40 Konferensi Pers (5)

"Kak Jovan, bagus enggak aku pakai ini?" tanya Cinta lagi, melambaikan tangannya pada Jovan pertanda dia memanggil. Jovan sedari tadi hanya melihat tanpa mengucapkan sepatah kata pun sehingga membuat Cinta kebingungan. Apa penampilannya terlalu aneh, tanya Cinta dalam hati.

"Kayanya Pak Jovan terpana lihat Nona" goda pelayan itu lagi sambil menahan senyumnya. Cinta hanya bisa menahan tawa saat mendengar kalimat itu. Terpana, mana mungkin seorang Jovan terpana dengan seorang perempuan, jelas-jelas lelaki dihadapannya itu terkena skandal penyuka sesama jenis dan Cinta lah tameng skandal itu.

"Bagus" sahut Jovan cepat sambil tersenyum puas. Dress pilihannya itu melekat sempurna di tubuh Cinta, memberikan kesan dewasa dan anggun. Dengan sedikit dandanan, pasti Cinta akan terlihat lebih cantik lagi, batin Jovan, memuji dalam hatinya.

"Kita coba yang lain?" ucap Pelayan butik sambil mempersilakan Cinta kembali ke dalam.

Setelah hampir tiga jam berganti hampir dua puluh setelan baju, mulai dari dress, pakaian formil maupun pakaian santai, Cinta merasa sangat lelah. Baju terakhir yang Cinta coba adalah pakaian santai berupa dua potong pakaian berwarna monokrom dengan kerah V dan bawahan rok high waist dengan warna senada. Sang pelayan juga melengkapi dengan sepatu bertumit sedang yang membuat Cinta semakin terlihat jenjang.

"Aduh, cantik sekali" puji pelayan itu, puas dengan tampilan gadis dihadapannya.

Cinta melihat pantulan dirinya di cermin, memang penampilannya langsung berubah saat memakai baju yang sesuai, berbeda sekali dengan tampilan sederhana dirinya sehari-hari, paling hanya mengenakan kemeja dan celana kain atau jeans lusuh biasa saja. Dia keluar dari kamar pas dan menunjukkan tampilannya pada Jovan.

"Gimana?" tanya Cinta. Wajahnya sudah terlihat lelah, dia hanya ingin makan dan istirahat saja setelah ini.

"Oke" balas Jovan, mengangguk setuju dan memberi kode pada pelayan untuk membayar semua belanjaan dia hari ini. Cinta kembali lagi ke dalam kamar pas.

"Pakai saja" cegah Jovan.

"Eh?" balas Cinta, menghentikan langkahnya untuk kembali ke kamar pas.

"Pakai saja, aku suka. Ayo kita ke salon" ajak Jovan. Melangkah pergi untuk membayar semua pakaian yang diberikan untuk Cinta hari ini.

"Ini semuanya?" tanya Cinta, terkejut. Dia sempat melihat nominal harga beberapa baju. Sepotong saja paling murah sekitar satu juta rupiah. Cinta sampai tidak berani membayangkan jumlah nol di tagihan pembayaran nanti. Jovan masih menambah sebuah sling bag dan sebuah clutch pesta untuk mempercantik penampilan Cinta. Tanpa sadar Cinta berjalan menuju tempat Jovan berdiri untuk mencegah lelaki itu menambah dua tas tadi. Memang siapa yang perlu, batin Cinta.

"Ayo Nona, saya lepas dulu tag bajunya dulu" ucap pelayan itu menahan langkah Cinta.

"Kamu mau kemana? Masa kita mau jalan-jalan, baju masih ada tag harganya sih Sayang." goda Jovan lagi, sengaja menekankan kata "Sayang" disetiap kalimat yang dia ucapkan.

Cinta baru saja ingin menolak, tapi sang pelayan sudah menggiring dirinya kembali ke dalam kamar pas untuk melepas tag harga di baju yang sedang Cinta kenakan. Cinta terpaksa menurut, sementara Jovan melirik sebentar sambil tersenyum.

"Ayo Sayang, kita ke salon ya" ajak Jovan lagi setelah Cinta keluar dari kamar pas. Lelaki itu mengambil tangan Cinta dan menarik mendekati dirinya

Cinta kembali mencibir kesal, bulu kuduknya meremang setiap mendengar Jovan memanggil dengan sebutan "sayang". Lelaki ini tetap dengan sandiwaranya yang konsisten, bahkan sampai saat mereka masuk ke dalam mobil, Jovan berlaku sebagai seorang gentleman sejati dengan membukakan pintu mobilnya untuk Cinta.

"Aih romantisnya" bisik seorang pelayan butik yang membawakan tas belanjaan untuk Cinta.

"Sungguh aktor berbakat" gumam Cinta pelan saat sudah masuk ke dalam mobil. Tidak ada yang mendengar kalimatnya itu, dia yakin Jovan akan marah bila mendengar hal itu. Otak gadis itu sibuk berpikir, bagaimana cara dirinya membayar semua tagihan baju yang dibelikan oleh Jovan. Cinta juga tidak berani bertanya mengenai harganya. Bisa-bisa dia pingsan mendengar jumlah seluruh barang yang sekarang sudah tersimpan rapih di bagasi mobil Jovan.

"Oke, kita ke salon ya Sayang" balas Jovan, lagi-lagi tersenyum ke arah Cinta.

"Tidak perlu sandiwara lagi, kita sudah di dalam mobil" ucap Cinta dengan santai. Buat apa Jovan masih memanggilnya dengan sebutan "sayang" lagi. Para pelayan butik itu bahkan sudah tidak bisa mendengar mereka, keluh Cinta dalam hati.

"Terserah aku. Kalau aku mau panggil kamu dengan sebutan "Sayang", gimana dong?" balas Jovan, mengedipkan sebelah matanya.

"Terserah" balas Cinta, benar-benar tidak tertarik dengan godaan Jovan ini. Entah karena terlalu lelah atau karena terlalu malas, Cinta bahkan tidak bersemangat untuk menolak apapun alasan Jovan. Gadis itu kembali memalingkan wajahnya, mengamati pemandangan di jendela luar dengan tatapan kosong.

Jovan mulai melajukan kendaraannya. Sesekali lelaki itu melirik ke arah Cinta. Berharap gadis itu mulai berbicara pada dirinya, atau minimal memalingkan wajahnya ke arah Jovan. Sepuluh menit berselang, Cinta tetap pada posisinya.

"Hah, sulit sekali mendekati gadis ini" batin Jovan dalam hati.

Mereka berdua larut dalam keheningan. Hanya ada alunan musik sayup-sayup dari radio ternama di kota, yang diputar Jovan agar dia sedikit terhibur saat menyetir. Jovan tidak suka keheningan saat menyetir.

Cinta pun semakin larut dalam lamunannya. Otaknya penuh dengan bayangan apa yang akan terjadi setelah esok hari, bagaimana sikap keluarganya bila melihat konferensi pers besok, apa ibunya akan marah, atau menerima Jovan. Lalu bagaimana juga nasib Cinta setelah kontrak itu selesai, atau lebih parahnya, entah bagaimana nasibnya bila orang mengetahui rahasia tentang perjanjian hubungan mereka kelak. Semua itu membuat dia merasa kebingungan dan hatinya dipenuhi kegundahan.

"Sudah sampai" ucap Jovan, memberi tahu. Jarak butik dan salon tidak terlalu jauh, hanya sekitar 30 menit saja. Suara Jovan membuyarkan lamunan Cinta. Tanpa disuruh lagi, gadis itu keluar dari mobil, berjalan menuju salon yang sejak awal mereka tuju.

Jovan memperhatikan tingkah lesu Cinta. Apa dia lelah setelah menghabiskan tiga jam di butik, atau dia benar-benar tidak suka dengan belanja dan salon, tanya Jovan dalam hati. Masih berusaha mereka-reka perasaan hati Cinta.

Di dalam, sudah ada penata rambut yang menunggu kehadiran mereka. Jovan tidak lagi mau menuju salon langganannya yang biasa, disana dia akan sering bertemu teman-teman gay nya. Setelah bersama Karen, lelaki itu benar-benar memutuskan semua hubungan dengan orang-orang yang mengetahui mengenai orientasi seksualnya. Jovan juga sudah didaftarkan untuk terapi, hanya dia masih berusaha menunda terapi itu dengan alasan sibuk mempersiapkan konferensi pers dan album barunya. Jovan merasa belum siap.

"Selamat datang Pak Jovan" sahut seorang wanita, menyambut mereka.

"Jadi ini Mbak Cinta?" tanyanya lagi. Jovan membalas dengan anggukan.

"Yuk, kita keramas dulu" ajak wanita itu. Cinta menurut, semakin cepat dikerjakan, maka semakin cepat pula dia bisa pulang, pikir Cinta.

Lima menit kemudian, Cinta mendapat banyak sekali perawatan. Mulai perawatan rambut, muka, kuku dan kulitnya.

Awalnya, Jovan hanya duduk sambil memperhatikan semua perawatan yang menyiksa Cinta. Tapi lama-lama dia bosan juga hanya menunggu, jadi dia mengambil beberapa perawatan untuk dirinya sendiri juga.

Dua jam kemudian, Jovan selesai melakukan perawatan untuk dirinya. Lelaki itu melangkah ke arah tempat Cinta melakukan perawatan, tapi tidak ada Cinta disana.

"Kak, aku disini" ucap Cinta, menepuk lengan Jovan. Pacar bohongan nya itu pun membalikkan badannya, mendapati sosok gadis cantik yang sudah berubah 180° sudah berada dihadapannya dengan wajah lelah.

"Kak? Kak Jovan?? Haloo?" panggil Cinta, beberapa kali sambil melambaikan tangannya di depan wajah Jovan.

"Kenapa? Aku aneh ya?" tanya Cinta. Penata rambut tadi memotong rambut gondrong Cinta yang semrawut, membuat sedikit gaya curly lalu merias wajah Cinta dengan dandanan natural. Sungguh penampilan Cinta membuat Jovan tercengang. Tidak ada lagi gadis mahasiswa polos yang tidak menarik, gadis itu sudah berubah menjadi wanita cantik dan menarik.

"Tuh kan.. Beneran jelek banget ya Kak? Aku juga udah bilang sama si mbak tadi, pasti aku enggak cocok ya di curly kaya gini?" celoteh Cinta sambil mengerucutkan bibirnya sambil menundukkan wajahnya dalam-dalam. Dia sudah yakin pasti wajahnya terlihat tambah aneh sekarang, makanya Jovan sampai tidak sanggup berkata-kata seperti ini.

"Enggak," ucap Jovan pelan.

"Hm?" tanya Cinta, kepalanya terangkat, tidak mendengat apa yang Jovan katakan sebelumnya.

"Sama sekali enggak jelek. Cantik sekali" jawab Jovan dengan tatapan yang membuat Cinta merasakan sejuta kupu-kupu berada di perutnya.

avataravatar
Next chapter