2 2. Sukarta

Lasmi berteriak histeris, ia jatuh dan duduk di tanah begitu saja. Masih setia menggenggam buku Iqra dengan harapan bisa menangkal makhluk itu menjauh dan pergi dari hadapannya.

Makhluk itu bergerak sangat cepat, dengan zig zag dan tak tentu arah. Sehingga Lasmi tidak bisa memprediksikan ke arah mana makhluk itu berada selanjutnya. Dia terkejut saat sosok pocong sudah berdiri tepat di hadapannya. Tubuh berbalut kain kafan itu terlihat sangat tinggi dari jarak sedekat ini. Lasmi melongo dengan tubuh bergetar. Dari jarak sedekat itu, anak kecil yang masih polos tersebut, dapat melihat wajah mengerikan yang hanya ia lihat di TV selama ini. Wajah hitam yang ada di depannya, membuat kedua bola mata Lasmi melotot, ia terkejut bercampur takut. Apalagi kulit wajahnya tidak hanya hitam legam, karena ternyata keriput seperti bekas luka bakar yang belum sepenuhnya kering. Kedua bola mata sosok di depannya, berlubang. Tidak ada bola mata apa pun di dalamnya. Hanya memberikan sensasi kosong dan gelap. Saking gelapnya, Lasmi bahkan tidak bisa melihat isi kepala makhluk itu yang seharusnya bisa dilihatnya dari luar.

Makhluk itu terus mendekatkan wajahnya. Memunculkan bau busuk yang menyengat. Lasmi bahkan sampai batuk karena menahan bau busuk dari wajahnya itu. Perlahan sosok yang kini wajahnya sudah berada hanya beberapa sentimeter dari nya, mulai menyeringai. Membuat ekspresi mengerikan bagi Lasmi, hingga tangisnya mulai pecah begitu saja. Suara Lasmi teredam oleh keadaan. Lingkungan di sekitarnya yang memang sepi, membuat anak perempuan tersebut tidak bisa berbuat apa pun. Anehnya lagi suaranya seperti tercekat. Dia berusaha menjerit sekuat tenaga, tapi tidak ada suara apa pun yang keluar dari mulutnya.

Hingga akhirnya Lasmi yang tidak kuat menahan ketakutan jatuh pingsan tak sadarkan diri di tanah yang untungnya tidak basah atau becek. Puas melihat korbannya tak berdaya, sosok tersebut menegakkan tubuhnya. Hendak mencari target selanjutnya yang ingin dia teror juga. Setidaknya dia harus memilih target yang usianya lebih tua, bukan anak kecil seperti Lasmi. Karena yang muncul hanya seorang anak kecil, maka dia memulai aksinya dengan bermain bersama anak tersebut.

Tukin, seorang pemuda berumur 25 tahun, terperanjat begitu melihat sosok pocong berada di dekat halaman rumahnya. Dia yang baru saja pulang dari acara kenduri di desa sebelah, ikut tersentak kaget. Ia pun menjerit, meneriakkan sebutan sosok tersebut. "Pocong!"

Sosok yang sedang menjadi pusat perhatian Tukin, lalu menoleh, dan kembali menunjukkan ekspresi menakutkan seperti yang telah dilakukannya pada Lasmi. Kali ini, targetnya jauh lebih kuat dari anak gadis yang sudah terkapar di tanah dekat pagar halaman rumah Tukin.

Tukin kembali menjerit, dan berteriak hal yang sama. Satu kata penuh makna, dan membuat beberapa rumah di sekitarnya mulai berisik. Lampu lampu yang awalnya padam, mulai dinyalakan. Walau nyala terangnya redup, tapi mampu membuat kondisi di tiap ruangan sedikit terang. Beberapa jendela terbuka, pemilik rumah melongok keluar, dan ingin memastikan apa yang sebenarnya terjadi sebelum memutuskan keluar rumah. Mereka yang masih setengah sadar karena baru saja terlelap, lantas mengucek mata ingin memastikan penglihatan yang mulai kembali sepenuhnya.

"Kin? Kenapa?" tanya Pak Karso yang rumahnya berada di seberang rumahnya. Tukin menoleh lalu tangan kanannya menunjuk ke arah makhluk yang masih berdiri di posisi yang sama.

Pak Karso mengikuti arah tangan Tukin, lalu sontak dia malah menutup jendela ruang tamu, dan beristigfar terus menerus. Lampu ia padamkan, dan membuat rumah itu gelap lagi seperti beberapa saat lalu.

Tukin yang panik karena merasa ditinggalkan begitu saja, lantas kembali menjerit dengan kata yang berbeda. "Tolong! Ada pocong! Tolong!" Tukin terus menjerit sambil tengak tengok ke sekitar.

Hal ini menimbulkan kehebohan lain, dan para tetangga yang ada di sekitar akhirnya muncul dari rumah masing masing. Mereka ikut terkejut dan panik. Lucunya sebagai makhluk halus, pocong yang muncul kali ini justru terlihat ingin eksis di depan warga desa. Saat ketahuan oleh banyak orang pun, dia tetap berdiri di tempatnya seperti ingin disaksikan lebih lama oleh mereka.

Warga pun mulai heboh, mereka sibuk berdiskusi dan bertanya tanya, tentang makhluk itu. Sampai akhirnya mereka mulai mengambil garam kasar dari dapur. Beberapa orang mengatakan jika bahan dapur yang satu itu memang dipercaya dapat mengusir makhluk halus yang ada di sekitar kita.

Garam kasar menjadi salah satu bahan yang tak disukai hantu. Beberapa orang mengatakan makhluk halus tak akan bisa mengejar jika orang menaburkan garam kasar.

Garam kasar berbeda dengan garam dapur karena bentuknya berbulir besar dan mirip kristal. Garam ini banyak dijual di pasar tradisional.

Selain ditaburkan, garam kasar juga bisa dibakar untuk mengusir hantu. Letupan garam yang terbakar, kabarnya akan membuat mata hantu menjadi perih. Belum juga pergi dari hadapan mereka, kini warga mencoba cara lain.

Tapi tiba tiba sosok tersebut melayang ke udara, dan melesat cepat hingga membuat warga terperanjat dan menganga. Mereka masih berisik dan membahas bagaimana takutnya perasaan mereka melihat penampakan pocong yang baru pertama kali terjadi desa tersebut. Sampai akhirnya Tukin melihat Lasmi yang masih tergeletak begitu saja, tak mendapat perhatian dari warga lain.

"Hey, itu ada anak kecil! Tolong!" kata Tukin lalu berlari ke arah Lasmi dan mengangkat tubuh mungil itu.

Warga berbondong bondong datang, dan melihat anak siapa yang telah diganggu makhluk tadi. Karena mereka merasa anak anak mereka berada di rumah dan sedang tidur.

"Walah! Ini sih anaknya Nardi!" pekik salah satu warga.

"Nardinya Tuti? Oalah, kasihan sekali anak ini!"

"Cepat! Bawa anak ini pulang ke rumahnya!"

Tukin membopong tubuh Lasmi yang lemah itu dan berlari kecil agar lekas sampai ke rumah Nardi.

Sebagian warga ikut mengantar Lasmi pulang, sebagian lainnya justru tetap berada di sana, dan membahas sosok yang meresahkan mereka tadi.

"Kok wajahnya nggak asing, ya? Kalian lihat tidak tadi?" tanya Wirya, pada teman sejawatnya yang masih bergerombol di dekat sosok tadi berdiri. Tempat itu memang meninggalkan jejak gosong di bagian bawahnya.

"Iya. Mirip siapa, ya?"

"Tunggu! Bukannya itu mirip sama ... Sama ...." Rasno melirik ke sebuah rumah yang terletak di ujung. Rumah kosong itu sudah 20 tahun tidak ditempati dan hanya meninggalkan puing puing bekas dibakar. Di depan halaman rumah itu juga dipasang palang bambu yang membuat orang akan sulit masuk ke dalam halaman rumah tersebut.

Mereka ikut menoleh, dan seketika mata mereka melotot. Seolah sependapat dengan kata kata Rasno tadi.

"Bener juga, ya! Kenapa wajahnya mirip Karta? Sukarta?!"

avataravatar
Next chapter