10 Radio

"Sangat, Gus. Rajanya pemalas," ujar Sofil lalu berhenti, tidak lama ia membayar bensin, lalu kembali menancap Gas.

"Gus laper belok ya buka puasakurang satu jam setengah Magribnya," ajak pemuda itu, Fatih mengangguk. Hanya sepuluh menit dari pom mobil dibelokkan ke warung bakso, yang lumayan terkenal di kawasan Semarang. Kedua pemuda tampan itu turun. Warung hijau dengan banyak anyaman bambu digunakan sebagai jendela, Sofil dan Fatih memilih duduk digazebo. Tidak lama pelayan datang. Sofil memesan.

"Aku kekamar mandi dulu," pamit Sofil. Sofil berjalan cepat, ia mulai depresi matanya merah, ia sangat haus tenggorokan terasa panas. Ia masuk kamar mandi umum. Sofil lama jongkok dan meremat kepalanya, ia meneguk air keran lupa akan puasa, puasanya pun batal.

"Ya Allah aku berhutang puasa, ampuni hamba, Sofil ini didalam wc," ia sadar lalu duduk diatas wc.

Suara berisik dari kamar mandi sebelah yang asik mendengarkan radio.

"Hai, hai ... Kali ini gaes, kita datangkan nih ... Yang lagi viral, yaitu penulis motifasi muda, Nasya Sabilla, siang Mbak Nasya, bagaimana kabarnya," suara dari penyiar radio itu membuat Sofil ingin mendengarkan.

"Nasya ..." panggil Sofil nama itu meredam hasrat Sofil, ia sudah tidak seperti tadi lagi.

"Siang, Alhamdulillah baik," jawaban Nasya dengan suara lembut. Pemuda didalam toilet itu semakin penasaran, ia mencari nama Nasya Sabilla lewat ponselnya, mencari didalam you tube tapi tidak ada, lalu mencari artikel didalam internet.

"Tidak ada gambar pasti hanya kata-kata diatas gambar mawar, ah baca nanti, aku dengarkan dulu apa perbincangannya," ujarnya mengunci ponsel lalu memasukkan kedalam saku, ia mulai menyimak dengan seksama suara dari dalam radio.

"Mbak Nasya banyak membantu taubatnya para pemuda dan pemudi yang terjerumus dalam lubang hitam. Bagaimana sih kok bisa

dan tahan, padahalkan tidak mudah, dan kok bisa sangat bersemangat dan berantusias soal itu? Secara Mbak ini masih muda, cantik berprestasi. Apa Mbak tidak takut kala ada pecandu yang nekat sama Mbak?" pertanyaan sesi wawancara itu membuat Nasya mengeluarkan tawa kecil.

"Wih seru nih," gumam Sofil tertarik dan sangat serius.

"He he he, bagaimana ya jawabnya. Gini lo ya Mbak Gita ..., niatku untuk diriku sendiri, aku memotivasi diriku sendiri, sebenarnya ... Tapi ya alhamdulillah, Allah memudahkan jalanku untuk saling mempererat kebaikan, aku niatnya beribadah membantu mereka dengan sekedarnya, dengan apa adanya yang aku ketahui dari yang diajarkan agamaku. Aku satu nusa satu bangsa, tidak membedakan antara aku dan Mbak Gita yang berbeda keyakinan, walau dengan berdandan seperti ini, bercadar seharusnya harus nasionalis." Suara di radio.

"Cinta nih aku ..." ujar Sofil menikmati perbincangan tersebut.

"Ini mulai menjawab pertanyaan Mbak Gita ya ... Bagaimana bisa tahan? Alhamdulillah diberi kekuatan untuk tahan, lalu antusias, jujur saja aku prihatin karna apa kita generasi muda, yang akan menjadi penerus bangsa, jika pemuda pemudinya tidak diarahkan ke hal positif itu akan merusak dan aku memang sangat tertarik pada hal itu, ada tantangan gitu lo ... Lalu pertanyaan dari Mbak Gita yang terakhir adalah takut. Aku takut ya lingkungan seperti itu memang membahayakan, maka dari itu, aku membuat grup sosmed yang memang khusus untuk para pemuda pemudi siapapun tak pandang agama jika berkenan, menghadirkan titik putih diatas warna hitam dan berjuang melawan keinginan haramnya, mari gabung di grup Nasbil. Didalam grup saling menghormati dan saling mendukung, tidak ada kata terlambat. Karna jika bertatap muka langsung juga membahayakan, ini mencari aman, belum banyak namun orang taubat itu jangan ditakut-takuti, harus diberi semangat. Dengan Bismillah semoga semakin banyak cahaya putih yang melebar dari warna hitam. Satu lagi, selama napas masih terhembus masih ada peluang taubat, jalan taubat masih terbuka lebar." jelasnya tegas.

"Aku suka nih gadis seperti ini," komentar Sofil yang masih duduk diatas wc.

"Aduh Mbak Nasya. Satu lagi pertanyaan saya yaitu asal mula tertariknya bagaimana?" pertanyaan kembali diajukan Gita Sang penyiar radio.

"Tidak perlu disebutkan namanya ya Mbak Gita ini hanya sekedar perbincangan yang semoga bermanfaat. Kisah kecil dari seseorang yang kini membuat aku sangat bangga padanya. Dia pemuda yang mulai beruban, semua kehidupan kelam, hitam sudah dilalui, dari yang dinilai dosa kecil dan sampai dosa besar. Setelah berpetualangan akan dosa ada setitik kecil penyesalan dari hati kecilnya, ketika kedua orang tuanya meninggal dunia. Dia menyesal dan menyadari lalu berkata: "Ayahku telah memberi nasehat kepadaku, Ibuku mendidikku dengan kebaikannya, guru dan muallim sudah mengajariku mengingatkan akan siksa itu nyata adanya, memperingatkan dengan ayat suci Alquran namun aku tetap ingkar. Aku telah menyia-nyiakan nasehat dan ajaran itu. Dan aku tidak mendengarkan ajaran yang keluar dari setiap mulutnya. Kujadikan semua itu seperti angin yang berlalu, bagaikan lantunan lagu yang enak didengarkan. Aku sibuk berada di dalam gemerlapan dunia, aku terlena oleh bermacam-macam keindahan dunia.

Aku mengingkari nikmat Tuhanku karena sombong, aku melupakan sholat juga puasa. Ketika aku menyadari rambut terpenuhi uban dan kulit keriput, sendi mulai linu, tulang mulai keropos. Aku merasa menyesal, sedangkan air mata mengalirkan darah, telah sadar seorang hamba yang bergelimang dalam kegelapan. Maka, hamba yang merugi datang kepada-Mu mengakui dosa, mengharapkan rahmat dari Allah yang Maha Mengasihi. Maka terimalah taubat dan ampuni kesalahan kami, ampuni dosa-dosa kami yang telah lewat, Wahai Tuhan yang Maha Pemurah. Begitulah cara Allah membuka mata hati ketika tubuh sdah renta. MasyaAllah ..." suara dari radio itu terdengar pilu.

"Jadi terharu. Untuk mereka para teman-teman yang sudah memulai jalan putih diatas jalan hitam, yakin Allah Maha pemaaf, dan jangan berputus asa. Sekian dari radio jateng asli jateng, bye bye ..."

Sofil merenung, pintu kamar mandi digedor dua kali. "Sofil kamu didalam?" panggil dari suara milik Kakaknya.

"Na'am Gus ..." jawabnya segera keluar. Hatinya berkecambuk ia semakin penasaran dengan gadis bernama Nasya.

"Ngapain lama banget? Berbuka dengan air keran? Mengeluarkan hajat apa?" tanya Fatih mereka berjalan.

"Hi hi hi mematung Gus, tidak mengeluarkan apapun, hi hi hi," jawabnya cengengesan.

"Kan tidak lama, mungkin hanya lima menit," Sofil membela diri.

"Alhamdulillah hampir dua jam," ucap Fatih, Sofil terkejut sampai menghentikan langkah."Ini sudah magrib mari solat," ajak Fatih.

"Yah bakso me dingin no?" keluh Sofil.

"Sana pesan lagi dan sepuluh menit jadi, makanya cepat ya ..." titah Fatih,

"Tlaktir ya Gus," pinta Sofil, Fatih mengangguk Sofil mengecup pipi Kakanya, mata Fatih terbelalak lalu menggosok pipinya.

"Dasar adik aneh," keluhnya ia melihat ponselnya, ada tiga Chat masuk. Ia duduk di gazebo sambil menunggu Sofil selesai makan.

'Aku tidak berani membuka takut sakit hati, aku sudah iklas melepasmu Zahra, semoga kamu bahagia bersama Ihsan, hubungan kita hanya cinta dalam diam, tanpa ada kepastian dariku. Maafkan aku Zahra.' batin Fatih.

Bersambung.

avataravatar
Next chapter