1 Cinta Monyet

Cilacap 1982.

Poniah

Aku dimasukan ke sekolah SD bersama Ngatijo,Ngadikin,Mustolih dan teman teman yang lain.

Beberapa hari setelah menjadi siswa kelas satu,rasanya aku sudah naksir pada bu guru, Ibu Ani namanya.

Di kelas tiga aku naksir Poniah murid perempuan paling menawan bagiku.

Senyumnya indah sekali dengan barisan gigi yang rapih serta wajah yang putih.

Aku cuma berani melirik sekali sekali, itupun curi curi, jauh sekali mau mengungkapkan perasaan.

Setelah tamat SD aku merantau ke berbagai kota. Sekitar 25 tahun kemudian aku bertemu lagi dengan Poniah.

Kali ini aku sudah punya keberanian untuk bercengkerama. Poniah sudah berkeluarga dan dikaruniai beberapa orang anak.

Sambil ngobrol aku perhatikan dengan seksama. Aku cari cari dimana kencantikannya yang dulu sangat aku kagumi ketika masih sama sama di SD.

Ketika aku bertemu dengan teman sekolahku yang lain, namanya Siti Masriyah.

Langsung aku tanyakan padanya.

"Ti, Poniah dulu waktu sekolah cantik banget yah, apa sih rahasianya.?"

"Oh iyaa, dulu kan kalau berangkat sekolah dibedakin tebel banget sama mamahnya jadi kelihatan putih berseri seri ," begitu kata Siti

Ah dasar aku yang masih lugu, tak bisa membedakan antara bedak dan kulit manusia.

Kelas 3SD

Tentang betapa menawannya paras Poniah di mataku rasanya para pembaca sudah mengetahuinya.

Sekarang aku ingin memperkenalkan diri/keadaan diriku serta alasan mengapa Cimonku pada Poniah tak pernah aku ungkapkan.

Aku anak yang minder,rendah diri dan cenderung penakut,takut pada teman teman yang lain terutama yang berbadan besar dan tampang agak sangar . Aku bahkan tak berani untuk ikut dalam berbagai permainan ketika waktu istirahat, entah itu main Karambol,Catur atau permainan lainnya.

Aku lebih sering menghabiskan waktu membaca buku di pojok ruang perpustakaan, disitu aku temukan duniaku

Badanku kecil,sangat kurus ,hitam,busik dan gigi gingsul pula. Berbeda jauh dengan Ngadikin yang berbadan tegap,hidungnya mancung dan kulitnya putih bersih. Aku yakin bukan karena bedak.

Tentang putihnya kulit Ngadikin sempat aku tanyakan padanya.

" waktu itu kan aku ikut ibu ke Jakarta Man,trus kulitku jadi putih, coba kamu sekali kali ke Jakarta pasti kulitmu akan jadi putih" begitu katanya.

Aku sangat mempercayainya..sebuah harapan masuk dalam pikiranku..ya..suatu saat aku harus ke sana.

Jadi, di kelasku Ngadikin dan Poniah adalah murid paling tamvan dan cantik.

Kami sering mengusik mereka berdua.

"Pon,Nih Ngadikin katanya ehem ehem ke kamu," sambil kami rame rame mendorong tubuh Ngadikin ke arah Poniah.

Poniah hanya tersenyum tersipu sipu.

Aku ikut menikmati senyumnya.

Sejak saat itu aku selalu bersemangat setiap kali berangkat ke sekolah walaupun jarang mandi pagi..di sana ada senyum Poniah.

Bukan hanya di sekolah saja aku 'berburu 'wajahnya.

Ketika ada orang hajatan dan ada persembahan kesenian tradisional entah itu kuda lumping atau sintren aku akan mendatanginya dengan ataupun tanpa uang jajan.

Aku akan berkeliling dan berharap Poniah juga ikut menonton dan ketika mataku sudah melihat kedudukannya maka aku akan mecari posisi yang bertentangan arah mata angin dengannya.

Tujuannya agar aku dengan mudah memandangnya tanpa dia ketahui tanpa harus menoleh ke kiri atau ke kanan.

Persetan dengan tontonannya😁. 

Andai saja saat itu aku punya kaca mata hitam tentu akan lebih nyaman lagi aku mencuri pandang wajahnya.

Bertahun-tahun aku lakukan pengintaian ini,bahkan sampai aku lulus SD dan merantau. Setiap kali pulang dari perantauan aku akan mencari di mana akan ada pertunjukan/ tontonan.

"Nyamperin ke rumahnya?..gila lu ndro!..mana gua berani !😁.

Walaupun aku sudah ke Jakarta tapi kulitku tetap hitam tapi sudah tak busik lagi gaes.

Aku punya keberanian setelah pulang dari Malaysia. Dengan gigi yang sudah rapi dan menenteng Handycam (waktu itu aku mau nyoting anaknya Siti Masriyah yang mau kataman dan sunat) aku nekad mendatangi rumah Poniah (Aku belum nikah waktu itu).

"Asalamualaikum," aku memberi salam.

"Saiman !!?," gagah temen kowe siki, nang ndi bae ora tau keton .?" (Saiman, gagah sekali kamu sekarang. Kemana aja gak pernah keliatan) mata Poniah terbeliak dan berkaca kaca menatapku seakan tak percaya.

Tawa kami pun pecah .

Tiba tiba aku lancar ngobrol dengannya.

Yang aku tau Poniah sangat senang bisa ketemu aku setelah sekian lama. "Andainya kau tau, saat ini aku bahagia Pon".

Kami cuma ngobrol sebentar didepan rumahnya dan aku melanjutkan mengayuh sepeda ke arah rumah Siti Masriyah.

Inilah cintaku yang paling sempurna.

Cinta tanpa menyakiti.

avataravatar
Next chapter