24 Kelas Akting

Beberapa hari terakhir ini, Nadine merasa Velina bersikap aneh padanya. Dia kerap mencuri pandang dan menanyakannya pertanyaan-pertanyaan konyol. Bila dugaannya benar, tak hanya Velina, namun juga Jun dan Jena.

Ia tahu mereka memang tidak terlalu dekat, apalagi dengan Jun dan Jena yang sangat jarang bertemu dengannya, apalagi berinteraksi bersama. Namun, dibandingkan dengan beberapa hari yang lalu, kini sikap mereka terlihat lebih aneh lagi.

Ia mengerutkan keningnya sambil menyesap kopi toraja favoritnya. "Ada apa sih?" Tanyanya sambil mengernyitkan kening. 

"Na, kamu sebegitu sukanya ya sama nutella?" Tanya Marino di meja makan, sambil menunjuk roti panggang dengan dagunya, yang sedang diolesi nutella oleh Velina.

"Eh?" Velina menatap rotinya dengan penuh horor. Setengah botol nutella kini telah berpindah ke atas rotinya.

"Oh? Ini buat Jun!" Tanpa babibu, Velina segera meletakkan rotinya di atas piring Jun.

Jun yang tengah mengunyah makanannya sendiri  terkejut karena ia tiba-riba mendapatkan menu baru di atas piringnya. Ia ingin menolak Velina dengan pandangan matanya. Namun, Velina memelototinya, memaksanya menerima 'pemberiannya'. Jun bersikeras, ia mengernyitkan keningnya, sambil membuka matanya lebar-lebar, tanda ia menolak 'pemberian' Velina. Namun, ia tidak menolaknya dengan tindakan. Ia takut dianggap tidak sopan bila mengembalikan roti itu ke piring Velina.

Tak lama, bukan hanya tatapan mata mereka yang beradu, tetapi juga bibir mereka. Velina memonyongkan bibirnya, yang dibalas oleh Jun. Mereka berdua menggerak-gerakkan bibir mereka namun tak sepatah katapun terucap.

Perang pandangan mata dan bibir manyun yang sedang mereka berdua lakukan membuat Jena geleng-geleng kepala. Ia merasa bersyukur tidak duduk di sebelah Velina. Gadis itu memang selalu memiliki ide-ide brilian yang membuat ia dan kakaknya sering dijadikan kambing hitam.

Ya… Bukannya tak rela sih… Tapi..

"Ck… Ck… Ck…" Nadine berdecak melihat kelakuan konyol mereka. Ia lalu berdiri setelah menyelesaikan kopi pahitnya.

"Eeeh! Nadine! Kamu mau kemana?" Tanya Velina cepat-cepat, terkejut melihat Nadine berdiri. Dia segera melupakan jika dia sedang 'bertarung' dengan Jun.

"Ke kantor lah!" Jawabnya sekenanya, sambil memutar kedua bola matanya.

"Oh… Eh… Iya juga ya" Velina tersenyum canggung sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Setelah melihat kepergian Nadine, karena tak tahu dia harus melakukan apa, akhirnya Velina memutuskan untuk pergi ke agensi. Dia harus segera melakukan sesuatu. Satu tahun itu sangat sebentar, dan kini dia jadi meragukan ambisinya sendiri. Bisakah dia mendapatkan penghargaan aktris pendatang baru terbaik hanya dalam waktu satu tahun?.

Satu jam kemudian, dia sampai di agensi. Tempat itu ternyata sudah cukup ramai, meskipun masih pagi. Dia lalu melihat jadwal kelas yang tersedia hari itu. Karena dia akan segera diorbitkan, maka dia tak harus mengikuti latihan-latihan rutin seperti para trainee lainnya.

Tentu saja, hal ini membuat banyak orang bertanya-tanya tentang jati diri Velina. Rata-rata, seseorang menjadi trainee selama dua atau tiga tahun sebelum akhirnya diorbitkan. Kecuali, mereka memang sangat berbakat ataupun mempunyai banyak uang untuk membeli sebelah peran. Mereka percaya, Velina pasti jenis kedua!. 

Namun, melihat gaya berpakaian Velina yang terlalu terlihat kasual dan sederhana, mereka menjadi kembali ragu.

Ketika para trainee sedang menunggu di dalam ruang latihan, langkah seorang wanita anggun yang mengenakan kemeja putih, rok pensil berwarna merah, dan syal segitiga bermotif bunga berwarna-warni yang menghiasi sebagian rambutnya, membuat mereka semua terkejut penuh semangat.

"Halo semuanya!" Sapanya sambil melepas kaca mata hitamnya.

Semua orang sontak menjadi riuh melihat wajahnya yang sangat cantik sambil menyunggingkan sebuah senyuman. 

Ia adalah Mira Soraya, seorang aktris papan atas yang telah memenangkan beberapa penghargaan bergengsi. 

"Aduh! Badannya bagus sekali!" Seorang berseru.

"Dibandingkan dengannya, kecantikanku hanyalah remahan roti!" Seseorang berbisik pada teman di sebelahnya. Ia memandangi Mira Soraya dengan penuh kekaguman. 

Mira Soraya memiliki kecantikan khas Asia Tenggara. Rambutnya berwarna hitam panjang, mata yang bulat berwarna hitam, hidung yang bangir, dan bibir yang penuh sensual. Tingginya hanya 165cm, membuat lelaki yang melihatnya berharap bisa melindunginya. 

Tanpa memperdulikan orang-orang yang membicarakan dirinya dengan penuh kekaguman, ia memulai topik pembelajaran hari itu.

Dengan penuh percaya diri, Mira berdiri di tengah-tengah ruang latihan, memberikan beberapa pengarahan dalam berakting. 

Velina menatapnya, pandangannya agak sedikit rumit. Wanita di hadapannya ini tetap terlihat cantik seperti dulu, namun, sepertinya ada sesuatu yang kurang. Dia tidak tahu apa yang aneh, namun, dia memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya.

Dia memfokuskan dirinya untuk kelas hari ini. Jika dia bisa membuktikan dirinya pada kakeknya, maka dia akan dapat terus berakting sampai dia merasa bosan.

Kelas hari ini, adalah latihan akting untuk memainkan peran yang emosional. Mereka semua diminta untuk memainkan peran seseorang yang ditinggalkan. Velina mengerutkan keningnya, memonyongkan bibirnya, berpikir dalam-dalam. Dia harus memerankan seseorang yang bersedih karena ditinggalkan oleh seseorang. Bagaimana dia dapat berakting seperti itu? Menangis saja dia hampir tidak pernah!.

Semua orang yang melihatnya berbisik-bisik, mereka jelas sedang membicarakan Velina yang sedang terlihat kebingungan. 

"Kau lihat, sepertinya dia hanya modal tampang saja!" Seseorang tersenyum sinis.

"Sepertinya kamu benar. Dia terlihat benar-benar kebingungan!" Seorang gadis di sebelahnya menyahut.

"Siapa sih namanya? Nana? Nana siapa?" Seorang lainnya menyahut. 

Velina, gadis yang sedang dibicarakan, justru tidak menyadari jika dia menjadi pusat perhatian di kelas itu. Pikirannya sibuk memilih-milih peran yang akan dia mainkan nantinya.

Tiba-tiba, bayangan seseorang muncul dalam benaknya.

avataravatar
Next chapter