10 Jadilah Pacarku

Pemuda itu menatapnya dengan mata menyipit sambil memegang dagunya.

"Bicaralah!" ucap pria itu dengan tegas.

Dia dengan gugup melihat apakah ada orang di sekitar mereka, dan kemudian menatap Rangga.

Dengan sungguh-sungguh dia berkata, "K-kupikir sudah cukup jelas hari itu. Aku mengotori kemejamu dan sudah menggantinya. Jadi, aku tidak memiliki sesuatu untuk dijelaskan lagi."

Rangga menjilat bibirnya yang kering. Kemudian dia mengusap-usap pelan pipinya, dan berkata dengan nada mencibir, "Tidak ada yang bisa dijelaskan lagi? Sudah kubilang, aku tidak akan pernah melepaskanmu!"

Gadis itu menjadi kesal mendengar Rangga yang keras kepala seperti itu.

"Apa maksudmu?!"

"Jadilah pacarku." Luna menganggap bahwa pemuda itu bercanda. Dia mengangkat kedua alisnya dan memandangnya dengan kesal.

"Heh!" Luna tidak bisa berkata-kata, karena dia sudah berumur dua puluh lima tahun di kehidupan sebelumnya, apa dia pikir dia akan menyukai seorang pemuda berumur delapan belas tahun? Yang lebih muda darinya? Tidak mungkin!

"Kau jangan mimpi ya!"

Wajah Rangga menjadi lebih kaku ketika dia mendengar kata-katanya.

Dulu, dia selalu ditembak oleh para gadis. Banyak gadis yang menyatakan perasaan suka secara langsung padanya. Ini adalah pertama kalinya dia meminta seseorang untuk menjadi pacarnya.

Beraninya gadis ini menolak dirinya?!

Dia tidak bisa menolaknya seperti itu!

Rangga menatap bibir kecil merah muda itu dan berkata, "Kau tidak bisa menolakku!"

Dia membungkuk dan berniat mencium gadis itu.

Saat kami pertama kali bertemu, Rangga selalu ingin mencium bibir kecil merah muda gadis ini! Dia tergoda dengan bibirnya yang mungil itu!

Namun, sebelum dia berhasil melaksanakannya, Rangga merasakan sakit di tubuhnya dan dia mengerang kesakitan.

Apa dia baru saja dibanting ke dinding oleh seorang gadis?!

Luna mengunci tubuhnya di antara dinding dan dirinya sendiri dalam posisi yang sangat sulit.

Dengan suara rendah dia berkata, "Aku tidak ingin mempermalukan orang lain di depan umum, tetapi kesabaranku juga ada batasnya. Jadi, jangan memaksaku untuk melakukannya!"

Rangga menatapnya dengan mata menyipit dan bertanya, "Kau bisa karate?"

Gadis itu menjawab, "Pokoknya, itu lebih dari cukup untuk membuatmu jera!"

Pemuda itu terdiam mendengar kata-katanya barusan.

Seorang pemuda populer dihancurkan oleh seorang gadis dengan paksa.

Bagaimana bisa dirinya dikalahkan seperti ini? batin Rangga heran.

Namun, saat melihat tatapan gadis itu padanya, entah kenapa jantungnya berdebar dengan kencang?

Sebelumnya, Rangga hanya melihatnya yang berbeda dari gadis lain dan merasa tertarik untuk menaklukan gadis di depannya ini.

Sekarang dia merasakan perasaan aneh yang belum pernah dirinya rasakan sebelumnya terhadap gadis ini.

Namun, di sisi lain, Luna tidak mengetahuinya.

Setelah beberapa saat, bel sekolah berbunyi.

Luna yang mendengarnya, melepaskan Rangga dan segera pergi ke ruang kelasnya.

"Kau kelas berapa dan jurusan apa?"

"Siapa namamu?"

Luna berlari kecil di depannya, dan Rangga mengikutinya sambil menanyakan beberapa pertanyaan padanya.

Dia tidak bisa menghindar dari pemuda ini.

Gadis itu berhenti tiba-tiba dan menoleh. "Apa kau tidak pergi ke kelasmu? Kenapa malah mengikutiku?"

Dia ingat bahwa Rangga sepertinya tidak sekelas dengan dirinya.

Sedangkan pemuda itu merasa gadis itu sangat lucu. "Apa kau tidak tahu ada yang namanya absensi?"

Luna memelototinya, mengabaikannya, dan terus mencari ruang kelasnya.

Setelah menemukan ruang kelasnya, sudah lima menit telah berlalu sejak kelas pertama dimulai.

Gadis itu berseru sambil menundukkan kepalanya, "Maaf, saya terlambat."

Suaranya membuat guru di depan kelas dan semua murid menoleh ke arahnya.

Semua murid di kelas memandang ke arah gadis cantik dan pemuda tampan di depan pintu itu

Seseorang mulai berbisik, "Itu Rangga!"

"Kenapa dia datang ke kelas kita?"

"Siapa gadis itu?"

Saat seseorang di antara mereka teringat dengan kejadian tadi pagi, dia berkata, "Gadis it! Gadis yang direbutkan duo tampan tadi! "

"Diam! "Guru menepuk papan tulis dengan penghapusnya dan suasana hening kembali.

Dia melihat ke arah Luna dengan wajah tegas. "Lain kali tidak kau tidak boleh terlambat masuk ke kelasku. Jika kau terlambat lagi, nilaimu akan kukurangi! Siapa namamu?"

Gadis di depan pintu itu memandangnya dan berkata, "Luna."

Begitu dia selesai berbicara, seluruh murid di kelas itu berseru 'O' pelan dan kemudian mereka murai ramai kembali.

Sedangkan, Sang Guru sudah tidak bisa menahan keributan di kelasnya ini. Dirinya kelas dengan murid-muridnya yang tidak mendengarkannya.

"Dia bilang dia Luna?"

"Gadis jelek itu?"

"Gadis yang selalu menguntit dan mengganggu Rangga itu?"

"Si idiot yang tidak bisa melawan bahkan berani menegur seseorang?"

"Tuhan!"

Tangannya memegang erat tali tasnya, dia bisa merasakan tatapan Rangga yang menatapnya dengan tajam.

Setelah keriuhan itu, Si Guru cemberut dengan wajahnya yang kaku.

Dia melihat gadis itu dengan ekspresi tidak senang dan berkata, "Masuk!"

Dirinya bahkan tidak mengenali Luna tadi.

Pada hari biasa, bahkan saat tidak memakai seragam sekolah, dia masih mengenali Luna dengan riasan tebal ala gothicnya itu.

Dia tidak menyangka bahwa saat Luna tidak memakai riasan tebalnya dan memakai seragam sekolahnya dengan 'normal', dirinya terlihat seperti dua orang yang berbeda.

Tapi terlambat ke kelasnya tidak bisa dimaafkan!

Melihat Rangga juga mengikutinya, guru itu berbicara lagi, "Rangga, aku ingat kau bukan siswa di kelas ini."

Rangga adalah pemuda populer di sekolah, dan putra pemegang saham terbesar di SMA Swasta Mahardika. Jadi, dia sudah mengenalinya.

Pemuda itu masih menatap lekat Luna.

"Anda sangat terkenal dengan ceramahnya. Saya di sini untuk mendengarkan."

Guru itu tersenyum dan berkata, "Kalau begitu cari tempat untuk duduk." Rangga tersenyum, memasukkan salah satu tangannya ke saku celananya, dan berjalan langsung ke baris terakhir, ke tempat Luna, dan duduk di sebelahnya.

Beberapa siswa sudah menggosip dengan seru, dan mereka tidak mendengarkan gurunya lagi.

Mata mereka beberapa kali memandang pada Luna, kemudian Rangga sambil berbisik ke teman di sebelahnya.

Siapa yang tidak tahu bahwa selama ini Luna selalu menguntit dan mengganggu Rangga sepanjang hari? Ini adalah berita besar bagi para penikmat gosip!

Rangga menyandarkan kepalanya di bahu Luna.

Gadis itu menjauh, dan Rangga mendekat, kemudian bersandar padanya lagi.

Saat gadis itu begeser menjauh dan Rangga malah mendekatinya.

Guru yang menangkap gerakan kecil kedua siswanya itu, dan dia dengan kesal berkata, "Apa kau mendengarkanku?!"

Luna segera berhenti bergerak, dan Rangga bersandar padanya dan semakin mendekatkan tubuhnya.

Luna mengangkat tangannya untuk mencubit lengannya, tetapi Rangga meraih tangannya itu.

Pemuda itu berbisik padanya, "Sebentar saja. Trikmu sudah berhasil. Kau telah menarik perhatianku."

Luna memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam.

Dia membenturkan dahinya ke dahi Rangga dengan cukup keras.

Pemuda itu mengerang kesakitan.

Luna berkata dengan dingin, "Aku sudah bilang, jangan menguji kesabaranku!"

Rangga melihat gadis itu yang berekspresi kaku itu.

Baru kemudian dia benar-benar menyadari bahwa Luna sekarang berbeda dari sebelumnya.

Menyadari hal ini, Rangga merasa sedikit kesal.

Dia tidak tahu apa yang terjadi pada Luna yang menyebabkan perubahan seperti itu.

Tapi dia menyukai Luna yang sekarang.

Tapi mengapa dia tampak tidak menyukainya ketika dia menyukainya dulu?!

Memikirkan hal ini, dia bertanya, "Apakah kau masih menyukaiku?"

Guru di depan mereka membanting bukunya ke meja dan berkata, "Kalian berdua! Berdiri!"

Setelah itu, bel sekolah, tanda pelajaran berakhir, berbunyi.

Para siswa di kelas tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi kesal guru mereka!

avataravatar
Next chapter