11 Pertemuan -2-

Buku menu sudah menutupi wajah Melani, langsung saja ia teringat dengan sebuah pertemuan yang tidak sengaja. Pria itu, orang yang tidak sengaja bertabrakan dengannya pada saat ia berpergian dengan Adit dan Fani beberapa waktu lalu.

"Weni?"

Axelle menatapnya dengan bingung, karena Melani masih terus menutupi wajahnya.

"Kamu mau pesen apa?" Tanya Melani asal saja, otaknya masih memproses apa yang harus dia lakukan agar pria dihadapannya tidak curiga dan mengetahui kebohongannya.

Axelle menatap buku menunya sendiri, mengamati tiap tulisan pada menu tersebut. Kembali ia menatap ke arah Melani yang masih menutup wajahnya.

"Mata kamu enggak sakit, baca sedekat itu?" Tanya Axelle.

"Uffhhh...." Melani memekik pelan dari balik buku menunya dan mulai kebingungan.

Perlahan ia menurunkan buku menunya, wajahnya langsung berubah dengan sebuah senyum manis yang ia buat. "Hmm..mm.. Maaf ya.. Aku cuman sedikit bingung. Karena baru pertama kali ketemu sama kamu."

Axelle menopangkan dagunya, dan ia pun ikut membalas senyuman Melani. "Mmm... ternyata kamu anaknya lucu ya.." Puji Axelle.

("Untunglah, sepertinya Axelle tidak ingat dengan pertemuan waktu itu)

"Apa Lucu??"

"Iya.. aku pikir kalau lihat gimana cara kamu balas pesanku. Tadinya aku mengira kamu anak yang.... Ahh.. sudahlah kita enggak perlu bahas ini." Axelle kembali memandang buku menunya.

Melani menatap Axelle yang masih tertunduk, pria itu tidak seburuk seperti yang dibayangkan client-nya si Weni asli.

Bentuk alisnya yang tebal, dengan hidungnya yang mancung. Ditambah rahang pipinya yang terlihat menonjol.

Melani juga memperhatikan sudut mata Axelle, bentuk mata yang indah tidak terlalu bulat ataupun kecil. Pria itu mengenakan poloshirt merah, dengan jeans hitamnya. Rambutnya ia tata dengan rapi, aksesoris yang ia gunakan hanya sebuah jam tangan sport berwarna putih,

Tunggu... Melani memperhatikan ada sebuah anting kecil yang bertengger di telinga kanannya. Axelle tiba-tiba saja mendongakkan wajahnya. Melani yang terlalu lengah, terlambat untuk mengalihkan pandangannya.

"Aku bisa mati gaya, kalau kamu terus lihatin aku seperti itu." Axelle kembali menyeringai, dan Melani merona malu, karena Axelle yang mendapati dirinya sedang asik mengamati tiap sisi wajahnya.

Suasana Cafe itu sudah menjadi lebih ramai dari sebelumnya, ternyata bukan hanya Melani dan Axelle saja yang terlihat seperti seorang pasangan. Banyak pasangan lainnya yang terus berdatangan, Melani lupa kalau dirinya bukanlah seorang ahli dalam melakukan KEBOHONGAN seperti ini.

"Weni..." Panggil Axelle, tapi Melani masih saja melamun menatap piringnya seraya memainkan sendoknya yang beradu pada piring makannya.

"Weni..." Panggil Axelle lebih keras, tapi masih terdegar sopan dan ramah.

"Ya..?"

Melani tersadar kalau saat ini namanya adalah Weni. Hampir saja ia lupa, "Melani..ayo fokus.. selesaikan hari ini... dan kau tidak perlu bertemu dengannya lagi." Ia membatin.

"Kamu gak suka sama makanannya, makanan kamu enggak habis. Apa kita perlu cari tempat lain?" Tanya Axelle.

"Ohh... ini, Aku cuman udah kenyang aja kok." Jawabnya.

"Jadi Axelle, mengenai perjodohan itu. Kamu sudah tau kan apa keputusanku, aku pikir aku tetap enggak bisa menerima perjodohan ini." Lanjut Melani, Axelle mengelap bibirnya dengan selembar tissue.

Memutuskan untuk menghentikan makannya, dan mulai menyimak apa yang sedang dibicarakan oleh wanita yang ada dihadapannya.

"Dan mengenai permainan adu pintar itu.. Kamu yakin mau melakukan hal itu?" Melani melihat Axelle, dari raut wajahnya pria itu seperti sedang menahan sesuatu.

Dan benar saja, pria itu tertawa dengan puas. Bahkan wajahnya menjadi merah padam, "Apa ada yang lucu?" Tanya Melani sungguh-sunguh dan merasa kesal.

Axelle mulai mengatur rasa geli yang dan menutup cepat mulutnya, walaupun wajahnya masih terus memerah. Axelle mulai mengatur mimik wajahnya agar menjadi normal kembali.

"Sorry Weni, aku cuman enggak nyangka kalau kamu bisa percaya sama apa yang aku omongin." Jawab Axelle sambil mengambil gelas minumannya.

"Aku sendiri pun, bukan tipekal orang dengan pemikiran seperti itu. Perjodohan??" Axelle mulai mendramatisir suaranya.

"Ayolah... kita masih terlalu muda. Masih banyak hal yang harus kau dan aku kejar bukan? Lagi pula kita juga harus saling mengenal bukan, ada baiknya kalau kita memulai hubungan ini sebagai seorang sahabat."

"Bagaimana menurutmu?" Axelle kembali tersenyum, sebuah senyuman manis yang ia berikan pada Melani.

"Eee..e.... Baguslah." Melani merasa lega dengan jawabab Axelle, tadinya ia menyangkan pria itu akan tetap bersikukuh untuk melakukan perjodohan tersebut,

"Maksud kamu Wen?".

"Maksud aku, ide kamu bagus. Memang lebih baik kalau kita memulai ini dengan sebuah persahabatan. Dan itu tidak buruk, bukan?" Melani menyeringai dengan jawabannya sendiri.

"Oh ya, terimakasih ya.. buat kemarin.." Ucap Axelle dan ia kembali melanjutkan santap sorenya. Melani menegakkan tubuhnya, matanya yang bulat terlihat bingung dengan apa yang dimaksud oleh pria itu.

"Kemarin..?" Ucap Melani masih bingung.

"Iya, bingkisan yang kamu kirim buat papa dan mama. Mereka suka dengan kue buatan kamu." Jelas Axelle, dan lagi pria itu memberikan sebuah senyuman.

"Ahh... iya.. benar... kue ya.. Aku harap kalian semua suka dengan kuenya." Jawab Melani asal saja, tapi wajahnya terlihat cemas.

Axelle menatap Melani, untuk beberapa detik saja dan hanya tersenyum setelahnya. Membuat Melani menjadi semakin canggung. Melani hanya bisa membalas dengan sebuah senyuman yang ia paksakan.

Santap sore itu tidak berlangsung lama, Melani lebih banyak menyimak semua cerita Axelle. Mengenai kehidupan mandirinya, bagaimana ia bersekolah di Singapura. Dan menceritakan bahwa dia juga memiliki seorang adik laki-laki yang amat dekat dengannya.

"Axelle !" Melani menghentikan cerita panjang Axelle, pria itu langsung terdiam.

"Ahh... Weni. Maaf aku terlalu banyak bercerita ya."

"Ahh.. enggak apa-apa kok. Gimana kalau kita akhiri pertemuan kita hari ini." Ucap Melani, dan Axelle hanya memicingkan matanya, menandakan dia kurang setuju dengan usulannya.

"Maaf kalau kamu berpikir aku egois, tapi hari ini sepertinya..."

"Hari ini sepertinya....cuaca masih cerah, bagaimana kalu kita menonton? Sedikit berjalan-jalan?" Potong Axelle.

"Ha..Apa menonton?"

"Ya.. menonton. Bukannya kamu kemarin kamu juga bilang berencana untuk menonton ya?" Ucap Axelle lagi, masih saja ia terus tersenyum. Melani tampak bingung dan ragu, batinnya sedang kesal karena ia tidak tau apa mengenai apa yang sedang dibicarakan oleh Axelle.

Mengapa Weni client-nya, malah bertindak sesuatu yang membuat rencana mereka akan gagal?

***

Melani benar-benar terlihat seperti orang yang penuh dengan kelinglungan. Sepanjang perjalanan Axelle terus saja mengatakan sesuatu yang dia tidak tahu. Dia hanya bisa berharap hari ini bisa berlalu dengan cepat, dan dia bisa menyelesaikan tugasnya.

Melani hanya terus diam didalam mobil Axelle, Cooper putih itu terus saja melaju ke arah jalan yang semakin lama semakin Melani kenal. "Kalau enggak salah disini ada mall yang lebih dekat." Ucap Axelle masih menatap jalan yang ada dihadapannya.

"Apa??" Melani yang menjadi tersadar.

"Maksud kamu mall yang ada di ujung jalan besar sana." Melani menunjuk kearah depan mobil, sebuah jalan besar terlihat olehnya.

"Iya kamu benar, loh kamu kenapa Weni?" Axelle sedikit melirik kerahnya, melihat wajah Melani yang tampak panik, "Kamu enggak kenapa-kenapa?"

("Itu kan tempat pertama kali gue ketemu sama dia, apa jangan-jangan dia udah tau kalau gue.... engak-enggak... dia enggak tahu pastinya")

setibanya di Pusat perbelanjaan- Mall

"Weni?

"Kita nonton komedi ya, kemarin kamu juga bilang kalau kamu suka nonton komedi?"

Ucap Axelle dengan riang dan meyakinkan. Menunjuk ke arah papan film, sebuah film dengan genre horor komedi yang aneh membuat Melani menaikkan kedua alisnya.

"Komedi? tapi itu juga horor.. bukan?" Ucap Melani antara bertanya-tanya dan membaca tulisan pada papan film yang ada dihadapannya.

"Kamu tunggus sini ya, antriannya lumayan panjang. Biar aku saja yang beli tiketnya."

"Tapi Axelle, tunggu..."

Axelle tidak menghimbaukannya, dia terus saja berjalan meninggalkan Melani yang terduduk di sofa tunggu. Melani memegangi kedua lututnya, menunggu dengan cemas, dia mulai merasa ada yang aneh dengan Axelle.

Sepintas Melani berpikir bahwa Axelle mengetahui dirinya yang berbohong, mengetahu kalau dirinya bukanlah Weni.

avataravatar
Next chapter