12 Ketahuan-kah?

Akhirnya Melani dan Axelle menghabiskan waktu satu setengah jam mereka dengan menonton film bergenre horor. Melani merasakan jantungnya yang terus berdebar, bukan karena filmnya yang terlalu menakutkan, tapi karena ia seperti mencurigai sikap Axelle yang terlalu ramah dan baik.

Axelle tidak berhenti menertawakan beberapa adegan yang menurutnya tidak masuk akal, Melani hanya bisa menjadi pendengar sejati.

"Weni tunggu." Ucap Axelle, mereka berdua sedang berada di koridor mall di lantai tiga.

"Kenapa?" Tanya Melani bingung, tapi wajah axelle terus saja mendekat ke arah wajahnya.

("Dia mau apa sih?") Batin Melani.

Wajah Axelle terus mendekat, dan Melani sedikit memundurkan wajahnya dengan bingung.

"Axelle?" Panggil Melani pelan. Tapi pria itu tidak berhenti dengan terus mendekatkan wajahnya, dan wajah Melani langsung memerah karena malu. Mungkin tadinya ia berpikir, pria tampan dihadapannya akan menciumnya. Tapi bukan itu yang terjadi.

Tangan Axelle bergerak keatas kepala Melani, ada sesuatu yang baru saja ia ambil. "Rambut kamu ada popcorn-nya." Ucap Axelle ketika ia sudah berhasil menyingkirkan remahan popcorn dari rambut Melani.

Hati Melani langsung saja merasa tidak enak, dan sebenarnya ia juga malu. Mengapa ia bisa berpikir untuk hal yang tidak-tidak.

"Ah.. terimakasih." Ucap Melani. Ia langsung menundukkan wajahnya, semoga saja Axelle tidak tahu tentang apa yang ia pikirkan tadi.

"Jadi... Sekarang kita mau kemana lagi?" Tanya Axelle, ia masih semangat untuk terus ber-eksplorisasi dengan Melani.

"Mmm... kayanya hari ini udah cukup deh, aku harus pulang dulu." Ucap Melani, melirik kearah jam tangannya. Axelle tampak kecewa, tapi ia masih terus menjaga sikap ramahnya didepan Melani.

"OK, kalau kamu mau-nya pulang. Aku juga enggak bisa paksa kamu, kan." Axelle menyeringai dengan senyum sempurnanya yang bisa meluluhkan hati wanita yang melihatnya.

"Mmm... Terimakasih ya. Eemm..." Melani tampak bingung, bagaimana harusnya ia membuat kalimat perpisahan pada pria tersebut.

"Terimakasih sudah mau aku repotkan hari ini, dan terimakasih sudah ajak aku nonton tadi. Mmm... Aku pamit dulu ya.." Lanjut Melani dengan bingung, tapi ia pun langsung membalikkan badannya.

Tangan Axelle sudah meraih tangan Melani dengan cepat, ia masih menahan Melani untuk tidak pergi. Kedua pasang mata itu saling menatap dan dalam beberapa detik mereka hanya terdiam tanpa berkata apapun.

"Aku minta nomor telepon kamu, boleh?" Tanya Axelle, tapi tangannya masih memegangi erat tangan Melani.

"Nomor aku? Bukannya kamu sudah punya ya?" Ucap Melani bingung, dan Axelle belum melepaskan pegangannya.

"Aku tahu kalau aku gak minta nomor kamu, kita pasti enggak akan ketemu lagi." Kali ini Axelle memegangi satu tangan Melani lagi. Dan kedua tangan itu sudah berhasil dipegang oleh Axelle, pria itu masih menatap lurus ke arah Melani.

"Aku tahu kamu bukan Weni, siapapun kamu. Aku enggak peduli, aku tahu kalau kamu orang yang baik."

Melani langsung melebarkan kedua bola matanya, ia tidak menyangka jika dirinya akan ketahuan dengan cepat. Apalagi respon dari pria ini, justru jauh dari bayangan Melani. Ia pun langsung melepas paksa pegangan tangan Axelle.

"Kalau kamu tahu, kenapa kamu malah seperti mempermainkan aku ya?" Ucap Melani dengan nada jengkel.

"Bukannya kamu yang sedang main-main? Dengan berpura-pura menjadi Weni? Aku sudah tahu dari awal." Ucap Axelle, walaupun Melani sudah bersikap ketus. Tapi ia masih bisa tersenyum pada Melani, sedangkan Melani hanya menunjukkan kegeramannya.

"Kamu pikir aku lupa ya, kita pernah ketemu kan. Mungkin kalau gantungan kunci itu bisa bicara, dia bisa jadi saksi hidup kalau kita pernah bertegur sapa, loh." Axelle menyeringai puas, sedangkan Melani langsung tersadar dengan kekeliruannya.

Pria itu langsung saja menyambar tas Melani, dengan gerakan cepat mengambil ponsel Melani yang berada dalam tasnya.

"Itu hp aku!! Kamu mau apa, Axelle?"

Melani berusaha untuk mengambilnya, tapi Axelle yang lebih tinggi darinya membuat Melani susah untuk menggapai tangan Axelle yang masih memegangi ponsel miliknya.

Kedua tangan Axelle sudah berada diatas, dan tentunya masih memegangi ponsel Melani. Ia mulai mengetikkan sesuatu, dan tidak lama terdengar suara ponsel berdering.

"Kamu telepon pakai hp aku?!" Melani lebih bersifat ketus.

"Nahh... dapat kan. Nih aku balikin ponsel kamu."

"Ahh... ternyata kamu tipe cowok yang nyebelin dan iseng ya." Melani sudah meletakkan ponselnya kedalam tas selempangnya.

"lebih iseng siapa ayooo ? Kamu atau aku?" Sindir Axelle.

"Ihhhh..... terserah deh." Melani langsung membalikkan tubuhnya, ia sudah harus segera menjauh dari Axelle sebelum kesabaranya sudah mulai habis.

"Kamu gak mau kasi tahu nama asli kamu?" Sahut Axelle, pria itu tidak mengejar Melani. Dan Melani juga tidak menjawab pertanyaannya.

***

Melani masuk kekamarnya dengan wajah yang kesal, benar dugaannya. Dari awal Axelle sudah tahu kalau Weni yang ia temui bukanlah Weni sebenarnya.

"Ahhh... Siall!! Gimana nih!! Kalau Weni sampai tahu. Nanti dia gak mau bayar lagi." Melani tampak frustasi, padahal nominal yang besar itu sudah terbayang-bayang pada pikirannya.

Melani mengambil ponselnya, kemudian ia melihat nomor Axelle yang belum ia simpan.

"Hhh... Simpan gak ya?" Ucap Melani pada dirinya sendiri, ia pun melempar kesal ponsel miliknya diatas kasur.

"Aarrgghhh..." Keluhnya kembali dengan geram. Melani melirik ponsel dan meraihnya, akhirnya ia memutuskan untuk menyimpan nomor Axelle. Dan itu benar-benar terpaksa ia lakukan, terbesit sebuah ide agar Weni mungkin saja akan membayarnya.

"Mmm... Tenang Melani, tenang... Berpikir... dengan tenang akan membuatmu bisa menyusun rencana yang bagus." Melani menarik nafasnya dan mulai mengetikkan sesuatu pada layar ponselnya, ia sedang menulis pesan pada Axelle.

>Maaf tadi aku enggak sempat kenalin namaku sendiri. Dan Maaf karena sudah ngerjain kamu, Namaku Melani. Kamu bisa panggil aku Lani.

= Hai Lani, nice to meet you. Dan permohonan maaf kamu, sudah aku terima.

("udah segitu aja, dia gak tulis aneh-aneh lagi?") Batin Melani bingung, dan ia mulai mengetikkan kembali.

>Mengenai tadi, boleh gak aku minta tolong kamu. Supaya Weni gak tahu, kalau penyamaranku sudah terbongkar. Please..

("Hhh... sumpah lebay banget gue.")

= Well, itu tergantung. Gimana kalau kita ketemuan lagi untuk kedua kalinya.

"APA!!!" Melani berteriak kesal dalam kamarnya, "Dasar cowo nyebeliinn!!!"

avataravatar
Next chapter