1 #00 Prolog - GELAP

Pekat malam yang mencekam. Petir menggelegar disertai guratan-guratan cahaya yang mengerikan. Guyuran lebat menambah kesuraman itu. Belum lagi angin yang bertiup sangat kencang dari segala penjuru malam. Tak ada satu pun suara yang mampu menandingi kegaduhan alam malam ini.

DOOORRR... DOOORRR...

Letupan timah panas menggelegar dari balik rumah di tengah sebuah hutan. Dua wajah tak berdosa bersimbah darah malam itu. Timah panas itu berhasil menembus pelipisnya. Sepasang suami dan istri yang malang. Sang istri langsung meregang nyawa, sang suami masih sanggup bertahan dengan sedikit energi yang tersisa. Sementara dua yang lain memamerkan tawa yang sangat kejam di balik kegelapan dan topeng mereka.

"Di mana kau sembunyikan benda itu?" tanya seorang pria bertopeng dengan jas serta kemeja gelap lengkap dengan todongan pistol ke arah mangsanya yang nyaris sekarat.

"Aku tak akan pernah memberitahukanmu!" yang ditanya tak peduli meski nyawanya telah berada di ujung kerongkongan.

"Rupanya kau memilih untuk mati!"

DOOORRR... DOOORRR...

Dua selongsong peluru diluncurkan tepat mengenai jantungnya.

"AAAAA..." teriaknya disertai darah yang mengucur dan bersimbah pada lantai serta jas putih yang ia kenakan malam itu. Matanya baru saja akan tertutup namun sebuah teriakan membuatnya kembali terjaga.

"AYYYYAAAAAHHHH!!!"

Dua pria bertopeng pun terkejut dan langsung menengok ke arah suara. Dari balik kegelapan seorang anak laki-laki berusia sekitar lima tahun berlari menuju jasad kedua orang tuanya. Belum sampai langkahnya, sang ayah justru mencegah.

"La-lari-lah, nak... Ce-pat..."

"Masih hidup kau rupanya!"

Clak.. DOOORRR...

"AYYYAAAAHHHH!!!"

Kali ini dia benar-benar tak lagi bisa merasakan napasnya sendiri. Sayup matanya melihat jasad sang istri yang telah terbujur kaku dan anak sematawayangnya yang berurai air mata. Dengan sangat lirih ia berkata, "Maafkan, ayah!". Dan akhirnya semua gelap.

...

Sementara itu, sang anak terus memandang jasad ibu-bapaknya dengan kucuran air mata. Dengan sikap berani ia meraih sebuah balok dengan tangan mungilnya dan memukulkannya ke arah sang pembunuh orang tuanya.

"Kau jahat!" lirih ia ayunkan pukulan itu.

"Hahaha. Kau ingin ikut dengan kedua orang tuamu?" kata salah seorang dari mereka.

DOOORRR...

Sebuah tembakan akhirnya mendarat tepat di pelipis kanan sang bocah. Seketika ia roboh dari topangan kakinya yang mungil. Jatuh bersimbah darah di lantai yang sama dengan ayah dan ibunya.

"Cari benda itu!" titah si pria bertopeng kepada satu kawannya yang lain.

"Baik, bos!" jawab pria bertopeng dengan badan yang lebih berotot dari kawannya.

Setiap sudut ruangan dari rumah itu digeledah. Tumpukan buku yang tadinya rapi kini menjadi tak beraturan. Alat-alat dan bahan penelitian pun turut dihancurkan. Mencari sesuatu yang mereka butuhkan. Namun sangat disayangkan, hasilnya nihil.

"Aku tak menemukannya, bos!"

"Sial," umpat seorang yang dipanggil bos itu, "di mana si keparat itu menyimpannya?"

Petir menggelegar lagi. Cahayanya menembus kaca rumah dan menampakkan kesuraman di wajah ke dua pria bertopeng.

"Kita kembali ke masrkas!" seru sang bos dengan penuh kekesalan, "bakar tempat ini!"

"Baik, bos!"

Semua bahan bakar yang disediakan telah ditumpah menyebah ke seluruh rumah kayu dengan motif unik tersebut. Pria bertopeng dengan badan berotot mulai menyalakan korek. Namun, dari arah gelap di hadapannya...

PRAAAKKKK...

Sebuah balok menghantam wajahnya dan sebuah paku menggores luka yang panjang di pipinya dan langsung berkucuran darah.

"Bajingan!" pria itu mengumpat.

"Siapa kau?" sang bos terkejut dan langsung mengarahkan muka terkejutnya itu ke arah datangnya serangan. Tak lupa senjatanya telah siap diarahkan.

"AAAAAA..." sosok kecil pemberani yang di kepalanya berkucuran darah berlari dari arah kegelapan dengan wajah menyeramkan menggenggam balok menggunakan kedua tangannya. Dan...

PRRRAAAKKK...

Balok itu menghantam tangan sang pria dan membuat pistol di genggamannya terpelanting. Pria itu terkejut dan jatuh tersungkur, sedetik kemudian ia menerima hantaman bertubi-tubi di kepalanya dan darah pun mengalir deras.

"Kau pembunuh... Pembunuh... Mati kau!" si anak dengan penuh amarah terus melayangkan pukulan.

PRRRAAAAKKK...

"Kau yang mati, bajingan!" pria berotot mengayukan pukulannya dengan sangat keras ke arah kepala bagian belakang si anak.

BRRRUUUKKK...

Seketika si kecil itu ambruk dan penglihatannya mulai berkunang-kunang. Namun, masih berusaha untuk bangkit.

"Kenapa susah sekali membuatmu mati seperti ayah dan ibumu?"

PRRRAAAKKK

Hantaman keras sekali lagi menghujamnya. Dan dia... belum, dia belum mati. Tangan mungilnya masih dapat ia gerakan.

BRRRUUUUWWWW

Api langsung membakar rumahnya. Hujan deras bahkan tak mampu memadamkan api. Bocah itu melihat semuanya di ujung penglihatannya yang mulai samar.

"Bawa dia!" titah sang bos, "buang dia ke jurang!"

"Baik, bos!" si otot besar tak berani melawan kehendak bosnya.

Anak itu dihempaskan masuk ke dalam mobil hitam yang terlihat sangat mewah dan kinclong -mungkin efek terguyur hujan. Anak pemberani itu melihat semuanya; keluarganya yang dibantai, rumah yang terbakar, dan apa saja yang dilakukan si pembantai.

Tibalah mereka di tepi jurang yang terkenal sangat dalam. Tanpa rasa iba, pria bertopeng yang berotot itu menghempaskannya ke dalam jurang. Lalu si pria kembali ke dalam mobil.

"Sudah aman?"

"Aman, bos!"

"Anak itu dipastikan akan menemui ajalnya yang sulit di jurang itu!"

"Anak yang merepotkan," si bos mengelap darah yang berkucuran di kepalanya akibat hantaman bertubi-tubi dari bocah ingusan berusia lima tahun. Ia menatap sapu tangan yang kini berkucuran darahnya, "anak sialan!"

JDEEEERRRRR....

Gemuruh petir disertai kilatan-kilatan, membuat darah kentalnya terlihat jelas walau hanya sekilas. Pria itu menyadari sesuatu...

"Jangan-jangan!!!"

Pria berotot yang sedang menyetir mobil ikut terkejut dan menoleh ke arah spion yang memantulkan wajah si bos di kursi tengah mobil.

...

Sementara anak laki-laki itu terpelanting ke dalam jurang, menghantam batang pohon, kayu, batu dan butuh mungil itu akhirnya terhenti pada sebuah dataran yang banyak ditumbuhi pepohonan.

Beberapa saat kemudian. Ia bangkit dari tempatnya terkapar. Sementara hujan masih terus mengguyur. Si anak berjalan tertatih tak tentu arah dengan tangisan dan air mata yang membaur bersama air hujan serta darahnya.

Langkahnya perlahan mulai terasa berat. Kini ia telah berdiri di tepi sungai yang mengalirkan air dengan sangat deras. Kakinya mulai lemas, pandangannya mulai buram dan akhirnya ia tak sadarkan diri. Lalu tubuhnya terjatuh ke aliran sungai yang deras.

BYYYUUUUURRR...

***

Pagi yang cerah di sebuah pedesaan. Matahari terbit dengan penuh kemenangan, seolah berbusung dada pada hujan lebat semalam. Burung-burung berkicau riang, bergembira mereka selamat dari badai. Senyum sapa para warga melengkapi keasrian desa ini.

Seorang anak gadis berusia lima tahun berlari ke arah sungai dengan riang. Sesekali memanggil ibu yang bertinggal jauh di belakang, kewalahan dengan laju lari sang anak yang angat riang dan pakaian kotor yang dibawanya.

"Ayo, cepat, bu!" si anak imut itu terus memanggil ibunya.

"Hati-hati, nak. Licin!" si ibu mengingatkan.

Si anak asyik bermain air di tepi sungai dan sang ibu harus bersusah payah bertempur dengan pakaian kotor yang menggunung. Mereka tak sendiri, ada pula beberapa ibu lain yang hadir di sana untuk melakukan kegiatan yang sama.

"AAAAA, IBBBBUUUU!!!" si anak tiba-tiba berteriak histeris.

Teriakan sang anak mengagetkan semua orang yang ada di tepi sungai. Takut terjadi apa-apa dengan sang anak, ibu muda itu melepaskan cucian dan sikat dari tangannya. Dengan cekatan si ibu berlari ke arah sang anak.

"Ada apa, nak?"

Si anak tak menjawab. Ia berlari ke arah sang ibu dan bersembunyi di balik tubuh sang ibu. Sang ibu langsung berbalik badan tak sempat memperhatikan sekitar dan langsung menatap anaknya yang ketakutan.

"Ada apa?"

Sang anak menjawab dengan menunjuk ke arah belakang si ibu. Ibu berbalik. Alangkah terkejutnya si ibu melihat tubuh anak laki-laki yang penuh luka terbaring lemah di hadapannya.

Apakah anak ini masih hidup atau itu adalah jasad tak bernyawa yang terbawa arus sungai?

***

avataravatar
Next chapter