webnovel

001

Suara derap langkah kaki membuat gadis berponi itu menoleh. Tepat beberapa meter dari dirinya duduk sekarang, pria yang biasa dipanggil Papa oleh dirinya berdiri dengan gagah. Hal itu membuat Kiara segera beranjak dari duduknya dan memeluk sang Papa.

"Papaaaa! Aaaa, aku kangeeeen! Papa udah 2 Minggu disana! Emang nggak kangen aku apa?!" pekik gadis itu setengah bergerutu sambil memeluk sang Papa.

Kekehan kecil keluar dari bibir tebal pria itu. Tangannya mengelus punggung putrinya dengan sayang.

"Hm. Papa kan urusan bisnis sayang. Telat waktu kan pulangnya. Hanya dua minggu Papa sudah disini lagi." 

Dia, Kiara violet mayora. Gadis berambut sepunggung serta badan minimalis dengan tinggi hanya satu meter kotor. 

"Oleh olehnya buat aku mana?" tuntutnya sambil melepaskan pelukan. Sang Papa menunjuk kearah belakang.

 "Masih di beresin sama Pak Kardi." 

 Kiara mengangguk paham. Lalu segera menarik sang Papa untuk duduk. Saat ini dirinya berada di ruang keluarga dengan televisi yang menayangkan film sinetron.

"Vio mana?" tanya Dion, Papanya Kiara. 

Bukannya menjawab, sang putri justru mendengus. Sangat tidak menyukai pertanyaan yang baru saja diajukan oleh Papanya.

  "Ya mana aku tau." juteknya dengan nada ketus. Sang Papa tertawa pelan dan mengelus rambut Kiara.

 "Kapan akurnya? Kalian udah sama-sama gede loh. Papa nggak mau kalian kayak gini terus." jelas Dion. Bukannya menjawab, Kiara mengacuhkannya begitu saja. 

 Dion menghela nafas jengah. 

"Yaudah. Papa istirahat dulu ya."

****

Makan malam terasa tenang. Dimana Kiara yang tampak duduk anteng sambil menikmati makan malamnya, begitu juga dengan Dion yang melakukan hal yang sama. Tepat dihadapan Kiara, seorang gadis bernama Vio tampak hanya mengaduk makan malamnya tanpa nafsu.

"Vio, kenapa makanannya nggak dimakan?" tegur Dion karena sudah memperhatikan gadis itu sejak awal makan malam.

Kiara mengangkat kepalanya menatap Vio yang cengengesan sok imut membuatnya ingin mual. Namun sebisa mungkin Kiara tetap duduk anteng.

"Vio udah kenyang Pa." jawabnya dengan suara pelan. Dion mengangguk saja dan meneruskan menyantap makan malamnya. 

"Eum, Pa." Panggil Vio seperti nada ragu. Dion menatap gadis itu dengan alis terangkat. 

"Eum. Vio besok mau ziarah ke makam Mamanya Vio. Papa mau ikut?" tawarnya dengan agak ragu. 

Dion mengangguk singkat. 

"Kiara juga ikut." putus Dion dengan suara tegas. Kiara menatap Papanya dengan malas. 

  "Kalau Papa mau pergi, pergi aja. Aku nggak mau ikut. Aku nggak kenal sama mamanya dia." cetus Kiara dengan malas. Vio tampak tersenyum masam mendengarnya. 

"Kiara, gimanapun mamanya Viona itu tantenya kamu. Sekalian besok kita Ziarah ke makamnya Mommy mu." 

Kiara mendengus. Tampak tidak setuju dengan keputusan itu. 

"Nggak. Aku nggak mau ikut. Aku bisa ziarah ke makan Mommy kapan aja." 

Viona Rosalina, gadis yang merupakan sepupu dari Kiara itu berdehem. Tampak ingin menguasai suanana agar tidak berperang lagi.

 "Eum. Vio sendirian aja Pa." tukas Viona dengan senyum canggung. 

"Nggak! Besok kita bareng-bareng kesana. Kamu Kiara, jangan kayak gitu. Viona juga nggak pengen hidup kayak gini. Hargain Vio." 

Kiara menggertakkan giginya. Merasa kesal dengan ucapan sang Papa. 

"Putri Papa tuh siapa sih sebenarnya?! Aku atau dia?! Dia cuma numpang dirumah kita! Harusnya dia juga ikut mati waktu kecelakaan Tante sama Om waktu itu! Biar nggak nyusahin orang terus!" ketus Kiara mulai emosi. 

Viona mengalihkan tatapannya kearah lain. Menahan air mata yang akan turun kapan saja karena kata-kata Kiara yang sangat menohok hatinya.

"Kamu bener Ra. Harusnya waktu itu aku ikut mati biar nggak sakit kayak gini disini. Aku juga nggak pengen Ra Mama Papa aku ninggalin aku secepat itu. Aku juga pengen bahagia bareng mereka Ra gimana kamu bahagia bareng Papa. Aku tau aku disini cuma numpang, tapi plis, jangan perjelas. Kita sesama cewek pasti tau rasanya." jelas Viona panjang lebar. 

Usai mengatakan itu, Viona berdiri dan menatap Kiara dengan tajam. 

"Papa nggak usah ikut besok. Aku nggak bakalan mati dijalan tanpa Papa. Dan lagi buat kamu Ra, jaga mulut kamu sebelum aku bertindak kasar. Kalau aku bertindak kasar, jangan harap ada kebahagiaan lagi nanti buat kamu!" 

Viona berlari menuju lantai dua meninggalkan Dion dan Kiara yang sama-sama terdiam. Dion menatap Kiara dengan datar.

"Papa nggak pernah ajarin kamu kayak gitu Ra. Terserah kamu mau gimana, papa nggak marah. Tapi kalau nanti Vio bertindak kasar sama kamu, bakalan Papa biarin karena kamu sendiri yang memancingnya." 

Dion menengguk minumannya dan pergi dari sana. Kiara menghela nafas kasar. Kenapa jadi seperti ini? Maksudnya bukan untuk seperti ini, hanya untuk menolak ajakan sang Papa.

"Anjing!"

******

Malam berganti pagi, Kiara turun untuk sarapan. Namun baru saja menginjakkan kakinya dilantai, pandangan dimana Papanya memeluk Viona dengan sayang membuatnya kesal. Seolah ingin mencabik-cabik wajah sok polos Viona. 

Iya, Kiara akui memang selama ini Viona hanya diam saja saat dirinya mengolok-olok gadis itu, tapi bukan berarti dirinya bebas memeluk Papanya Kiara. 

Tanpa alasan, Kiara berbalik untuk masuk ke kamarnya. 

Salah satu yang membuat Kiara membenci Viona adalah karena gadis itu merebut perhatian Dion kepadanya. Apalagi saat masih sekolah dulu, Viona kerap masuk 3 besar di kelas membuat Dion membanggakan gadis itu dan melupakan peran Kiara sebagai anak. Walaupun Kiara tidak masuk 3 besar, setidaknya dirinya sudah berusaha untuk menggapai itu.

Hal itu membuat Kiara dendam sendiri kepada Viona. Seluruh yang seharusnya jadi milik Kiara dirampas Viona dengan mudah. 

"Sialan!" umpat Kiara melampiaskan kekesalannya. Tanpa peduli apa-apa, Kiara mengirimkan chat kepada seseorang di seberang sana mengatakan bahwa dirinya ingin bertemu. Dengan segera Kiara bersiap-siap dan melupakan kekesalannya itu.  

*****

"Hai Babe!" 

Kiara tersenyum mendengarnya. Dengan anggun, gadis itu menghampiri cowok yang menyapanya tadi. Saat ini dirinya berada di rumah kekasihnya, Gavin. Cowok yang menjadi kekasihnya sejak 6 bulan yang lalu.

"Tante mana?" tanya Kiara sambil duduk disebelah Gavin yang hanya mengenakan celana boxer saja. 

"Arisan." jawabnya dengan singkat. Kiara mengangguk dan segera duduk di sebelah Gavin. 

"Aku bosen dirumah. Ayo jalan-jalan." ajak Kiara dengan semangat. Senyum tidak pernah pudar dari bibir tipisnya. Gavin tersenyum penuh arti dan mengangguk pelan. 

"Tunggu bentar ya. Aku siap-siap dulu." 

Kiara hanya mengangguk saja. Tanpa menunggu waktu lama, Gavin segera beranjak dan pergi dari sana. Kiara menyenderkan tubuhnya ke sandaran sofa. 

Berselang beberapa menit, Gavin sudah turun dengan pakaian rapi. Kiara tersenyum. 

"Ayo." Ajak cowok yang jawab anggukan oleh Kiara. 

"Emang mau kemana?" 

Kiara menunjuk ponselnya yang menampilkan sebuah gambar Cover film.

"Nonton."

"Masih pagi loh by." 

Kiara terkekeh pelan. Lalu mengusap perut ratanya dengan perlahan.

 "Baby nya belum sarapan. Ayo sarapan dulu." Kiara masuk ke mobil, sementara Gavin tertawa mendengarnya. 

 "Baby siapa dah, buat aja belum." Guraunya sambil menstater mobil.

 "Baby kita nanti lah abis nikah." 

Gavin geleng-geleng kepala mendengar nya. Dengan perlahan, di halamannya mobil itu menuju ke rumah makan terdekat agar perut Kiara segera diisi.

*****

Next chapter