dia melakukan ini secara acak. Dia tidak kenal siapa Sarra', Wara, Suli, atau Samba. Kita tidak punya bukti kuat atau sanksi mata untuk itu. Sekali lagi, bisa saja ia melakukan ini secara acak."

"Tiga korban adalah anggota Sarra'. Itu cukup menjelaskan, ditambah dia sampai menyusup ke dalam markas kepolisian untuk membunuh Samba," Panji menguatkan argumennya.

"Tunggu, Ji. Dwita ada benarnya, kita tidak punya bukti kalau yang membunuh Samba adalah KLANA. Tidak ada tulisan KLANA di TKP!"

"Dengan teori kemungkinan yang sama, soal kenapa hanya ada huruf 'K' di TKP Suli, mungkin dia terburu-buru, apalagi yang ia masuki ada markas kepolisian!"

"Kita tidak tahu, apakah ada korban lain selain anggota Sarra' ini?" Dwita mencoba bernalar lagi.

"Tidak ada laporan selama ini tentang KLANA. Atau pembunuhan sadis serupa. Baru kali ini!" Catur mengungkap fakta baru.

"Sesuai keterangan Samba, malam ini harusnya ada transaksi yang dilakukan oleh Sarra'. Kita bisa menyergapnya, sekaligus mengawasi KLANA," Panji mengingat sesuatu.

"Kalau begitu, segera kembali ke markas untuk persiapan malam nanti!" seru Catur.

...

"Setelah dilakukan visum membenarkan itu adalah kepala Wara. Terdapat liur anjing di kepala itu, jadi dapat disimpulkan anjing itulah yang membawa kepala itu ke sana," komandan menjelaskan kepada Catur dan Panji.

Panji dan Catur mengangguk menandakan paham dengan hasil laporan itu.

"Lalu apa yang akan kalian lakukan selanjutnya?"

"Berdasarkan keterangan dari Samba kemungkinan malam ini salah satu tim Sarra' akan kembali melakukan transaksi. Kami akan melakukan penyergapan kepada mereka, dan jika benar target KLANA adalah Sarra', kemungkinan malam nanti dia akan muncul kembali," Panji menjelaskan.

"Untuk itu kami butuh beberapa orang, komanda!" Catur melanjutkan.

"Baiklah. Akan kusiapkan pasukan untuk kalian!"

...

Malam pun tiba dengan segala kesuraman dan teka-tekinya, seakan mengabarkan malam ini akan terjadi sesuatu yang besar. Tim khusus kepolisian telah siap di posisi masing-masing untuk melakukan penyergapan. Mereka pun harus tetap mengawasi situasi sekitar, berjaga-jaga mungkin saja KLANA akan menampakan dirinya malam ini.

Para polisi menyemar dan berbaur dengan pengunjung yang lain. Terus memerhatikan situasi sekitar tanpa dicurigai oleh siapa pun. Tak lama dua orang bertopeng burung hantu tiba di lokasi.

"Dua orang bertopeng dari Sarra' telah tiba di lokasi," salah satu tim mengabarkan.

"Ada tanda dari KLANA?" Panji balik bertanya.

"Tidak ada, Ji. Tidak ada satu pun yang terlihat mencurigakan."

"Terus awasi! Jika ada yang mencurigakan, segera laporkan!"

"Baik!"

...

Dua orang bertopeng tiba di lokasi. Mereka pun tampak tak dicurigai oleh pengunjung lain meski penampilan mereka sedikit berbeda. Mungkin karena mereka sudah sering melakukan transaksi di tempat itu.

"Berhati-hatilah, polisi-polisi itu bisa saja ada di sini!" salah seorang berbisik pada temannya.

"Tenang saja!"

Mereka pun segera mengambil posisi pada sebuah meja. Tak lama seseorang pun datang dengan menggunakan topeng sebagai tanda bahwa ia adalah sang pemesan. Meski telah menggunakan tanda itu, Sarra' tak langsung mempercayainya mengingat apa yang pernah terjadi kepada rekan-rekannya.

"Tunggu, benar kau orangnya?"

"Iya, tuan. Saya orangnya!"

"Belu!" seseorang memberi kode kepada rekannya.

"Baiklah!" rekannya pun paham dan segera melakukan pemerikasaan kepada orang di hadapannya. Dan setelah itu, "aman, tidak ada yang mencurigakan!"

"Ok, serahkan uangmu dan kau akan dapatkan apa yang kau mau!"

"Baik, tuan!"

...

"Mereka hampir selesai melakukan transaksi. Sebaiknya kita lakukan penyergapan sekarang, sebelum mereka pergi!"

"Baiklah, yang berjadi di luar tetap awasi KLANA. Yang di dalam bersiap melakukan penyergapan!" Panji kembali memberi insturksi.

"Siap!"

...

Sejumlah uang pun diserahkan segera bertukar tangan dengan barang yang diinginkan. Sesaat mereka pun hendak pergi dari lokasi. Namun, saat mereka berbalik,

"Jangan bergerak!" beberapa orang polisi menodongkan pistol ke arah mereka.

"POLISI!!!" salah seorang di sana berteriak dan membuat  seisi club itu gaduh. Seperti sebuah komando, teriakan itu langsung disusul dengan penyerangan kepada para polisi di sana. Baku hantam pun tak terhindarkan. Seseorang memukulan botol ke arah polisi. Kesempatan itu digunakan untuk kabur oleh dua anggota Sarra'.

"Yang di luar, kejar anggota Sarra' itu. Jangan sampai mereka lolos!"

Di luar tiga orang anggota kepolisian telah siap. Namun, tanpa rasa takut dua anggota Sarra' itu terus berusaha melawan dengan melemparkan tembakan ke arah para polisi sambil terus bergerak menjauh dari lokasi.

Sementara di dalam, Panji dan Catur masih terus berusaha melawan serangan bebrapa orang. Mereka terus berusaha untuk keluar dan mengejar Sarra'.

"Tur, kita keluar. Mereka harus tertangkap!"

...

Tak lama Panji dan Catur berhasil keluar dan melakukan pengejaran. Sementara anggota yang lain mengamankan beberapa orang yang melakukan kegaduhan di club. Aksi kejar-kejaran terjadi dalam gang sempit dengan lorong yang banyak. Anggota Sarra' terlihat memisahkan diri. Panji dan Catur pun membagi diri mengejar masing-masing satu anggota Sarra'.

Sembari berlari, Panji menodongkan pistolnya ke arah anggota Sarra' yang ia kejar. Panji melepaskan tembakan tepat ke arah kaki targetnya.

DOOORRR...

Pria itu tersungkur.

"Menyerahlah! Sekarang kau tidak akan bisa lari lagi!"

Sang pria menodongkan pistolnya ke arah Panji dan melapaskan menekan pelakuknya...

"Sial!" umpat pria itu ketika sadar, peluru pistolnya telah habis.

"Menyerahlah!" Panji memperingati dan bersiap memborgol tangan si pria.

Anggota Sarra' itu belum ingin menyerah. Ia pun bangkit dengan kaki yang berdarah. Mengambil sebuah besi di dekatnya dan lantas menyerang panji.

WUUUUFFFF

Panji mengindari serangan dengan menunduk. Pria itu terus mengayunkan besinya ke arah Panji. Dengan sigap Panji pun menghindari serangan. Kali ini Panji berhasil menangkis serangan itu dengan tangannya yang kuat. Besi itu berada di genggaman Panji pada salah satu ujungnya dan sisi yang lain berada di tangan sang pria.

"Ternyata benar!" pria itu menatap wajah Panji.

"Apa?" Panji tak mengerti dengan apa yang pria itu katakan, "kau tahu tentang masa laluku?"

"Lebih dari itu! Kami tahu semua tentang masa lalumu!"

"Siapa kau sebenarnya?"

WUUUUFFF PRAAAAKKKK

Secara tiba-tiba, seseorang menghantam tengkuk Panji dari belakang menggunakan sebuah balok. Panji pun melepas genggamannya pada besi itu dan tersungkur di tanah dan tak sadarkan diri.

"Belu?"

"Bua, kita harus segera pergi. Polisi yang satu lagi sedang menuju ke mari!"

"AAA..." pria yang dipanggil Bua itu merintih kesakitan, "polisi ini berhasil menembakku!"

Belu membopong Bua dan berlari ke arah lorong yang sangat gelap sebelum Catur tiba di sana.

...

Sesaat kemudianCatur pun tiba dan hanya melihat Panji yang terkapar.

"Panji?" melihat kondisi Panji, Catur pun tak melanjutkan pengejaran. Ia menghubungi timnya, "tim, bantu aku, Panji tak sadarkan diri!"

"Baik!"

Panji pun segera mendapat pertolongan untuk dibawa ke rumah sakit. Beberapa saat kemudian ia pun tersadar dan menceritakan semuanya kepada rekan timnya.

"Kita gagal lagi!" Panji menundukkan kepala.

"Kita ini masih baru, Ji!" Catur berusaha menenangkan.

Panji masih menunduk dan terlihat seperti memikirkan sesuatu.

"Kita masih punya banyak kesempatan!" Catur terus memberi semangat.

"Bukan soal itu, Tur! Orang itu bilang dia tahu segalanya tentang masa laluku!"

"Sebenarnya, aku juga punya masa lalu yang kaitan dengan Sarra', Ji!"

Panji terkejut dan lantas menatap Catur, "maksudmu, Tur?

"Keluargaku dibantai oleh mereka empat belas tahun lalu! Tidak ada yang tersisa!" Catur menundukkan kepala.

"Hanya kau, ayahmu dan ketiga saudaramu?"

"Dia bukan ayah kandung, Ji. Dia orang menyelamatkanku dari kesadisan Sarra' dan merawatku dari kecil. Dia sudah kuanggap seperti ayahku sendiri," Catur terdiam sejenak, "saudara-saudaraku yang pernah kuceritakan, mereka pun bukan saudara kandungku. Mereka punya nasib yang sama sepertiku. Keluarga mereka pun dibantai oleh Sarra'."

"Bertahun-tahun kita berteman, Tur. Kenapa kau baru cerita sekarang?"

"Aku hanya tidak ingin mengenang itu semua!"

"Yang sabar, Tur!"

"Aku yang harusnya berkata seperti itu, Ji. Aku sudah berdamai dengan semua itu, aku bahagia walau pun hanya punya saudara dan ayah angkat saja, tapi kami merasa sedarah," Catur tersenyum dan menatap Panji, "aku ingin, kau juga berdamai dengan dirimu dan semua ini."

"Aku hanya ingin mencari tahu tentang masa laluku. Dan mungkin Sarra' tahu soal semua itu. Karenanya, aku ingin bicara dengan mereka."

"Aku akan membantumu!"

"Terima kasih, Tur!" Panji tersenyum, "masih banyak orang yang belum bisa berdamai dengan masa lalunya, para korban Sarra' di masa lalu. Mendengar ceritamu, mungkin masih banyak dari mereka yang sedang tidak baik-baik saja, termasuk KLANA."

Catur tertunduk, "aku jadi berpikir untuk mengumpulkan mereka semua dan membantu mereka untuk lepas dari kenangan masa lalu mereka yang suram."

Panji menatap Catur, merasa ide sahabatnya itu adalah ide yang sangat cemerlang.

"Aku setuju, setelah urusan kita dengan Sarra' dan KLANA selesai. Aku ingin kita mewujudkan itu!"

|"Ya sudah, Ji. Aku pulang dulu. Kau istriahat saja di sini," Catur mendekatkan wajahnya dan berbisik, "besok ada kasus baru!"

Catur dan Panji pun tersenyum.

Malam ini Panji harus menginap di rumah sakit untuk kesekian kalinya.

***

Di balik kegelapan lorong dua orang anggota Sarra' berjalan dengan salah satunya terluka. Mereka tiba di ujung lorong dan berhenti sejenak.

"Tunggu di sini. Aku akan segera kembali membawa kendaraan!"

"AAAA... iya!"

Belu meninggalkan rekannya yang terluka itu.

...

Bua menyandarkan diri pada tembok. Ia merasa sangat lelah dan kesakitan. Darahnya terus menetes. Situasi sekitar sangat sepi dan gelap, tak ada siapa pun di sana. Hingga dari kegelapan terdengar langkah seseorang mendekat dengan sebuah besi di tangannya. Besi itu menimbulkan suara gaduh karena bergesekan dengan tembok dan besi lain di lorong.

"Siapa itu?" Bua menyadari ada seseorang.

Pria itu pun angkat bicara, "hei, Bua!"

...

avataravatar
Next chapter