1 Arc 1 "Matahari di waktu yang salah"

sebuah pagi yang mendung berawan di SMA Hijau, terdengar suara hiruk pikuk para siswa nya, seolah tidak terpengaruh oleh cuaca yg kurang bersahabat.

Lorong yg berada di depan kelas 2-b.

"heeyy!!!" sembari menepuk salah satu punggung temannya *plak*

"oowh!" kaget, sembari mengusap-usap punggungnya "adu..duh, pagi2 udah berisik aja, dasar matahari cerewet.." Apta menunjukkan muka malasnya

"ahahaha, pagi Apta, Digta!!! ya kali kita mau ikutan murung kayak awan di atas" nada tinggi milik Dipa membuat suasana disekitarnya menjadi sedikit berisik

"yo, pagi Dipa, liat kamu ceria begni.. matahari yg asli juga kalah sih ini, ahahaha" Digta menyapa Dipa sembari tersenyum

"kalah.. jauh… cerewetnya"

"bisa aja siiih!!! *plak* Dipa memukul punggung Apta lagi

"duh!!" *usap2 punggung*, "coba sana kasih sapaan spesialmu ke Digta"

"ahaha, kapanpun sy siap terima sapaan hangat kayak gtu"

"yeee, kalo sapa kayak gitu ke Digta, aku yang gak siap, bisa habis kena pukulan dari atlit karate macem dia!! dengan nada setengah mengejek tapi takut

"sedih sy, gak mungkin lah sy mukul temen dekat dari SD, mana tega diriku" sahut Digta dengan senyum polosnya

"terus kejadian pas kemah SD itu apa?!" Apta dan Dipa menyahut secara bersamaan. Lalu mereka saling menatap sebab tidak menyangka akan menyahut secara bersamaan

"wiih, kompak banget kalian. Bentar deh, pas kemah? emang ada apa ya? gak inget sy"

"gak inget?! temen deket mu ini sampe masuk angin tiga hari?! gak inget karena siapa?!" Dipa mengeluarkan nada kesal dan meninggi akibat mengingat kembali kejadian itu

*pfft* "diinget-inget tetep lucu" Apta mencoba untuk menahan tawanya

"puasin ketawa!" Dipa mencoba memukul Apta lagi

*Apta menghindar* *oit*

"itu loh Digta, waktu kamu dekat sungai, terus Dipa tiba-tiba nepuk pundak kamu dari belakang.. terus kamu banting ke arah sungai. Ahaha" Apta mencoba mengingatkan kembali

"hmmmm" Digta mencoba mengingat) "bentar bentar…. Kemah.. SD….. sungai… oh!!"

"iya ya, sy inget! waktu itu Dipa gak kedengeran langkah kaki nya, begitu ada yang nepuk ya otomatis dong bela diri" Digta tertawa

"hiiih, bela diri kok di pake sama temen, temen deket lagi!, sudah gitu, niat baik mau manggil temen biar gak kesurupan sendirian deket sungai, malah dibanting, kecebur pula!!" Dipa yang malang menjabarkan kesialan yang menimpanya

"ya maaf dong temenku yang baik hati dan gak pendendam, nanti sy traktir mie ayam deh di kantin"

"iih, bener loh ya.. yang porsi gede" Dipa terbujuk

"dih murah" Apta menyahut dengan tatapan malas ke arah Dipa

"biarin, yg penting kenyang"

"hahaha, nah gtu dong" Digta senang sahabatnya mau untuk memaafkannya

Mereka bertiga kemudian masuk ke kelas, namun Apta masih berada di dekat pintu masuk.

"kenapa Apta?"

Apta terdiam sejenak "gak, gak ada apa-apa" sembari menatap Digta

Digta dan Dipa tidak tahu, bahwa Apta berada di tempat kejadian sewaktu insiden "terbanting ke sungai" itu terjadi, dan dia tahu, kebenaran apa yg tersembunyi di baliknya. Namun cerita ini akan di bahas di lain waktu.

di dalam kelas 2-b, para siswa sudah ramai dan bercanda sebelum jam pelajaran pertama mereka dimulai. Digta menuju bangku nya yg berada di depan, Dipa menuju bangku nya yg berada di tgh2, dan Apta menuju bangkunya yg berada di pojok belakang kelas.

"ah, selamat pagi bu waktu! Digta menyapa teman sebangkunya

"selamat pagi bapak ketua kelas yg terhormat" Erin membalas sapaan Digta dengan nada pasrah

"hahhaha, sudah pasrah ya dipanggil kayak gtu" Digta menggoda Erin

"haah, salahin temenmu itu, si matahari, bisa kompak ngajak satu kelas buat manggil aku kayak gitu" Erin menghela napas panjang

"ya tapi kan cocok, waktu = wakil ketua kelas. Dan lagi, kamu emang yang paling rajin dateng ke sekolah kan, sang ratu yang tidak pernah terlambat!" sahut Digta dengan tegas

"apalagi julukan aneh itu.., ngomong2, tolong panggilin pak Cipto dong, kelas hrusnya dh mulai dri 2 menit yg lalu"

"o iya ya? Ok2" Digta berdiri dari bangku miliknya

*teeeettt* (suara bel berbunyi, tanda pelajaran pertama dimulai)

Digta menoleh ke arah Erin

"*pffft* memang deh, bener2 ibu waktu* timpal Digta dengan nada jahil

Dengan muka kesal Erin menjawab " haah, udh sana pergi, tolong jgn buang2 energi aku pagi2 gini"

"ahahaha, siap laksanakan bu waktu!" Digta melakukan pose hormat, sembari menuju ke arah pintu kelas

Digta berjalan dan perlahan menjauh ke luar kelas, namun pada saat itu pula, Erin mengarahkan pandangan matanya ke arah Digta. Dengan postur tubuh yg menghadap kearah buku di mejanya, sehingga siapapun tidak akan ada yg menyadari tatapan tersebut, kecuali Apta dari bangku nya di pojok belakang kelas.

"hmmm" Erin menghela napasnya, lalu tersenyum kecil

Dapat terdengar suara berisik dari para siswa, saling mengobrol tentang banyak hal, walaupun hampir seluruh suara berisik tersebut berasal dari Dipa.

"yo!" terdengar suara Doni, teman sebangku Apta, kemudian dia duduk di samping Apta

"pagi" sapa Apta, menimpali sapaan Doni

"heran liat si Dipa, cuaca mendung adem gini, dia penuh energi dan berisik gtu (ketawa). Hebatnya, itu anak2 gak bosen2 nya dengerin celotehannya"

"gak usah heran, dia begitu dari SD. Tidur aja masih bisa gerak2 dan berisik" Nada Apta terdengar sedikit lelah dan jengkel ketika menjelaskannya

"hahaha, yang bener?!. Hmmmm, iya juga sih, kalian bertiga katanya udah temenan dari SD ya? si Dipa di panggil matahari… trus Digta dipanggil.." Doni berusaha mengingat

"bulan.. si Digta dipanggil bulan"

"nah itu bulan.. kenapa bisa di panggil gtu mereka?" sahut Doni penasaran

" Dipa orangnya begitu, penuh energi, ceria, cerewet, tapi bisa buat mood orang2 disekitarnya bagus. Seperti matahari, terang dan memberi semangat. Sedangkan si Digta orangnya tenang, bisa menyelesaikan masalah, dan bisa diandalkan. Seperti bulan, sejuk dan menenangkan"

"oooh, bener juga sih. Bisa pas gitu ya panggilan mereka. Terus?"

"hmmm?" Apta tidak mengerti maksud Doni

"ya trus panggilan kamu apa? Pasti punya juga dong?"

Apta hanya terdiam

"ANGIN!!"

"woi!!! Gila kaget..." Doni terkejut dan mengusap2 dadanya

"aahahahaha" tawa Dipa dengan keras

"angin? kenapa Apta dipanggil angin?. Kirain kalo kalian matahari sama bulan, Apta bakalan dipanggil bintang gtu"

"no no, Apta itu orangnya kalem, tapi pas aku kelewat berisik, dia bakalan negur aku, begitu juga pas aku panik. Trus, kalo Digta butuh semangat, cuman Apta yg bsa nyemangatin. Dy kayak angin, buat sejuk ketika panas, dan buat perasaan nyaman di malam hari. Hehe, keren gak tu?!" nada Dipa sedikit bangga

"hoooo, yah walaupun gua blom pernah liat sih sisi Apta yg gk kalem"

"wah, kalo gitu harus denger cerita waktu lomba lari pas…" Dipa sudah siap untuk membongkar aib milik Apta

"woi cerewet, duduk sana ke bangkumu"

"wahaha, kenapa? Takut aib kebuka ya?!" wajah Dipa penuh kemenangan

Apta dan Doni duduk rapi dan melihat ke arah depan.

"woi kalian ini, kok malah cuekin aku….." Dipa menoleh ke arah belakang

Dipa melihat wajah kaku dengan kumis tebal, berdiri di depan kelas, dengan Digta di sebelahnya, sembari mengisyaratkan Dipa untuk duduk di bangku nya.

ya, itu pak Cipto, guru matematika mereka, pria paruh baya dengan seragam rapi sambil membawa penggaris segitiga besar di tangannya, menatap langsung kearah Dipa.

"PRAJURIT! SIAP!" suara pak Cipto dapat terdengar jelas di seantero kelas

Dipa buru-buru kembali ke bangkunya, lalu semua siswa berdiri.

"SIAP GERAK! BERI HORMAT!" Digta memberi aba2 di depan kelas

"selamat pagi pak!!" seluruh siswa di dalam kelas menyahut secara serentak

"bagus, silahkan duduk.untuk tugas kalian, Dipa yang pertama maju untuk mengerjakan"

Pak Cipto merupakan guru yang terkenal tegas dan menyeramkan di SMA Hijau. Beliau merupakan kelahiran tahun2 ketika perang masih dapat terlihat dan terasa sangat jelas, sehingga perilaku2 di jaman tersebut masih ia terapkan hingga sekarang.

*pfft* "siap2 deh dipukul pake penggaris" Apta berbisik kepada Dipa

Dipa maju dgn pasrah ke arah papan tulis, matematika adalah mapel bebuyutannya. Kemudian Dipa lewat di samping Digta.

*psst* "santai, nanti saya bantu"

Dipa mengeluarkan sebuah senyuman dari orang yang terselamatkan.

"Digta!! Kalo kamu bantu Dipa, berarti kamu siap buat di pukul juga!" pak Cipto menghilangkan harapan satu2nya milik Dipa

"TIDAK PAK, MAAF PAK!" Digta menyahut seketika

"duh, mau nangis *hiks*" Dipa maju ke depan sembari menggerutu

selang beberapa waktu, terdengar suara penggaris kayu yang mengenai tubuh seorang siswa malang yang tidak dapat menjawab soal dengan benar. Tentu saja, rasa sakit nya tidak sebanding dengan rasa malu yg di dapat. Begitulah awal dari hari-hari yang normal di kelas 2-b.

jam istirahat, di perjalanan menuju kantin sekolah.

"duh… masih kerasa sakit, di awal pelajaran udah sial aja *hiks" Dipa mengusap-usap bagian tubuhnya yang terasa sakit

"makanya, kalau teman ngasi tau itu di denger" Apta menimpali

"aaaaaaaaa, ksi tau itu yg jelas!! Jangan kode2 gak jelas gtu!" wajah cemberut Dipa dapat terlihat dengan jelas

"maaf ya Dipa, maunya bantuin, eh pak Cipto nya nyadar" nada Digta sedikit sedih

"Digta sih udh baek banget, beda ama yang satuan, ketawain doang bisanya"

"saya gak dengar apa2" Apta menutup telinganya

"temen apa coba ngetawain temennya yang… "Dipa mengoceh terus

"hahahha, kalian emang akur banget"

suara omelan Dipa terus terdengar sepanjang jalan menuju kantin, diiringi dengan suara tawa Digta dan muka malas dari Apta.

mereka bertiga duduk di sebuah meja panjang di pojok kantin, dekat dengan taman terbuka sekolah. Dipa menikmati mie ayam porsi besarnya dengan lahap, sembari terkadang berbicara dengan Apta & Digta. Digta menikmati nasi goreng miliknya, sementara Apta memakan roti sandwich dengan menjadikan kelakuan Dipa sebagai hiburannya.

" jadi tau kan kalian sekarang? Ternyata si Queen anak cheerleader itu…., eh! Itu bu waktu! HOOOII!! BU WAKTU! SINI SINI! GABUNG SINI!"

"woi, muncrat tuh, yg bener aja" Apta terlihat kesal terhadap sikap Dipa

"belom aja sleesai ceritain si Queen" sahut Digta penasaran sembari memakan nasgor nya

Erin menoleh sebentar ke arah mereka bertiga, kemudian ia memesan paket ayam lalapan ke ibu penjaga kantin. Setelah itu, ia berjalan ke meja tiga sekawan itu dan duduk di sebelah Dipa.

"nah, sini sini . Wih komplit amat makan siangnya bu waktu! 4 sehat 5 sempurna!

Erin menghela napas "haah, tubuh kita kan butuh nutrisi dan vitamin yang lengkap, aku justru heran sama kalian... Makan siang roti aja cukup?" sembari melihat ke arah Apta

" yep" Apta memberi jempol tanda ok ke arah Erin

Erin menggelengkan kepalanya "suka-suka kalian deh, tapi inget, waktu istirahat gak sampe lagi 10 menit lagi"

"ahaha, santai aja bu waktu. Lagian guru kesenian bilang kita belajar sendiri buat sekarang" sahut Digta

"bapak ketua yg terhormat terlalu santai" Erin membalas dengan nada hampir datar, namun dapat terasa kalau ia sedikit kesal

"lagi 10 menit?! Waduh, harus cepet sih ini (makan buru2), o iya!! Jadi si Queen itu ternyata" Dipa melanjutkan gosip nya dan makanannya muncrat kesana-sini

"woi!" Apta menggerutu

"ahahaha" Digta hanya tertawa

situasi makan siang yang sangat riuh, maklum, dimana ada Dipa si matahari, suasana sudah dapat dipastikan akan jauh dari kata tenang. Erin menyantap makan siang nya sembari berusaha mengikuti pembicaraan Dipa. Sesekali ia menoleh ke arah Digta.

"anak cowok memang porsi makannya sebanyak itu kah?" pikir Erin dalam hati

tatapan Erin tersebut di sadari oleh Apta.

"hmm? Kenapa?" Digta menoleh kearah Erin

"ada yang heran ngeliat nafsu makanmu Digta, baiknya sih kmu jelasin kenapa kmu makan sebanyak itu" Apta mencoba menjelaskan

"eh?.... ah…." Erin sedikit tidak menduga kalau Apta bisa menyadari apa yang dia pikirkan

"oh ini? Iya ini kebiasaan saya sebelom mulai latihan karate. Banyak latihan butuh banyak energi dong!" Digta menunjukkan lengannya

"ooh, aku kira itu hal yg normal"

"buat Digta sih itu normal banget, dari dulu emang kuat makan dia"

"iya juga sih" Digta tertawa kecil

beberapa menit berlalu.

"aku duluan ya teman2, untuk jalan ke kelas butuh 3 menit lebih"

Erin membereskan sisa setelah makan yang ada di hadapanya dengan sangat teratur dan rapi, gerakan nya yang presisi itu sangat indah untuk di lihat, hampir seperti robot yg terprogram dengan baik.

"duh buru2 amat sih bu waktu, santai aja dlu *nyam nyam*" Dipa mencoba berbicara sembari mengunyah makanannya

"tolong kunyah dlu, baru bicara" Apta masih kesal dengan kelakuan Dipa yang satu itu

"iya iya *nyam nyam*"

"perlu saya bantuin bawa nya tuh?" Digta menawarkan diri untuk membantu Erin

"gak, gak perlu, makasi. Aku dluan ya"

sembari berjalan menuju ke bibi penjaga kantin, Erin membawa piring sisa makan siangnya, setelah itu ia berjalan menuju kelas. Apta melihat bahwa Erin mengecek trus jam tangannya sembari berjalan, dan Erin menggosok jari telunjuk nya dgn menggunakan jempolnya. Di sisi lain, Digta melihat Erin sembari menggaruk garuk pergelangan tangan kirinya.

Apta tahu betul, itu kebiasaan Digta ketika ia berada dalam keadaan canggung, cemas, dan khawatir. Kenyataan bahwa Digta melakukan kebiasaannya itu, membuat Apta dapat menerka kurang lebih apa yang sedang terjadi disini.

"hoi, nanti habis latihan mau pulang bareng? Ato gmna?"

"ah! oh pulang.. ya, pulang bareng aja, kan latihan eskul drama selesainya barengan sama eskul karate." Digta sedikit melamun

"ok, yuk kita balik ke kelas" ajak Apta

"ayok ayok" Digta membereskan piringnya

"woi kalian tungguin dong, aku blom slese nih, tega!!" rengek Dipa

"makanya, makan selesein, jangan makan dikit, ngobrolnya yang banyak" Apta menggeleng-gelengkan kepalanya

"iiiih" Dipa buru2 menghabiskan makanannya

istirahat makan siang pun selesai, mereka bertiga kembali ke kelas.

*teeeettttttt*

bel panjang berbunyi, tanda pelajaran hari itu telah selesai. Para siswa membereskan peralatan tulis mereka dan bersiap2 untuk pulang. Beberapa dari mereka ada yang bersiap untuk kegiatan eskul.

Apta, Erin, dan Dipa mengikuti eskul drama dengan Erin sebagai ketua eskul, Apta sebagai coordinator, dan Dipa sebagai pengurus berbagai macam hal. Di sisi lain, Digta mengikuti eskul karate, sekaligus ketua eskul tersebut.

"dluan ya teman2" Digta pamit menuju eskul karate nya

"ok2" Dipa dan Apta menyahut berbarengan, Erin hanya mengangguk

Digta kemudian berlari keluar menuju lapangan tengah dan bergabung bersama anggota eskul karate lainnya.

"kalo gitu, kita juga ke ruang eskul drama"

"bentar2, masih beres2 nih.. duh ilang kemana lagi penghapus tu" Dipa sibuk mencari

"hmmm, kita duluan aja, sekalian buka pintu ruang eskul, kamu nyusul aja ntar" Apta bersiap untuk pergi

"aku ambil kunci ruangan dulu kalo gitu" sembari merangkul tas nya dan beranjak pergi

Apta menuju ke arah pintu kelas dan bersikap seolah-olah akan menutup pintu tersebut.

"hayo cepet, kalo gak saya kunci nih"

"wooiii, bantuin nyariin penghapus keq, malah mau ngunci pintu!" raut muka Dipa ingin menangis

"hahaha, cepet makanya."

di ruang eskul drama.

"oke ya temen2, kita ulangi lagi dialog ketika sang putri tikus di hadang di tengah hutan oleh bangsawan tikus yang menyukainya. Semua stand by… action!" Apta memberi aba-aba.

"putri tikus!! Sadarlah! Dia itu seorang kucing! Musuh bebuyutan kita! Apa yg ada di pikiranmu ketika kau ingin menemuinya?!" suara Dipa terdengar dengan jelas

"tolong menyingkirlah tuan tikus yg terhormat… aku… sudah tidak dapat membohongi perasaan ku sendiri" Erin menghayati perannya

"perasaan?! Perasaan kau bilang?! Dia hanya melihatmu sebagai mangsanya! Begitu dia memangsamu, maka selanjutnya kerajaan tikus kita ini yang akan musnah!!"

"aku sudah tidak peduli.. lagipula dia bukanlah kucing yg seperti itu.. hanya dia yang melihatku berbeda, tidak semata mata hanya sebagai seorang putri!"

"putri sadarlah!!! Kau hanya akan terluka bila bersamanya" nada Dipa sedikit datar

"stop!!, bagian tadi agak sedikit datar ya" Apta menyadari hal tersebut

"duh, bagian paling susah menurutku tuh, contohin dong Apta"

"hmm, disitu harusnya nadamu bisa naik sedikit, jadi keliatan marah sekaligus putus asa gtu. Oke deh, saya contohin"

"Erin, kita ulang dari yang dialog akhir ya"

"ok"

"aku sudah tidak peduli.. lagipula dia bukanlah kucing yang seperti itu.. hanya dia yang melihatku berbeda, tidak semata mata hanya sebagai seorang putri!"

"putri sadarlah!!! Kau hanya akan terluka bila bersamanya!!"

"tolong minggirlah!! Justru aku semakin terluka dengan tetap berada di kerajaan tikus ini!!

"putri!!! Aku membutuhkanmu!! Buka matamu!! Apa yang mungkin kau lihat dari seekor kucing!!

*plok plok plok*

seisi ruangan terbawa dalam atmosfer yang diciptakan oleh akting Erin dan Apta.

"wooooh, gila! Beda kasta emang kalo ahlinya yg main!" Dipa senang

*plak* Apta memukul pundak Dipa dengan kertas naskah yang di gulung. "yang serius matahari cerewet! Ini kan peranmu"

"aduh! Iya iya, cuman muji doang salah"

"haaah.. oke kita ulang lagi ya temen2. Waktu buat festival sekolah lagi sebentar, kita harus semakin giat latihan."

"Ok2"

kegiatan eskul drama selesai, para anggotanya bersiap untuk pulang. Apta, Erin, dan Dipa masih beres2 meja dan kursi untuk dirapikan ke posisi semula.

Dipa merasa lelah "fuuuhhh, udh latihan sampe kayak gini, pasti pas hari pertunjukkan bisa sukses besar, ya gak sih?"

"latihan yang banyak dan keras, belum menjamin berhasil… banyak kejadian yang…" belum selesai Erin menimpali, Dipa sudah memotongnya

"duh bu waktu!! Jangan ilangin rasa optimis aku yang baru muncul dong *hiks*"

"eh… maaf, aku cuman bilang beberapa fakta soal kejadian2 gak terduga"

"udh gak usah di tanggepin itu si Dipa, dia sih mau kiamat juga bakalan optimis, walaupun habis itu ujung2nya nangis"

"memang deh, temen deket rasa musuh bebuyutan"

"saya gak denger apa2" Apta kembali menutup telinganya

"ahaha" Erin tertawa kecil

"kayaknya udh beres semua nih, kita siap2 pulang juga" Apta melihat sekeliling

mereka bersiap-siap untuk pulang. Namun Apta menyadari sesuatu… Dipa memandangi naskah drama mereka, naskah dengan sampul putri tikus dan pangeran kucing yang berusaha saling menggapai. Dipa menggenggam erat bagian samping celananya dan terlihat sedikit cemas. Ya, itu adalah kebiasaan Dipa ketika dia ragu untuk melakukan sesuatu.

entah karena sudah lama berteman dengan Dipa, atau karena ia memiliki insting yang bagus, Apta merasa bahwa kebiasaan Dipa tersebut ada hubungannya dengan Erin.

"sepertinya Dipa ingin membicarakan sesuatu dengan Erin" pikirnya dalam hati

"eh, saya liat si Digta dulu ya, tadi udah janji mau pulang bareng" Apta berjalan meninggalkan ruangan

"oh, ok" Erin menimpali

mendengar nama Digta disebut, Erin memperlihatkan sikap yang agak terkejut. Lagi2, Apta mendapati Erin melakukan gerakan menggosok jari telunjuknya dengan ibu jari nya. Hal tersebut semakin membuat Apta yakin akan satu hal.

"hmm… dia ternyata…"

lalu Apta berjalan keluar dari ruangan eskul. Di sisi lain, Dipa menghampiri Erin.

"eh bu waktu, bsa ngbrol bentar gk?"

"boleh aja kok Dipa, ada apa?" Erin menyibak rambutnya

"jadi gini…"

Dipa terdiam sejenak.. suasana ruang kelas yang sepi pada sore hari, suara angin semilir, suara para siswa yg samar terdengar….

"*ehem!* Kartana Erina Ginanita" Dipa menyebut nama lengkap Erin dengan nada rendah

"eh? Kok tumben kamu manggil aku gi...."

Erin menyadari, dari cara Dipa memanggilnya, tatapan yang ia lihat di depannya… terlihat sangat serius.. ia sadar, hal selanjutnya yang akan terjadi adalah hal yang tidak akan ia mengerti.

"Kartana Erina Ginanita… kamu itu wanita pertama yang menarik di mataku… saat bersama banyak orang.. bahkan saat bersama Apta & Digta… semua itu berbeda saat bersama kamu…"

Erin terdiam.. pikirannya sedang berusaha mencerna apa yang sedang terjadi di hadapannya… namun percuma, ia tidak mengerti.

"saya cuma ingin bilang satu hal….saya tertarik kepadamu, saya ingin menghabiskan waktu lebih banyak denganmu.. bukan sebagai teman, tapi sebagai orang yang bisa lebih dekat kepadamu lebih dari siapapun….. maukah kamu menjadi pacarku?"

"eh?" Erin tertegun

waktu seketika terasa seperti berhenti, suasana menjadi hening… Erin berdiri di hadapan Dipa dengan mata sedikit terbelalak, Dipa berdiri di hadapan Erin dan menatap matanya dengan serius.... Sementara di luar ruangan, Apta hanya bisa terdiam mendengar hal itu….. dia terdiam bukan hanya karena mendengar hal mengejutkan yang berasal dari dalam ruangan, namun juga karena di hadapannya berdiri temannya.. Digta… dengan ekspresi kaget dan bingung secara bersamaan.

Apta yang sudah mengamati perilaku dari Digta dan Erin, tahu persis, ada sesuatu yg timbul diantara mereka berdua, sehingga pengakuan cinta dari Dipa yang baru saja didengarnya itu, memiliki efek kaget yang luar biasa untuknya.

"....Apta….. yang baru saya denger itu…. Beneran?" Digta berbicara dengan lirih

".... Iya… kita sama2 denger kan…"

"oh….. ternyata Dipa…, ahahaha, bisa juga dia suka cewek ya! tadinya saya udah khawatir kalo dia ada gmna2 gitu"

suara tawa yang dipaksakan itu terdengar sangat menyakitkan untuk teman dekat seperti Apta.

"Digta.. kamu…."

"eh bentar ya! saya ambil tas dlu, biar kita pulang bareng!" Digta buru2 pergi dari depan ruang eskul drama

"...….haahhh….. jadi ribet nih." Apta menghela napas panjang

sore itu, hari seharusnya berakhir dengan tenang, seharusnya mereka bertiga pulang bareng seperti biasanya…. Namun hal tak terduga terjadi… sekarang, angin berada di antara bulan dan matahari…

-----(Arc 1 "Matahari di waktu yang salah")-----

avataravatar
Next chapter