1 Lingkungan Baru

Grizelle atau yang biasa disapa dengan Rizel berjalan menyusuri mahasiswa dan mahasiwi yang duduk dekat dengan tanda pengenal. Rizel menyusuri tanda-tanda yang berjejer itu untuk mencocokkan nama kelompok yang ia dapatkan untuk ospek kali ini. Ya, Rizel baru saja memasuki dunia baru dalam hidupnya. Tentu saja di tempat yang baru dan juga asing baginya.

Rizel hanya mengandalkan keberaniannya yang tak seberapa itu untuk datang ke kota ini seorang diri. Tentu saja ada banyak ketakutan dan kekhawatiran yang Rizel rasakan, bahkan di saat ia sudah berada di aula ini sekali pun. Rizel tidak mengenal siapapun di sini, dan ini pertama kalinya ia akan bertemu dengan teman-teman barunya.

Sejak tadi malam banyak kekhawatiran yang Rizel rasakan, apalagi ia adalah tipe orang yang sulit untuk beradaptasi dengan orang baru. Rizel cenderung lebih diam ketika ia bertemu dengan orang baru dan hanya berbicara ketika ada yang berbicara kepadanya. Rizel tidak mengerti bagaimana memulai pembicaraan dengan lawan bicaranya, namun di tempat ini, sepertinya Rizel harus mengubah sedikit kepribadiannya agar ia bisa bertahan di sini.

Beruntung, nama kelompok tertulis sangat besar di papan pengenal itu, sehingga mudah untuk ditemukan. Tidak hanya Rizel tapi anak-anak yang ia lewati juga tampak berusaha untuk saling berbaur satu sama lain. Rizel tahu bukan hanya dirinya yang mengalami kesulitan seperti ini, dengan pemikiran itu pun ia memilih untuk menghadapinya.

Kelompok Rizel berada di barisan nomor dua dari depan panggung, sedikit lebih jauh dari pintu masuk. Sehingga butuh waktu untuk Rizel mencari kelompoknya. Saat Rizel sudah berada di sana, ia melihat sudah banyak dari mereka yang berkumpul, di mana mereka yang menjadi teman barunya nanti.

Beruntung saat Rizel datang, mereka menyambut Rizel dengan baik dan ramah, sehingga Rizel bisa mengikuti alurnya tanpa harus memulai terlebih dahulu. Rizel pun berkenalan dengan yang lainnya, sebenarnya sangat sulit bagi Rizel harus mengingat nama orang yang baru saja ia temui seperti ini, apalagi perkenalan mereka terjadi begitu cepat. Jadi yang Rizel lakukan hanya mendengarkan saja, kalau pun ia berbicara, ia akan berbicara tanpa adanya embel-embel nama, ia hanya akan menggunakan kata aku dan kamu sebagai gantinya.

Di antara beberapa anak yang berkenalan dengannya saat ini, tentu saja Rizel mengingat setidaknya satu atau dua nama. Jadi, Rizel hanya berani berbicara dengan mereka yang ia ingat itu. Anggap saja itu adalah sebuah pertanda bahwa nama yang ia ingat itu adalah teman-teman yang akan membuat Rizel nyaman dan berani berbicara kepadanya.

"Kamu tinggal di mana?"tanya seorang anak yang bernama Widya kepada Rizel saat Rizel tengah duduk memperhatikan sekitar mereka. Saat ini mereka tengah duduk atau berkumpul di kelompok mereka masing-masing.

Acara belum benar-benar dimulai, sepertinya panitia memang sengaja memberikan waktu bagi mereka untuk saling mengenal teman kelompok mereka masing-masing. Berhubung ini pertemuan pertama mereka, Rizel bisa melihat anak-anak yang ada disekitarnya pada menyibukkan diri dengan ponsel mereka atau mendengarkan saja seperti dirinya, namun ada juga yang langsung akrab, Rizel tidak mengerti tentang hal itu tapi mereka terlihat sangat dekat.

Di kelompok Rizel juga seperti itu, ada beberapa anak yang seakan telah membentuk kelompok kecilnya sendiri. Mereka saling bercanda dan berfoto ria, meskipun mereka juga mengajak anak lainnya untuk ikut serta berfoto dengan mereka, tapi seolah ada jarak yang langsung memisahkan mereka dengan yang lainnya.

Sepertinya memang selalu seperti itu. Rizel pikir ketika ia sudah masuk ke dalam dunia orang dewasa kata orang itu, semuanya akan berubah. Di mana tidak akan ada lagi kelompok-kelompok kecil seperti yang sering ia temui di waktu sekolah Menengah. Rizel pikir orang-orang yang sudah berada di bangku kuliah seperti ini lebih suka menyendiri dan berbaur dengan siapa saja, seperti mereka berteman dengan siapa saja.

Satu kelompok terdiri dari dua puluh orang, dan belum sampai satu jam Rizel berada di sini ia sudah melihat teman-teman barunya itu membentuk kelompok kecil. Mungkin ada dua kelompok kecil yang kini ada di kelompok Rizel, tentu saja akan selalu ada anak-anak yang lebih suka menyendiri seperti Rizel saat ini, termasuk Widya.

"Di depan atau di belakang kampus?"tanya Widya lagi sebelum sempat Rizel menjawabnya.

"Aku di belakang kampus, kamu sendiri di mana?"tanya Rizel kepada Widya. Seperti inilah Rizel jika mengobrol dengan orang baru, ia akan bertanya kembali apa yang ditanyakan orang itu. Sulit bagi Rizel untuk membangun percakapan dan membiarkannya mengalir dengan nyaman.

"Wah kebetulan banget, aku juga di belakang kampus. Soalnya aku takut nyebrang kalau di depan kampus."jawab Widya, Rizel hanya tertawa canggung menanggapinya, ia bingung harus berkomentar seperti apa.

"Oh iya, kamu jalan apa naik kendaran? Kalau kamu jalan, kita bisa pulang bersama nantinya."tanya Widya menawarkan.

"Itupun kalau kamu mau sih,"ucap Widya lagi.

"Tentu saja, kenapa enggak? Daripada aku jalan sendirian kan, lebih baik kalau ada temannya."jawab Rizel.

"Kalau gitu kita bisa berangkat bareng juga."kali ini Rizel menawarkan Widya.

"Boleh, kalau gitu besok aku chat kamu ya,"ucap Widya terlihat antusias. Rizel pun mengangguk setuju. Mereka juga telah mendapatkan nomor masing-masing dari grup yang baru saja dibuat untuk kelompok mereka.

Rizel mengakui bahwa dirinya saat ini berbeda jauh dari dirinya yang biasanya. Biasanya Rizel benar-benar hanya akan menjawab apa yang ditanyakan orang yang baru dikenal kepadanya tanpa ada pertanyaan balik. Seolah itu adalah obrolan sepihak, Rizel hanya akan tersenyum menanggapi orang yang berbicara kepadanya. Beruntungnya lagi jika ia bertemu dengan orang yang supel, ceria atau sedikit cerewet, maka Rizel hanya akan mendengarkannya saja. Tapi jika ia bertemu dengan orang yang irit bicara maka ia tidak bisa lagi menghindari situasi yang canggung, Rizel hanya akan diam seakan tidak begitu terpengaruh dengan kecanggungan itu.

Terkadang Rizel akan menampilkan eskpresi sedikit jutek agar orang lain tidak mengajaknya untuk berbicara. Rizel lebih menyukai jika mereka hanya diam saja dan melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan tanpa mengusik satu sama lain. Tapi tentu saja kali ini ia tidak bisa seperti itu, ini juga menyangkut masa depan Rizel atau setidaknya untuk kelangsungan hidupnya selama dia di sini, anggap saja ini cara Rizel bertahan di lingkungan baru.

Rizel harus memiliki teman di sini. Rizel juga tidak menyukai kesendirian, Rizel tidak terbiasa melakukan apapun sendiri, jadi ia harus menemukan teman yang membuatnya nyaman dan bisa membuatnya menjadi dirinya sendiri. Rizel percaya ia akan mendapatkan teman seperti itu, karena setiap kali Rizel berada dilingkungan baru, ia akan mendapatkan teman yang satu frekuensi dengannya. Sayangnya sulit bagi Rizel untuk tetap menjaga pertemanan itu di saat mereka mulai berjauhan, mungkin karena Rizel juga bukan tipe orang yang akan menghubungi temannya duluan tanpa ada keperluan yang penting.

Rizel selalu seperti itu, ia selalu nyaman dengan dirinya sendiri. Saat itu Rizel pikir ia bisa saja hidup sendiri dan berinteraksi dengan yang lain seperlunya saja. Tapi nyatanya setiap manusia tetap harus memiliki setidaknya satu orang yang ia percaya dan nyaman untuk menjadi temannya. Tempat berbagi suka dan duka bersama, dan Rizel menyadari hal itu saat ini. Ini pertama kalinya Rizel sendirian setelah selama ini ia dimudahkan dalam setiap apa yang ia lakukan dan bertemu dengan orang-orang yang peduli dengannya meski ia tidak melakukan banyak hal untuk mereka.

avataravatar
Next chapter