4 #03 - TIM KHUSUS

Sebuah sosok membentuk bayangan di antara sela-sela malam. Bersembunyi di balik rimbunnya sebuah pohon di depan markas polisi. Mengintai seperti sedang merencanakan sesuatu. Cahaya bulan yang menyusup di sela-sela dedaunan menampakan topeng putih dengan corak-corak mengerikan terukir di sana. Sebuah jubah hitam menjuntai menambah kesan misteriusnya.

"Situasi terkendali, aksi siap dilaksanakan!" bisiknya sambil menekan sebuah tombol di telinganya. Dari suaranya yang sedikit berat menegaskan ia adalah seorang pria.

"Berhati-hatilah!"

Pria misterius itu melompat dan mendarat mulus tepat di bawah pohon. Tanpa senjata, ia melangkah penuh percaya diri ke arah gerbang masuk markas polisi. Mempercayakan identitasnya pada topeng yang ia kenakan. Tak akan ada yang berhasil mengenalinya.

"Ada perlu apa malam-malam begini?" seorang penjaga menghalangi jalan si pria bertopeng.

Tak ada jawaban yang ia lontarkan. Diam, dan masih dengan gaya yang sangat santai melangkahkan kakinya semakin mendekati gerbang.

"Diam di situ, atau kami tak segan-segan menembakmu!" ancam salah satu polisi dengan menodongkan pistolnya. Seperti sebuah komando, dua penjaga lain pun menodongkan pistolnya ke arah sang pria bertopeng.

Yang diancam tak bergeming, masih tetap melangkah dengan santai menuju gerbang. Tak ada senjata apa pun yang terlihat ia gunakan. Selangkah kemudian ia memegang bagian bawah topengnya hingga beberapa langkah. Hentakan kakinya yang berlapis sepatu kulit mengkilap semakin nyaring senada jarum jam terdengar mengerikan.

Tiga penjaga mulai panik. Raut wajahnya semakin menunjukkan ketakutan yang entah karena apa. Beberapa langkah kemudian, ekspresi ketiga penjaga seketiga berubah menjadi sangat ketakutan. Terdengar suara jeritan melingking memecah malam yang tadinya sunyi dan damai.

"AAAAAAAAA..."

...

Sontak beberapa polisi lain yang berada di lokasi terkejut. Teriakan itu bahkan tak hanya terdengar di kantor kepolisian saja, para penghuni asrama yang terletak seratus meter di belakang kantor pun mendengarnya. Semua terbangun.

"Apa yang terjadi?" Panji bangkit dari tempat tidurnya menatap Catur yang juga memasang wajah keheranan.

"Entahlah!"

"Cepat! Siapkan senjatamu, dan bergegas menuju markas!"

Catur mengangguk dan lekas menarik laci meja di hadapan ranjangnya. Sebuah pistol lengkap dengan beberapa butir peluru disiapkannya. Semua siap, mereka membuka pintu kamar dengan menggunakan pakaian seadanya. Terlihat dari beberapa kamar pun telah siap dengan peralatan mereka. Berbondong-bondonglah mereka menuju markas depan.

Di gerbang depan, mereka menemukan tiga orang penjaga terkapar tak sadarkan diri. Tak ada luka sedikit pun. Senjata mereka pun berserakan di tanah. Seseorang berinisiatif memeriksa denyut jantung para penjaga.

"Mereka masih hidup!" lapornya, sambil menganggukkan kepala. Tiga penjaga pun dibawa ke dalam pos jaga untuk diberi pertolongan pertama.

"Yang lain, menyebar dan cari siapa pelakunya!" Panji memberi arahan. Semua sepakat dan langsung berhamburan ke segala penjuru markas.

Panji dan Catur menuju arah dalam kantor. Mengendap-endap dalam gelap mengintai dengan hati-hati setiap ruangan yang mereka lalui. Hanya dengan beberpa kode anggukan, dan gerakan tangan mereka saling mengomandoi dan memberi isyarat.

...

Sementara pria bertopeng telah berada dalam ruangan yang gelap. Merabah sesuatu di kantung jubahnya dan menariknya keluar. Sebuah paket terbungkus map kertas berwarna cokelat muda. Meletakkannya perlahan di atas meja dengan bertulis nama "Anwar" dan jabatan "Komandan". Sangat teliti, sebuah sarung tangan hitam menegaskan lagi bahwa dia tak ingin meninggalkan jejak sekecil apa pun.

Seseorang membuka pintu perlahan. Si pria bertopeng terkejut dan menatap ke arah pintu.

"Siapa kau?" seorang pria dengan jaket khas polisi dan sebuah kumis yang menegaskan bahwa ia telah akrab dengan pengalaman.

Yang ditanya tak menjawab. Yang bertanya berpaling sejenak ke arah saklar lampu di sampingnya dan menekan saklar itu. Sementara sebelah tangannya dengan sigap merah pistol di sakunya dan senada dengan lampu yang menyala, moncong pistol itu telah terarah ke pada si pria bertopeng.

Mengejutkan, dalam sekejam, bersamaan dengan gerakan si polisi yang super sigap, pria bertopeng itu pun telah menghilang dari tempatnya berdiri. Dengan gerakan yang sigap, sang polisi mengarahkan moncong senjatanya ke beberapa arah. Kanan, kiri, atas, dan beberapa sudut. Nihil. Sang penyusup tak ditemukan.

Pintu ruangan terbuka lagi. Seseorang menodongkan pistol. Dengan sigap sang polisi senior mengarahkan moncong senjatanya ke arah datangnya seseorang itu.

"Panji?" dia mengenali siapa yang datang.

"Komandan?"

...

"Misi selesai!" lapor si pria bertopeng melalui alat di telinganya. Sesaat kemudian, ia lenyap dalam gelap di balik rimbunnya pepohonan di depan markas kepolisian.

...

Pagi datang dengan sangat cepat. Pasca penyusupan misterius semalam, markas diselimuti kepanikan. Beberapa anggota yang terlibat ada yang kembali dalam tidurnya. Sementara yang lain ikut berjaga, mewanti-wanti bisa saja sang penyusup kembali atau beberpa orang datang untuk bertindak sebagai susulan dari tindakan sang penyusup sebelumnya.

"Kejadian semalam sangat di luar dugaan."

Panji dan Catur saling tatap sejenak mendengar kalimat selanjutnya yang terlontor dari mulut sang komandan. Dalam benak mereka seolah berkata, "memangnya ada penyusupan yang bisa 'diduga' sebelumnya?". Tak bisa disanggah, ini adalah kalimat mulia dari mulut maha benar sang komandan perang.

"Walau tak ada benda yang dicuri atau penjaga yang terluka parah. Penyerangan semalam patut diwaspadai. Jangan sampai kejadian serupa terulang di kemudian hari!" titah sang komandan melanjutkan kalimat sebelumnya, "bisa saja nanti ia melukai atau bahkan membunuh kepolisian, dan tidak menutup kemungkinan itu adalah salah satu atau bahkan kalian berdua! Tetap berhati-hati dengan sosok bertopeng itu."

Panji tersentak mendengar kata 'bertopeng'. Ia mengingat seseorang yang pernah menyusup ke dalam kamarnya beberapa hari lalu. Namun, pikirannya seketika buyar dengan suara pintu ruangan yang terbuka.

"Selamat pagi, komandan!"

Seorang pria memasuki ruang komandan. Penampilannya sangat sangar, dengan bekas luka yang terukir di wajahnya. Tato yang tergambar di lengan dan lehernya. Rambut ikal yang gondrong sebahu. Dan gelang besi di pergelangan tangan kirinya. Semua itu jelas menggambarkan seberapa hebatnya masa lalu yang telah ia hadapi. Sebatang rokok yang terbakar terselip di antara jari tengah dan telunjuk kanannya.

"Berapa kali harus kukatakan, jangan merokok di ruanganku!" seru sang komandan.

"Maaf, komandan!" dengan suara yang berat dan santai tanpa terdengar nada sungkan atau takut ia menjatuhkan puntung rokoknya ke lantai, lalu menginjaknya.

Si pria menatap Panji dan Catur dari ujung kaki hingga kepala. Memerhatikan secara saksama kedua junior kepolisian ini. Menit selanjutnya ia menatap sang komandan yang memasang senyum sedikit ragu-ragu.

"Mereka baru saja dilantik untuk menjadi tim khusus. Mengingat kejadian beberapa bulan lalu yang terjadi kepada timmu sebelumnya. Saat ini, kaulah yang membutuhkan anggota tim baru!"

"Kenapa harus mereka?"

"Sebagai komandan, saya tahu kalian adalah komposisi yang cocok sebagai sebuah tim."

"Tidak sekit pun menjawab pertanyaanku!"

"Mereka adalah anggota yang berbakat. Baik itu dari segi kecerdasan, maupun kekuatan fisik! Itu yang sangat dibutuhkan dalam timmu yang tak pernah berjumlah normal. Mereka pun punya dedikasi yang baik untuk kepolisian. Saya bisa menjamin, mereka tidak akan seperti timmu yang sebelumnya."

Sekali lagi, ia menatap Panji dan Catur.

"Jika mereka melakukan hal yang merugikan atau tak sesuai dengan apa yang kau katakan, maka aku berhak mengeluarkan mereka dari timku!"

"Sebagai kapten tim, kau punya hak untuk melakukan itu pada mereka berdua!"

Catur menelan liurnya sendiri.

"Ok! Catur, Panji, ini adalah Ramos, kapten tim kalian selama kalian menjalankan misi. Dan Ramos, saya rasa kau sudah membaca biodata mereka sebelumnya. Mereka adalah Catur dan Panji! Selamat bergabung dalam tim!"

Panji dan Catur menjulurkan tangan mereka dengan maksud mengajak bersalaman.

"Aku tak suka bersalaman!" dengan tegas Ramos menolak.

Panji tersenyum. Sementara Catur terlihat sedikit tidak nyaman dengan sikap kapten barunya ini.

"Waktu yang akan membuat kalian saling kenal dan akrab nantinya," sang komandan mencairkan suasana, "saya tak ingin hari ini kalian bersantai-santai."

Panji, Catur dan Ramos menatap komandan menanti kalimat selanjutnya yang akan ia lontarkan.

"Penyusup semalam tak hanya menyisakan tanda tanya mengenai identitasnya. Dia menaruh sebuah map berisi flashdisk. Dan setelah diperiksa, inilah isi flashdisk itu!" sambung sang komandan sambil menekan tombol di laptopnya dan memutar sebuah video yang dari tadi ternyata telah siap ditampilkan dalam sebuah proyektor.

Tampillah sebuah rekaman yang memperlihatkan tujuh orang berjubah berada dalam ruangan yang minim penerangan. Wajah mereka ditutupi dengan topeng. Namun percakapan mereka jelas terdengar.

"Bagaimana persiapan untuk 'acara' kita lusa nanti?" seseorang bertanya.

"Semua telah dipersiapkan dengan matang!" seseorang menjawab.

"Tempat yang akan kami gunakan adalah tempat yang aman!"

"Bagaimana dengan barangnya?"

"Siap, ketua! Aku dan Samba yang akan mengantarkan barang ini pada mereka."

Sebuah koper besar dibuka. Dan jelas terlihat itu adalah narkoba dengan berbagai jenis dan bentuk. Ada yang berbentuk pil obat, kabsul, dan bahkan bubuk. Semua mata yang menyaksikan rekaman itu tercengang. Video selanjutnya menampilkan sebuah peta digital mengenai tata letak kota dengan sebuah titik besar berwarna merah yang berkedip-kedip. Dan menyertakan keterangan di bawah video.

"Lokasi transaksi," di sudut lain tertera waktu yang kemungkinan adalah waktu transaksi akan dilakukan, "08 Mei, 08:20 PM."

"Malam ini?" Catur angkat bicara setelah otaknya mencerna apa yang ia lihat.

Selanjutnya, monitor menampilkan informasi lain, "klien mereka kali ini adalah tiga orang pelajar. Untuk menutupi identitas masing-masing, mereka menyepakati setiap peserta pertemuan harus menggunakan topeng apapun!"

"Siapa yang mengirim informasi sedetail ini?" Panji bertanya, tak harap jawaban.

"Tak usah banyak tanya! Siapkan diri kalian!" Ramos memerintah kepada Catur dan Panji seraya meninggalkan ruangan.

"Apa perlu kusiapkan tim tambahan untuk kalian?" tawar sang komandan.

"Tidak perlu! Kami bertiga akan menuju lokasi empat puluh menit sebelum waktu yang mereka tentukan!"

"Apa?" Catur memasang wajah sedikit terheran.

"Kutunggu kalian setengah jam lagi di lapangan untuk melakukan latihan cepat," Ramos berlalu tanpa memberi kesempatan dua juniornya tertanya atau mengajukan protes.

"Seperti itulah Ramos. Kalian harus membiasakan diri dengan sikapnya itu!"

"Bertiga menyergap lima orang? Ini misi yang mustahil, dan!" Catur mengajukan protes.

"Dia punya masa lalu yang buruk dengan tim sebelumnya."

"Masa lalu?"

"Tanyakan sendiri padanya! Bersiaplah! Ramos menunggu kalian di lapangan!"

Panji dan Catur pun meninggalkan ruangan dan menuju lapangan untuk menemui Ramos. Namun, Ramos rupanya belum ada di sana. Jelas saja, waktu yang dijanjikan adalah tiga puluh menit, namun mereka datang dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Sekitar lima menit kemudian Ramos pun datang dengan mengenakan sweeter dan membawa sebuah kantung plastik besar.

"Cepat juga kalian!" Ramos memuji.

Catur dan Panji menoleh ke arah datangnya Ramos dengan sikap siap sempurna. Ramos pun mengambil sebatang rokok lalu membakarnya dan mulai menghisapnya dalam-dalam. Beberapa menit hening tercipta, tak ada yang berani memulai percakapan pada kapten baru mereka ini.

"Pakai ini!" Ramos menghempaskan plastik besar di hadapan Catur dan Panji.

Panji dan Catur meraih benda tersebut dan melihat isinya. Dua buah sweeter dan dua buah topeng aneh di dalamnya.

"Kita akan menyamar menjadi tiga pelajar itu!"

Panji dan Catur sekali lagi saling tatap dan sejurus kemudian mereka menepi dari lapangan menuju ruang ganti.

"Ganti pakaian kalian di tepi lapangan saja, tidak perlu ke ruang ganti!"

"Siap, kapten!" serentak mereka menyanggupi. Dan akhirnya mereka berhenti di tepi lapangan.

"Jangan terlalu tegas! Mereka masih baru!" komandan tiba-tiba terlihat dan mengingatkan Ramos.

"Mereka harus disiplin!"

Mereka siap. Simulasi dijalankan dan beberapa prosedur dilakukan dengan sangat baik. Tak ada sanggahan ataupun saran, ide yang Ramos terapkan dirasa sempurna oleh para juniornya. Mereka telah siap untuk misi pertama mereka sebagai tim.

...

07:30 PM.

Tim Ramos sudah berada dalam perjalanan menuju lokasi penyergapan dengan atribut lengkap. Lokasi yang lumayan jauh dari pusat kota membuat mereka harus berangkat lebih awal demi misi yang berjalan sesuai prosedur. Belum lagi akses yang sangat sulit. Entah siapa yang menetukan lokasi, rasanya tak mungkin bila para pelajar itu yang menentukannya. Pasti orang-orang bertopeng itulah yang tak ingin rencana mereka terendus oleh polisi. Namun, paket misterius itu cukup menegaskan bahwa pengirimnya adalah orang yang berpihak kepada kepolisian.

Tibalah mereka di lokasi tepat dua puluh menit sebelum kedatangan para brandalan itu. Sebuah lokasi bekas pabrik tua dengan beberapa bangunan yang telah menjadi reruntuhan. Mereka mengintai dari kejauhan. Tak lama dua orang berjubah dan bertopeng datang membawa sebuah koper yang sama dengan koper di dalam video.

"Itu mereka! Ayo bergerak!"

"Siap, Kapten!" jawab serentak Panji dan Catur dalam suasana berbisik.

...

Panji dan Ramos menghampiri dua pria bertopeng itu. Sesuai rencana. Tentunya dengan atribut lengkap ala pelajar kekinian dan topeng yang menempel di wajah mereka.

"Mana teman kalian yang satu lagi?" salah seorang pria bertopeng bertanya kepada calon pembelinya yang dirasa kurang.

"Dia sedang berjaga di luar!" Panji menjawab.

"Menjaga untuk apa? Tempat ini sudah aman!" salah seorang mulai menaruh curiga.

"Dia yang menginginkannya, dia merasa ada yang mengikuti kami, jadi dia akan berjaga untuk memastikan situasi aman," elak Panji.

"Anak muda memang selalu aneh. Lebih mementingkan perasaan mereka, justru itulah yang akan membuat kalian terkurung dalam rasa takut," seorang yang bertopeng itu berargumen.

Seseorang yang lain melangkah maju dengan koper di tangannya. Dibukalah koper itu tepat di hadapan Panji dan Ramos, "ini barangnya, kami tak suka berbasa-basi, cepat berikan uangnya!"

"Ini yang kalian mau, kan?" Ramos menyodorkan sebuah koper yang diasumsikan berisi uang.

Pria bertopeng yang tadi maju, menoleh ke arah kawannya di belakang dan memberi isyarat. Si kawan mulai melangkah maju menuju Ramos.

"Kena kau!" bisik lirih Ramos tak didengar oleh siapa pun.

Koper diraih. Si penjahat bertopeng masuk perangkap. Dan tiba-tiba...

"Polisi! Jangan bergerak!" Ramos menodongkan pistolnya ke arah si pria bertopeng yang kini telah memegang koper pancingan dan hendak melangkah kembali ke tempatnya tadi berdiri. Bersamaan, Panji pun menodongkan pistolnya ke arah pria bertopeng yang lain.

Kedua pria mengangkat tangan dan melepaskan koper mereka.

"Panji, amankan pria di hadapanmu!"

Panji melangkah perlahan dan dengan sigap membekuk tangan pria di hadapannya.

"Polisi bodoh!" pria di hadapan Ramos mengatakan sesuatu. Dan sekarang ia menjentikkan ibu jari dan jari tengahnya, memberi kode kepada seseorang. Dan seketika itu...

DOOORRRR...

Timah panas melesat tepat di bahu kanan Ramos. Pistol di tangannya terjatuh darah pun berkucuran. Pria di hadapannya berbalik dan meraih koper pancingan, seketika itu pula koper di ayunkan menghantam wajah Ramos. Ramos jatuh tersungkur dan topeng di wajahnya terlepas.

"Bodoh! Selama bertransaksi dengan pelajar, aku tak pernah melihat mereka menaruh uangnya dalam koper!"

Sementara itu, Panji terkejut dengan apa yang terjadi pada kapten timnya. Momen terkejutnya Panji ini dimanfaatkan oleh pria yang hendak dibekuknya. Si pria mengayunkan tinjunya ke arah wajah Panji. Panji terdorong beberapa langkah ke belakang. Topeng kayu di wajah panji pun retak dan berbelah menjadi dua, alhasil wajahnya pun terlihat.

"Kau?" pria yang meninju Panji terkejut melihat wajah Panji.

...

Sementara di luar lokasi, Catur terlihat sedang menjalankan tugasnya. Ia dengan sigap membekuk dan memborgol ketiga pelajar yang berhasil ia gagalkan untuk masuk dan bertransaksi dengan dua pria bertopeng yang sedang dihadapi oleh Panji dan Ramos.

DOOORRRR...

Suara senapan terdengar dari arah Panji dan Ramos menjalankan misi.

"Apa yang terjadi?" bisik Catur.

"Mereka tak sebodoh itu, pak!" seorang pelajar tersenyum sinis pada Catur.

"Diam kau!"

...

"Kau?"

DOOORRR...

Catur menembakan pistolnya ke arah pria bertopeng yang sekali lagi hendak menghabisi Ramos. Pria itu terkena tepat di bahu kirinya, koper di genggamannya terlepas. Dengan sigap Ramos memanfaatkan situasi dengan membalas menghantamkan koper ke wajah pria itu. Dia tersungkur, topengnya bergeser sedikit.

Serangan Catur itu membuat pria yang di hadapan Panji terkejut dan memberi isyarat untuk mundur. Ia berlari dengan cepat ke arah hutan bangunan lain menuju ke hutan. Seseorang dengan senapan laras panjang menggunakan topeng terlihat keluar dan menembaki tim Ramos untuk melindungi dua temannya yang hendak melarikan diri.

"Dia adalah seseorang yang disiapkan untuk situasi seperti ini," pria yang berhadapan dengan Ramos bangkit dan menodongkan pistol ke arah Ramos.

DOOORRR...

Ramos terkena tembakan lagi.

DOOORRR.. DOOORRR...DOOORRR...

Tembakannya membabi buta dan membuat para polisi itu harus bersembunyi di balik puing bangunan atau apa pun yang bisa dijadikan tempat berlindung. Dari persembunyiannya Ramos melihat kedua juniornya terus melakukan perlawanan untuk melindunginya sekaligus melumpuhkan musuh, sementara dia nyaris tak berdaya terkena tembakan musuh. Sementara itu, si penjahat berusaha melarikan diri.

Amunisi Catur terlihat telah habis. Sementara si penjahat makin menjauh masuk ke dalam hutan. Sebuah keputusan yang terbilang nekad pun diambil oleh Catur. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Ia berlari dengan tangan kosong ke arah si penjahat. Semakin jauh, mereka pun tak terlihat, begitu pun dengan Catur.

"Apa yang dia lakukan?" Ramos melirik ke arah Panji.

"CATUR!!!" Panji berteriak.

...

Di dalam hutan, Catur terus mengejar dengan tangan mengepal, siap meninju sang musuh. Seorang pria bertopeng muncul di hadapannya. Ia terkejut, napasnya tak beraturan.

"KAUUU!!!" Catur mengeram.

...

Beberapa saat kemudian Catur terlihat keluar dari dalam hutan dengan membawa seorang pria yang babak belur dalam keadaan terborgol dengan topeng yang tak lagi berada di wajahnya. Kondisi Catur pun dalam keadaan yang sangat parah. Lebam di hampir seluruh wajahnya. Dia berhasil menangkap salah satu dari mereka.

"Dengan tangan kosong?" Ramos terheran, begitu juga Panji.

"Menurutmu, Kapten?"

...

Mereka kembali dari medan tempur yang sangat menguras tenaga. Pertarungan yang akhirnya membuat Ramos sedikit melunak kepada dua juniornya ini. Terlebih kepada Catur yang memiliki semangat yang tinggi.

...

"Bagaimana keadaanmu, Ramos?" komandan memasuki ruangannya dan menanyai Ramos yang sedari tadi menunggu bersama timnya.

"Sudah cukup membaik, Dan!" jawab Ramos.

"Catur?"

"Sangat baik, Dan!" jawab Catur dengan tingkah sedikit konyol.

"Ok! Saya ucapkan selamat dan terima kasih atas keberhasilan misi kalian. Setidaknya, dengan menangkap salah satu dari mereka kita bisa menggali informasi lebih dalam dan membongkar kedok mereka!"

Ramos, Panji, dan Catur masih terdiam. Mereka tahu, komandannya belum selesai berbicara.

"Ada informasi penting yang harus kalian ketahui!"

Tim Ramos mengangkat kepala mereka. Siap dengan penjelasan selanjutnya dari sang komandan.

"Mengenai pria yang kalian tangkap kemarin. Hasil penyelidikan berdasarkan data di masa lalu, ia adalah anggota geng mavia terkenal bernama Sarra'. Geng yang muncul sejak dua puluh tahun yang lalu. Awalnya mereka adalah geng sepuluh orang yang disegani banyak kalangan, karena suka menolong. Namun, entah apa yang terjadi, enam belas tahun yang lalu mereka memberontak dan melakukan kekacauan di mana-mana. Ciri khas geng ini adalah menggunakan topeng dengan berbagai macam karakter."

Panji mulai memperhatikan dengan saksama.

"Setahun kemudian mereka tidak terdeteksi lagi, mereka dinyatakan buron. Beberapa rumor menyatakan bahwa, mereka telah bubar karena sebuah insiden yang menewaskan salah satu anggota mereka. Dan beberapa mengatakan, geng ini terlibat masalah internal yang membuat mereka terpecah-belah."

Sang komandan menarik napas sejenak sebelum lanjut bercerita.

"Yang mengejutkan adalah setelah sekian lama. Akhirnya mereka muncul lagi melalui laporan misteris yang kita terima beberapa hari lalu. Saya curiga mereka sebenarnya tak pernah bubarm hanya saja, mereka melakukan semuanya dengan rapi. Hingga aksi mereka tertutupi selama lima belas tahun ini."

Komandan menatap tim Ramos.

"Saya ingin kalian menyelidiki kasus ini lebih dalam lagi. Gali informasi dari pria yang kalian tangkap kemarin. Buat dia bicara banyak hal tentang Sarra' dan apa rencana geng ini," pria berkumis itu diam sejenak, "kalian, siap?"

"SIAP, KOMANDAN!" serentak tim Ramos bersiap.

***

"Akhirnya, kutemukan juga mereka!" sesosok banyangan mengerikan berbentuk seperti manusia setengah binatang berbicara di ruang yang minim cahaya dengan suara yang sangat berat.

...

avataravatar
Next chapter