webnovel

Kota Denia

Ada sebuah jurang yang seolah membagi dunia menjadi dua. Tepat di samping jurang itu berdirilah sebuah kota yang menghubungkan antara bagian selatan dan utara benua, dikenal sebagai benteng terakhir umat manusia, Kota Pahlawan, Denia.

300 tahun silam dunia mengalami pergolakan besar. Dalam semalam tingkat kepadatan mana melambung tinggi. Sangat tinggi hingga mampu membunuh makhluk hidup.

Banatang-binatang buas mulai bermutasi untuk bertahan hidup di lingkungan baru. Mereka menjadi lebih kuat dan ganas. Pada waktu yang bersamaan dungeon juga mulai bermunculan.

Wilayah utara benua adalah yang terkena dampak paling parah. Mungkin karena sumber dari bencana ini asalnya dari utara.

Seberapa jauh perbedaannya?

Anggap saja seperti ini, level monster di wilayah selatan meningkat dari level 10 menjadi level 36 sedangkan monster di wilayah utara meningkat dari level 10 jadi level 70.

Karena tidak mampu menghadapi perubahan mendadak ini banyak kerajaan di utara runtuh. Tak terhitung jumlahnya korban jiwa. Mereka yang masih bertahan segera mengungsi ke wilayah selatan.

Setidaknya kerajaan di wilayah selatan entah bagaimana masih mampu bertahan.

Tua-muda, laki-laki-perempuan, semua orang bersatu dan melupakan semua konflik masa lalu.

Mereka menggunakan benteng Denia sebagai garis pertahanan terakhir dan berhasil menahan serbuan dari ribuan monster yang mengejar mereka dari wilayah utara.

Sejak saat itu wilayah utara menjadi daerah yang hampir tak tersentuh manusia. Manusia mencoba merebut kembali wilayah yang hilang ini tapi hasilnya minim.

Yap. Itulah sejarah singkat Kota Denia dan dunia ini.

Kembali ke Kota Denia.

Kota ini memiliki dinding yang menembus langit, dengan Ketebalan mencapai 10 meter dan beraneka ragam mesin pembunuh masal yang terpasang di atasnya.

Secara garis besar, struktur kota di bagi menjadi lima kawasan dengan balai kota serta area pemerintahan sebagai pusatnya. Distrik petualang dan distrik militer berada di utara, distrik niaga di tenggara, dan area perumahan di bagian barat laut.

Distrik petualang sendiri terdiri dari berbagai bar, penginapan, toko senjata, dan hal-hal lain yang berbau liar dan kekerasan.

Bangunan yang paling menonjol di sekitar sini tentu saja markas besar Aliansi Petualang, yang juga berfungsi sebagai landmark kota.

Ketika memasuki gedung aliansi, sepuluh dari sepuluh orang akan berdecak kagum saat di sambut kemegahan aula. Lantainya dilapisi marmer putih dengan corak emas memberi kesan kejayaan serta kemuliaan.

Delapan pasang pilar raksasa berdiri kokoh sebagai penyangga. Setiap pilar didesain berbeda sesuai dengan karakteristik dari delapan petualang legendaris. Ada juga nama dari berbagai petualang hebat diabadikan pada pilar-pilar ini. Mural dan lukisan mengisi setiap sudut dinding. Pada langit-langit terdapat lampu gantung raksasa menyinari setiap sudut aula.

Catatan, sepuluh dari sepuluh orang setuju aula ini sangat jauh dan tidak cocok dengan citra seorang petualang. Entah siapa yang mendesainnya.

Di ujung aula adalah area resepsionis.

Saat ini di hadapan salah seorang resepsionis seorang gadis cilik sedang merajuk.

"Eh! Sejak kapan ya~ ada peraturan seperti itu?"

"Peraturan ini baru saja disahkan bulan lalu," jawab wanita resepsionis dengan ekspresi minta maaf.

Tidak ada rona ketidaksabaran pada wajah sang resepsionis saat dia dengan sabar menjelaskan peraturan aliansi petualang pada gadis kecil itu.

"Mulai tanggal 18 bulan lalu, Aliansi Petualang telah menyetujui peraturan baru tentang batas usia. Jika ingin mendaftar menjadi anggota aliansi seseorang setidaknya harus berusia 14 tahun."

Dan dengan begitu, petualangan gadis kecil bernama Clara berakhir bahkan sebelum dimulai.

"Yup. Begitulah adanya, Nona Kecil," ucap pria yang berdiri di samping gadis itu.

Wajahnya seram, tubuh kekarnya berlapis zirah kulit. Di Pinggangnya ada kapak perang dan pedang pendek sebagai senjata. Namanya adalah Rhino.

"Tapi-tapi ... hmph!"

Clara mengalihkan pandangannya lalu menggembungkan pipinya yang berwarna pucat kemerahan. kekecewaan tergamblang jelas pada wajah manisnya.

Rencana besarnya untuk menjadi petualang sudah hancur berantakan bahkan sebelum sempat di mulai. Kenapa sih harus ada peraturan bodoh tentang batas usia? Gadis kecil itu mulai mengutuk apapun yang bisa dikutuk.

"Sudahlah, mari pergi. Tidak seperti ada yang melarangmu untuk menjadi petualang. Hanya saja sekarang bukan waktunya," bujuk Rhino sambil menusuk pipi Clara yang menggemaskan.

Clara yang enggan hanya bisa mengangguk pelan.

"Maaf sudah mengganggu waktumu," ujar Rhino kepada sang resepsionis sambil menundukkan kepalanya.

"Tidak usah dihiraukan. Lagipula ini pekerjaanku."

Sang resepsionis tidak membenci anak yang penuh semangat dan gairah masa muda. Malahan dia menyukainya.

Sayang baginya untuk mendaftar setelah peraturan tentang batas usia disahkan.

"Tidak peduli sekuat atau seberbakat apapun seorang anak, mereka tetaplah anak-anak. Sebagai orang dewasa sudah menjadi kewajiban kita untuk melindungi mereka."

Kurang lebih begitulah perkataan Ketua Aliansi yang baru pada pertemuan bulan lalu.

Gadis itu bisa saja nekat pergi berpetualang tanpa bergabung dengan Aliansi. Namun skala timbangan tentu akan lebih condong ke sisi negatif.

Menjadi anggota Aliansi Petualang berarti mendapat dukungan penuh dari Aliansi. Mendapat dukungan Aliansi artinya meningkatnya peluang bertahan hidup.

Karena dalam dunia petualang, sangat mungkin teman yang kau ajak minum-minum kemarin malam telah menjadi seonggok daging giling keesokan harinya.

Selain itu, cara tercepat untuk mendapat izin melintasi gerbang utara adalah dengan bergabung dengan Aliansi.

Sehingga dukungan aliansi mutlak diperlukan bagi seorang petualang.

"Clara, semangat! Jangan berputus asa."

Sang resepsionis mengangkat sebuah boneka porselen lalu melambaikan tangannya ke kiri dan ke kanan.

Suasana hati sedikit Clara membaik. Dia menatap boneka itu dengan mata bercahaya.

"Cantiknya! Siapa namanya?"

"Namaku Belle. Mulai sekarang mari kita berteman, Clara!"

"Um!"

"Untuk mas yang di sana, bagaimana dengan segelas minum selepas kerja?" tawar Wanita Resepsionis, dengan sedikit menggoda.

"Maaf, mungkin lain kali."

"Yah, aku akan menunggunya."

Sebelum pergi Clara membuat sebuah permintaan untuk mencari seseorang.

"Tolong carikan kabar petualang bernama Henry Pragdina ...."

Setelah mengkonfirmasi permintaannya, duo eksentrik pria mirip preman dan gadis kecil itu berterima kasih lalu pergi meninggalkan wanita resepsionis yang melambai dengan senyum lembut.

"Perasaan familiar ini ... apa ya ...."

"...."

"Masih ada waktu sebelum makan siang. Apa ada tempat yang ingin kau kunjungi?"

"Perpustakaan!" jawab Clara, semangat.

Ketika pergi ke gedung aliansi Clara bersemangat tinggi. Setelah gagal bergabung dia menjadi kecewa, lalu cemberut. Sekarang gadis ini sudah kembali ceria.

Rhino merasa kalau dirinya tidak akan bisa mengikuti suasana hati Clara yang berubah-ubah seperti badai.

Perpustakaan terletak tidak jauh dari gedung Aliansi. Di pintu masuk perpustakaan Rhino pamit ingin membeli manisan sehingga Clara memasuki perpustakaan seorang diri. Ia membayar biaya keanggotaan seharga dua royal lalu berjalan menuju rak dimana buku sihir berada.

Perpustakaan sendiri cukup ramai. Sepanjang perjalanan yang singkat ini Clara mendengarkan beberapa rumor. Isu paling terkenal dan saat ini sedang banyak dibicarakan adalah rumor perjanjian perdamaian dengan kerajaan demi-human.

Setelah sampai di tempat tujuan, Clara menutup matanya dan berkonsentrasi. Dalam ruang kosong pada sukmanya, ia menciptakan garis-garis cahaya lalu menyebarkan ke berbagai tempat.

Garis-garis itu adalah perwujudan mana pada pikirannya. Ini adalah cara mendasar sekaligus cara melatih sihir, yaitu menggunakan mana sebagai ganti indra penglihatan dan perlahan melihat buku dari setiap rak. Setelah beberapa saat dia akhirnya menemukan buku yang menarik minatnya.

Clara bergegas hanya untuk mendapati bahwa buku itu berada di luar jangkauan tangannya. Walau jemari mungilnya mampu menyentuh sampul buku, namun tidak peduli seberapa keras ia berusaha buku itu tetap bergeming.

"Biasanya di saat begini akan ada pria tampan yang membantu sang tokoh utama," pikir Clara.

Saat Clara akan menyerah sebuah tangan besar—bila dibandingkan dengan milik Clara—mengambil buku tersebut. Clara tertegun sejenk.

"Beneran terjadi!" teriak Clara dalam hati.

Kesan pertama Clara terhadap pangeran antah berantah ini cukup baik. Tubuhnya tinggi, kokoh tapi tidak berlebihan. Wajahnya keras yang menunjukkan kekayaan pengalaman hidup. Sorot matanya tajam, kumis tipis dan janggutnya terawat dengan baik. Ia mengenakan jaket coklat dan juga topi lebar berwarna senada. Lelaki ini memancarkan aura dapat diandalkan yang sangat kuat.

Untuk sesaat Clara merasa seperti gadis udik yang melihat Romeo menunggang kuda putih.

"Dimana orang tuamu?" tanya pria itu sambil menyerahkan buku kepada Clara.

"Pa-paman Rhino sedang beli manisan. Itu, ya~, terima kasih."

Pria itu samar-samar tersenyum lalu berkata, "Keterampilan sihirmu tidak buruk."

setelah mengatakan itu dia berbalik pergi.

Keterampilan sihirmu tidak buruk.

Tidak buruk.

Tidak buruk.

Hanya sebuah pujian sederhana dari pria itu sudah mampu membuat hati Clara melayang-layang.

Clara tanpa sadar mengikutinya menuju meja kosong di sudut dengan pencahayaan yang baik.

"Apa ini, apa ini! Clara, kenapa kamu mengikuti pria yang baru kamu temui!"

"Tapi-tapi dia tidak terlihat seperti orang jahat, kan?"

"Ya ampun, Clara! berpikirlah secara rasional."

"Tapi-tapi ...."

Batin Clara sedang dalam perang!

Pria itu memang tidak tampak seperti orang jahat. Namun mengikuti orang yang baru dikenal tetaplah bukan hal yang baik.

Pria itu menaruh topinya lalu mulai membaca buku tebal yang sudah lapuk. Clara di sisi lain secara paksa mengakhiri konflik batinnya dan membaca bukunya sendiri.

Buku yang dia ambil berjudul "Nekromansi Dasar. Bahkan Idiot Juga Bisa Belajar Sihir Nekromansi Hanya Dalam 10 Menit!"

Judulnya agak menjengkelkan. Tapi isi kontennya memang menakjubkan.

Perlu diketahui, bagi sebagian kalangan, sihir nekromansi ditabukan karena dianggap menodai orang yang sudah meninggal. Itulah sebabnya buku tentang nekromansi cukup sulit ditemukan.

"Dengan sihir, kau akan bisa melakukan apapun!"

Itu adalah slogan terkenal seantero dunia persihiran. Pada dasarnya slogan ini adalah benar apa adanya. Sederhananya, sihir adalah kekuatan untuk merubah fiksi menjadi realitas.

Berdasarkan pengeluaran mana, tingkat kesulitan, dan efeknya, sihir dikelompokkan menjadi lima tingkatan.

Semakin tinggi tingkatannya, semakin sihir itu sulit dipelajari. Semakin tinggi konsumsi mananya, semakin besar pula efeknya.

Mantra sihir bervariasi dari sihir tingkat satu untuk mendidihkan air hingga sihir tingkat lima yang mampu memusnahkan gunung.

Seseorang baru diakui sebagai penyihir apabila mampu menguasai sihir tingkat dua. Karena kebanyakan sihir tingkat satu hanya untuk keperluan sehari-hari dan tidak cocok untuk bertempur.

Mereka yang di anggap mencapai puncak sihir dijuluki sebagai penyihir agung.

Seberapa sulit menjadi penyihir agung?

Yah, penyihir tingkat tiga saja sudah di anggap luar biasa. Untuk mencapai tingkat empat dibutuhkan bakat yang memadai. Sedangkan sihir tingkat lima ... yah, bisa dibayangkan sesulit apa menguasainya.

Aliran waktu perlahan mengalir. Clara sudah tenggelam dalam lautan pikirannya.

Menggunakan buku ini sebagai panduan, Clara mulai memikirkan metode nekromansi yang pasti akan sangat membantu di kemudian hari. Seperti kemampuan komunikasi dengan arwah apabila tersesat.

Biasanya ketika sedang dalam mode ini sangat sulit untuk menyadarkan Clara kembali. Bahkan jika ada bau harum disekitarnya. Walau seseorang menarik pipi pucatnya. Ataupun dikelilingi bisikan-bisikan setan ....

"Clara mengutuk Rhino. Rhino akan gagal dalam hubungan percintaan seumur hidup Rhino."

"Uwa. Penyihir kecil mengutukku. Bagaimana ini ... Sakit, sakit! Wahai Penyihir Agung, sebagai permintaan maaf terimalah persembahan dari yang rendah ini," tawar Rhino, seraya menyerahkan sebuah manisan.

"Fufu. Jangan kira ya~ Penyihir Agung Clara akan menerima suap seperti ini," ucap Clara, arogan.

"Kalau tidak mau ya sudah," balas Rhino, acuh tak acuh.

Setelah itu Rhino membaca buku dengan tenang sambil menyantap manisan yang dia beli. "Oi! Sudah berapa kali hari ini kau nginjak kakiku."

"Rhino bodoh!"

Melihat Clara yang memalingkan muka sambil cemberut membawa senyum kecut diwajahnya. Sesaat kemudian dia memulai negosiasi perdamaian. Alhasil hasil jerih payahnya berjalan sejauh 200 meter semua direnggut oleh Penyihir Agung Clara.

Clara tidak lupa untuk menawarkan hasil jarahannya kepada pria yang sedari tadi sibuk membaca dan mungkin merasa terganggu dengan keributan yang dibuat oleh duo sejoli itu.

Pria itu hanya mengangguk lalu kembali fokus pada urusan pribadinya. Clara tidaklah sebebal preman yang duduk di sampingnya sehingga dia tidak menggangu lebih lanjut.

Suara dentingan lonceng terdengar dikejauhan. Setelah berpamitan dengan pria misterius, Clara dan Rhino berangkat menuju restoran yang telah disepakati sebelumnya.

Sepanjang jalan, Rhino mulai penasaran karena mood Clara sedang anjlok. Jadi dia menanyakannya.

"Haa. Clara ya~ lupa tanya nama orang itu," jelas Clara.

Hati Rhino segera tergerak mendengar penjelasan Clara. Dia mulai mesem-mesem sendiri.

"Aiya! Abang yang tadi itu? Aku mengenalnya." Clara mulai tersenyum cerah. "Tapi mendadak aku melupakannya! Ahahaha-aw!"

Clara menggembungkan pipi pucatnya yang berona merah.

Segera ia menatap tajam Rhino lalu berkata, "Baik! Kasih tau Clara ya~ nanti kutukannya bakal Clara cabut."

"Oi! Serius?"

Rhino mau tidak mau merasa khawatir. Dia tidak tahu apakah Clara benar-benar mengutuknya.

"Kalau Rhino ngasih tahu kutukannya bohongan," jawab Clara, main-main.

"Jadi kalau tidak dikasih tahu kau akan mengutukku sungguhan," keluh Rhino dalam hati.

"Dia Pedro dari Desa Kiri. Petualang kelas pemburu. Lumayan terkenal. Rumor paling terkenal tentangnya adalah dia tidak tertarik pada wanita. Setelah bertemu langsung dengannya aku curiga dia mungkin seorang lolicon. Aw! Sebentar. Kenapa sih injakanmu terasa sangat sakit?"

Mengabaikan keluhan Rhino, Clara mulai tenggelam dalam pikirannya. Dia berjalan dalam kondisi ini dari distrik petualang sampai distrik niaga. Sungguh luar biasa dia tidak menabrak siapapun.

Ketika mereka sampai grup lain belum tiba jadi mereka memesan camilan terlebih dahulu.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Rhino, khawatir.

Tubuh Clara saat ini sudah penuh bercak merah. Samar-samar ia ingat kalau gadis ini memiliki semacam penyakit tertentu.

"Habis makan Clara akan minum obat," jawab Clara, tenang.

"Kalau begitu kita makan dahulu."

"Um."

Clara dan Rhino memesan bistik daging sapi premium, salad, dan es krim sebagai makanan penutup.

"Nikmatnya makan pakai uang orang lain," ucap Rhino.

Setelah makan, Clara mencampur serbuk misterius dengan air lalu meminumnya. Obatnya sangat mujarab. Bercak kemerahan ditubuh Clara hilang dalam hitungan menit.

Setelah itu mereka harus menunggu seperkian menit lagi sebelum partai lainnya menampakkan diri.

"Maaf membuat kalian menunggu lama," sapa Paman Bos.

Pagi ini Rhino kalah dalam gunting batu kertas jadi dia ditugaskan menjaga Clara sementara dua orang lainnya menemani Paman Bos.

Selain Rhino, paman memiliki dua orang lainnya sebagai bodyguard. Yang satu adalah wanita berambut pendek dan berpakaian ala punk, walau sebenarnya dia wanita baik-baik. Namanya Shina. Sedangkan yang lainnya adalah pria berkacamata dan berpakaian bisnis tapi memiliki temperamen lebih garang dari Rhino, Neet.

"Kami sudah makan duluan," ujar Rhino.

Sambil menunggu pesanan paman datang, mereka saling bertukar cerita. Suasananya sangat harmonis. Clara yang kesal akibat peraturan baru Aliansi Petualang. Rhino dan Neet yang sesekali bertengkar. Shina yang sering terlambat merespon. Paman Bos yang menceritakan lelucon garing ....

"Aw! Apasih maumu!"

Tanpa sadar, Clara menginjak kaki Rhino untuk menyembunyikan sesuatu yang hampir mengalir turun.

Paman yang memperhatikan hal itu tersenyum lembut.

"...."

Hari ini adalah puncak musim panas. Tak ayal sengatan matahari lebih kuat dari hari-hari biasanya. Meski begitu orang-orang tetap saja sibuk berlalu lalang. Markas besar Aliansi Petualang juga tidak luput dari situasi ini, meski bagian dalamnya jauh lebih sejuk.

Seorang wanita berjalan di lorong lantai tiga gedung Aliansi. Wajahnya yang elok dipadu dengan kulit putih halus dan untaian surai emas bak seorang putri dari negeri dongeng.

Kedua tangannya memeluk boneka porselen yang terlihat seperti versi mini dari dirinya sendiri.

Ia berjalan dan akhirnya berhenti di depan kantor ketua aliansi.

Wanita itu langsung saja masuk tanpa mengetuk pintu. Alhasil,

"Whammo!"

Dia melihat sesuatu yang seharusnya tidak ia lihat.

"Maaf. Lain kali aku akan mengetuk pintu."

"Ya. Tolong," ucap pemilik ruangan, canggung.

Setelah keheningan singkat mereka mulai berbicara tentang bisnis seolah tidak ada yang terjadi. Atau lebih tepatnya, mencoba secara paksa melupakan kecelakaan tadi.

"Anna, ada sebuah permintaan khusus untukmu, dari Pengadilan," ucap pria bersetelan jas hitam, Ketua Aliansi Petualang, Erick.

"Hm ... Apa akan ada perang lagi?" ujar Anna, tersenyum manis.

"Situasinya agak kacau semenjak kasus hilangnya Jenderal Kin. Saya juga ingin memintamu untuk menyelidikinya. Tapi bukan itu bisnis kali ini. Surat permintaan pribadi datang dari Tuan Delta Greyhorn," jelas Erick.

Anna membaca surat itu, lalu berkata, "Erick, kau tahu, tebak siapa yang barusan kutemui."

"Mari selesaikan bisnis ini dahulu. Apa jawabanmu?"

Anna tidak mengindahkan perkataan Erick dan melanjutkan, "Sepertinya gadis itu memiliki hubungan dengan Kak Rosella. Mungkin juga anaknya."

"Jawabanmu."

"Kau harus menemuinya. Dia akan sangat membantumu."

" ... Oke, nanti setelah saya agak senggang. Jadi?"

Tidak terlihat berminat, Anna menjawab, "Akan kupikirkan."

Setelah itu ia berpamitan lalu pergi.

Erick yang ditinggal hanya bisa mendesah. Dia mengelus peti besi di atas meja kerja dengan tatapan penuh kasih sayang.

"Kamu jangan sampai mengikuti contohnya, ya."

Sebuah balasan suara statis datang dari dalam peti. "Itu menjijikkan, ayah."

Sekedar referensi.

1 koin emas = 1000 Royal

1 Royal = 1000 Rupiah

NarendraDharmacreators' thoughts
Next chapter