3 EPS.2 KLUB SASTRA KLASIK

Gerimis hujan mulai turun. Air mulai membasahi kaca jendela luar lantai 4 kelasku. Hari ini adalah pelajaran geografi. Seperti biasa, aku duduk di bangku paling belakang pojok kiri dekat jendela luar. Suasana dingin mulai terasa di tubuh. Aku hanya memandangi turunnya hujan lewat kaca jendela sembari memainkan bolpoin.

Guru masih menjelaskan pelajaran di depan kelas sambil menulis kan beberapa kata di papan tulis. Aku melihat jam tangan di tangan kiriku. Waktu masih menunjukkan 11.30 , masih setengah jam lagi waktu pulang sekolah. Aku menoleh menatap luar jendela, melihat tetesan air hujan yang masih turun walaupun tidak terlalu deras. Dari sini dapat terlihat lapangan basket dan pohon-pohon di lingkungan penghijauan yang basah karena hujan.

Aku kurang memperhatikan pelajaran hari ini. Waktu terasa berjalan lambat. Aku tidak mau buru-buru menantikan waktu sekolah berakhir, karena sebentar lagi aku tidak langsung pulang. Aku akan mulai mengikuti klub sebagai anggota baru di klub sastra. Mungkin bisa dibilang hari yang sulit bagiku.

Bisa dilihat dari keseharianku, setelah sekolah berakhir, aku langsung pulang dan menjalani aktivitas normal biasa setiap hari. Menurutku itu adalah hal terbaik bagiku. Tetapi, entah bagaimana dengan orang lain, mungkin mereka akan merasa bosan lalu mencari aktivitas lain dari pada melakukan aktivitas yang monoton. Beberapa orang mungkin mengisi waktu libur sekolah dengan bepergian. Mungkin pergi ke tempat hiburan atau entah ke mana.

Waktu libur sekolah bagiku adalah waktu terbaik untukku bersantai-santai di dalam rumah. Melepas dari pelajaran sekolah dan banyaknya tugas yang biasa membuatku untuk tidak berhenti berpikir. Rasa-rasanya bagaikan seribu lilitan rantai yang mengikatku dengan satu juta ton besi yang menimpaku seolah-olah membuatku jatuh di dalam lubang yang sangat dalam tanpa dasar. Bisa dibilang aku tidak mau meninggalkan momen liburanku di rumah.

Hujan di luar mulai semakin deras. Suasana dingin mulai menusuk di tubuh. Tak disangka, tiba-tiba speaker kelas di sudut ruangan berbunyi. Guru yang sedang menjelaskan pelajaran menghentikan pembelajarannya sementara.

"Pengumuman bagi seluruh siswa. Bahwa jam belajar sekolah khusus hari ini akan diperpanjang. Mengingat sebagai nilai tambah untuk semester yang akan datang. Maka, hari ini akan diadakan pelajaran tambahan untuk materi yang tidak diajarkan dari pelajaran yang ada. Sedangkan untuk kegiatan klub sendiri akan dimulai pada jam 3 dan berakhir pada jam 5 sore seperti biasa. Demikian pemberitahuan dari kami."

Ada pengumuman dari pihak sekolah. Akan ada pelajaran tambahan untuk nilai tambahan dari ujian semester mendatang. Sejenak aku menghela nafas panjang. Mungkin kali ini adalah hari yang sulit bagiku. Waktu siang sebaiknya aku buat istirahat untuk menambah tenagaku menjadi hilang. Disisi ini bisa jadi peluang buatku menambah nilai, dan di sisi yang lain menambah daftar kebosananku hari ini karena harus menggadaikan istirahat siangku untuk pelajaran tambahan.

Aku mendongakkan wajahku ke atas. " kapan ini akan berakhir ...."

***

Waktu pulang sekolah telah tiba, aku tetap berada di bangkuku. Guru dan beberapa murid sudah meninggalkan kelas. Hanya aku dan beberapa murid lain yang masih berada di dalam. Sebentar lagi klub akan dimulai. Aku membereskan semua alat tulis ke dalam tas. Aku melihat ke pintu kelas yang terbuka dari luar. Tiba-tiba seorang murid laki-laki datang memasuki kelasku, lalu datang menghampiriku. Seperti biasa, dia adalah temanku Ferdi. Ferdi Kurniawan. Murid kelas 1-D. Dia temanku sejak duduk di bangku SMP. Dia terkenal periang. Tetapi, dia paling dekat denganku karena kita lebih sering bersama sejak dulu.

"Hai, Andi .... "

Ferdi mengambil kursi dan mulai duduk di bangku kosong yang berada di dekat depan bangkuku. Dia meletakkan tasnya di samping bawah kursi. "Kita pulang bersama. Karena, hari ini kegiatan klubku diliburkan. Jadi, aku mengajakmu pulang bersama bagaimana?"

"Hari ini kau pulang duluan saja, sebentar lagi aku sedang ada urusan."

"Bicara apa kau, kita sudah berteman sejak SMP, 'kan? Kalau sekolah berakhir biasanya kau langsung pulang, memangnya ada apa?" Ferdi bingung denganku, mungkin karena aku tidak biasa begitu, setelah selesai sekolah aku langsung pulang. aku tidak berkata apa-apa. Aku mengambil kertas di tasku dan memberikannya kepada Ferdi.

"Itu ... Beneran nih ... Formulir pendaftaran klub ... Andi bergabung dengan klub ... apalagi klub sastra?!" terlihat ekspresi terkejut Ferdi dengan suara terpatah-patah ketika membaca kertas yang aku berikan.

"Kau tahu?"

"Tentu saja, tapi kenapa kau memilih klub sastra?" Ferdi terlihat penasaran dengan pilihanku untuk masuk di klub sastra, terlihat dari raut wajahnya yang terlihat penuh tanda tanya. Aku tidak berkata apa-apa. Aku mengambil secarik surat dan menunjukkannya kepada Ferdi.

"itu ... Surat dari kakakmu kan, Andi? Coba aku lihat" Ferdi mengambil surat yang aku pegang dan membacanya secara sekilas.

"klub itu tidak memiliki anggota dan terancam dibubarkan, makanya dia memintaku bergabung agar klub itu tidak dibubarkan."

"kakakmu kalau tidak salah ahli dalam ....?"

"ilmu bela diri Kempo, dan dia akan menggunakannya padaku jika aku menolaknya " Ferdi tertawa mendengar hal itu, di pikirannya mungkin sangat lucu jika aku mengalami nasib ini. "Kau jadi tidak bisa menolak ya."

"Yah, aku tidak akan melakukan apa-apa selain yang diminta kakakku."

"Tidak ada anggota ya, kalau begitu kau bisa menguasai ruangan klub itu untuk dirimu sendiri. Memiliki ruangan pribadi disekolah itu, kedengarannya sangat keren,'kan?" Ferdi mengangkat bahu

"Menguasai ....?!" mungkin menarik juga apa yang dikatakan Ferdi. Menguasai klub dengan Cuma aku sebagai anggotanya. Itu bisa jadi hal yang menarik buatku untuk bersantai.

Aku langsung menuju ruang kantor klub terlebih dahulu. Ruangan itu terletak di gedung paling utara lantai 1. Aku menuju ruang kantor klub untuk mengambil kunci ruangan klub sastra. Selepas itu, aku bergegas melangkahkan kakiku menuju ruang klub di lantai 3 dengan melewati anak tangga sedikit demi sedikit. Aku sempat berpapasan dengan cleaning servis saat di anak tangga lantai 2 menuju lantai 3. Mungkin dia sedang memperbaiki atau mengecek sesuatu di lantai 3.

Aku tiba di lantai 3, ruang klub itu terletak dilorong paling ujung dari sini. Lorong itu sepi. Tidak ada sama sekali orang yang datang ke sana, aku bergegas menuju ke lorong tersebut. Lorong ini juga agak gelap, hanya diterangi oleh cahaya matahari senja. Mungkin juga karena ini sebab tidak ada sama sekali yang berminat jadi anggota klub. Klub ini terpencil. Ada juga anggapan sebagian orang kalau klub sastra itu tidak pernah ada di SMA ini. Klub terlupakan. Mungkin itulah yang bisa digambarkan dari klub ini. Lantai 3, lumayan jauh juga.

Aku tiba di ruangan klub. Aku memasukkan dan memutar kunci lalu menggeser pintu ruangan itu. Ruangan klub terlihat sepi. Banyak sekali buku-buku lama di rak lemari, mungkin itu kumpulan sajak klasik. Aku berjalan perlahan memasuki ruangan tersebut dan menggeser kembali pintu tersebut untuk menutupnya. Suasana dingin masih terasa di tubuh karena hujan tadi. Aku memperhatikan ruangan sambil terus berjalan perlahan. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh seorang gadis yang tengah sendirian sedang memperhatikan luar jendela dengan ditemani cahaya senja. Perawakannya sedang, rambutnya lurus, dengan masih memakai seragam sekolah. Ditempat sepi dan agak gelap ini apa yang sedang dilakukannya. Aku memperhatikannya sambil mendekatinya sedikit demi sedikit. Aku berusaha melangkahkan kakiku menuju ke arahnya. Tiba-tiba tanpa disadari dia menoleh perlahan ke arahku lalu tersenyum kepadaku, jantungku terasa berdetak semakin kencang.

"Selamat sore"

Gadis itu menyapaku dengan tatapan lembut, aku tidak berkata apa-apa. Aku hanya menatapnya dan menghela nafas dalam-dalam.

"Apakah kau juga anggota klub sastra, Andi?"

Dia mengenalku? Aku tidak tahu sama sekali siapa gadis ini, tapi yang jadi pertanyaan kenapa dia kenal denganku dan kenapa dia ada disini. Apa yang sedang dilihatnya diluar jendela. Aku mencoba melontarkan pertanyaanku dengan singkat.

"Siapa?"

"Kau lupa ya? Aku Lilulu" gadis itu mencoba meyakinkan aku.

Tampaknya gadis itu sangat mengetahui tentang diriku. Tapi siapakah dia? Seorang gadis sendirian ditempat sunyi dan sepi. Lilulu? Aku tidak pernah ingat nama itu. Aku mencoba bertanya tentang dirinya.

"Maaf, Aku sama sekali tidak mengingatmu" Aku menggelengkan kepalaku.

Aku benar-benar tidak tahu siapa dia, dan tidak tahu apa yang sedang dilakukannya ditempat ini.

"Kau, Andi Ardiansyah dari kelas 1-B 'kan? Aku ini, dari kelas 1-A" gadis itu mencoba mengingatkanku. Siapakah gadis ini. aku mencoba mengingat-ingatnya. Kelas 1-A? Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Jangan-jangan dia mengenalku saat kelas gabungan. Saat itu sekolah sedang mengadakan kelas musik yang diselenggarakan dengan menggabungkan beberapa kelas. Salah satunya kelasku dan kelas 1-A.

"Apakah kita pernah sekelas saat pelajaran musik?"

"Ya ...."

Pelajaran musik. Bukannya pelajaran itu baru diadakan sekali. Tetapi, kenapa dia bisa mengingatku. Bukankah ada banyak sekali murid yang datang ke kelas itu. Tapi kenapa dia mengenaliku, apa aku terlihat mencolok atau malah terlihat menarik.

"Lalu, Lilulu, kenapa kau berada di ruangan ini?"

Aku mencoba bertanya kepadanya, tentang alasan gadis ini ada disini. Sangat aneh ada seorang gadis yang sendirian berada di tempat sepi ini. Gadis itu lantas tersenyum kepadaku, aku mendongak keatas untuk menghindar dari senyumannya. Tiba-tiba ia mendekat ke arahku. Aku agak kikuk saat gadis ini terlalu mendekat ke arahku

"Aku bergabung di klub sastra. Jadi, aku disini untuk memperkenalkan diri." Gadis itu berusaha meyakinkanku.

Dia bergabung di klub sastra? Aku sontak terkejut mengetahui jika gadis ini juga bergabung di klub sastra. Aku mulai berangan-angan. Apa yang akan terjadi selanjutnya. Mungkin Kali ini akan jadi semakin ramai. Aku jadi tidak bisa menguasai kelas ini sendirian. Aku menghela nafasku perlahan. Berusaha melupakan angan-angan yang tidak pasti. Mungkin juga Cuma aku dan dia yang masuk di klub sastra. Karena klub ini sepi, tidak ada peminatnya sama sekali.

"Untuk apa kau bergabung disini."

Aku mencoba melontarkan pertanyaan kepadanya tentang alasan gadis itu bergabung di klub ini, kenapa dia tidak memilih klub lain. Padahal banyak klub yang lebih ramai dan menarik dari pada disini.

"Soal itu ... Ada alasan tersendiri. Bagaimana denganmu Andi?" Gadis itu menundukkan kepalanya kepadaku.

Gadis itu tidak menjawab pertanyaanku. Terlihat dari wajahnya sedang menyembunyikan sesuatu. Mungkin dia tidak ingin diketahui tujuan pastinya bergabung di klub ini, entah apa yang ada dipikirannya. Tapi yang pasti dia tidak ingin diketahui sehingga dia bertanya balik kepadaku. Aku mencoba mengendalikan situasi ini dengan tidak bertanya lebih lanjut. Karena sebenarnya aku juga tidak begitu tertarik.

"Begini, aku bergabung hanya agar klub ini memiliki anggota." Aku menjawab pertanyaannya dengan antusias.

Aku mulai teringat tujuanku bergabung disini. Kakak, bahagialah. Dengan ini klub sastra tidak akan dibubarkan.

"Baiklah, aku pulang dulu." Aku langsung berbalik badan dan hendak segera meninggalkannya

"Kau sudah mau pulang?"

"Ya, berjuanglah. Nanti tolong kunci ruangan ini ya." Aku menjawabnya dengan ekspresi datar.

Aku melangkahkan kakiku dan berjalan menuju pintu. Saat aku sampai didepan pintu, tiba-tiba dia memegang lenganku dan menghentikanku keluar ruangan.

"Aku tidak bisa mengunci ruangan ini." Gadis itu berseru kepadaku.

"kenapa?"

"Aku tidak memiliki kuncinya."

Tidak memiliki kuncinya? Terus bagaimana cara dia bisa masuk kalau tidak pakai kunci. Sedangkan saat aku masuk pintunya terkunci. Aku mulai merogoh saku untuk mengambil kunci dan memberikan kunci kepadanya.

"Kenapa Andi bisa mempunyai kuncinya?" gadis itu terlihat bingung

"kenapa? Kalau tidak ada kunci, aku tidak akan bisa masuk ke ruangan ini 'kan? Ngomong-ngomong, bagaimana kau bisa masuk ke ruangan ini?"

"Tadi, saat aku datang kemari ruangannya tidak dikunci." Gadis itu berusaha menjelaskan kejadiannya kepadaku.

Terlihat aneh, sebelum aku datang, ruangannya tidak dikunci, dan saat aku datang kesini, ruangannya terkunci. Jika menurut dugaanku, berarti dia disini sedang terkunci dari luar. Pintu ini tidak akan terkunci sendiri kalau tidak memakai kunci. Padahal Cuma aku yang memegang kuncinya. Lantas siapa yang membuatnya terkunci disini.

"Ngomong-ngomong, apakah yang disana itu adalah temanmu?" gadis itu menatap kesamping pintu ruangan yang agak terbuka sedikit.

Mendengar ucapannya aku langsung menoleh kebelakang. aku mendapati Ferdi tengah mengintip diam-diam dibalik pintu. Apakah dia membuntutiku tadi dan menguping percakapan kami. Dasar aneh, apa yang sebenarnya dia lakukan.

"Ferdi ...."

Aku langsung memanggil Ferdi yang sedang bersembunyi dibalik pintu.

"Ah, maaf-maaf, aku tidak bermaksud menguping pembicaraan kalian." Ferdi lalu menggeser pintu dan masuk kedalam ruangan. Ia tadi tidak segera pulang tadi. Entah apa yang dilakukannya, tiba-tiba dia menguping pembicaraan kami berdua.

"Habisnya gimana, aku tidak sengaja melihat Andi berdua-duaan dan berbicara dengan seorang gadis disebuah kelas yang hanya diterangi cahaya matahari terbenam. Mau tidak mau, aku jadi penasaran, 'kan? Aku memang tidak ingin mengganggu kencan sepulang sekolah kalian, tapi kalau melihat ...."

"A-ah, A-aku tidak ...." Gadis itu berusaha menghentikan omongan Ferdi dengan suara yang agak terpotong-potong dengan melambaikan kedua tangannya. Wajahnya terlihat memerah saat Ferdi berbicara barusan.

"Udahlah, jangan kau hiraukan omongan Ferdi" aku mencoba berbicara kepada gadis itu

"Iya-iya, mana mungkin. Aku hanya bercanda kok" Ferdi meletakkan kedua telapak tangannya di belakang kepala sambil tersenyum lebar.

"Andi, siapa dia?" gadis tersebut bertanya kepadaku tentang Ferdi

Di tidak tahu? Padahal, Ferdi juga ikut kelas gabungan. Kenapa dia hanya mengingatku. Aku menepuk tanganku ke jidat. Apakah aku terlihat semenarik itu.

"Namanya Ferdi Kurniawan. Pembohong terhebat sedunia." Aku menyebut namanya dengan menyelipkan julukan yang aku berikan kepadanya dengan ekspresi datar.

"Hebat! Perkenalan yang bagus Andi!" Ferdi mengarahkan jempol kearahku. "Salam kenal, ngg ...."

"Namaku Lilulu." Gadis itu memberitahu namanya sambil membungkukkan badannya "Salam kenal."

"Li ... lilulu ... Lilulu yang itu?!" sontak, Ferdi terkejut bukan main setelah mendengar namanya.

Entah apa yang membuatnya terkejut. Kurasa ada sesuatu yang menarik. Mungkin terlihat keren atau entah gimana, sampai-sampai membuatnya terkejut.

"Memangnya ada apa dengannya?" Aku bertanya kepada Ferdi

"Andi, kau tidak pernah mendengar nama Lilulu?"

Aku menggelengkan kepala, aku benar-benar tidak tahu siapakah dia ini, atau apakah dia ini sebenarnya. Karena aku tidak kenal sama sekali murid kelas 1-A. Ada banyak sekali murid di sekolah ini, aku tidak bisa mengingatnya satu persatu. Murid dari kelas lain yang aku kenal dan akrab adalah Ferdi itu sendiri.

"Dia adalah salah satu dari keluarga terkaya di kota ini, dia juga salah satu anak sulung di keluarganya yang terkenal dengan kecantikan dan kepintarannya. Aku sering melihat namanya di penghargaan prestasi SMP"

"Oh, benarkah?"

"Biasa saja kok, itu hanya karena aku sering berlatih saja" gadis itu tersenyum dan menggaruk-garuk kepalanya.

"Apa yang engkau lihat diluar sana" aku bertanya kepada gadis itu tentang apa yang diperhatikannya diluar. Gadis itu tidak berkata apa-apa. Ia langsung memegang lenganku dan menarikku menuju ke jendela ruangan. Ferdi mencoba mengikutiku. Kita bersama menuju ke jendela luar. Gadis itu lalu menunjuk salah satu bangunan tua yang ada di pinggir sekolah. Bangunan itu sangat tua daripada bangunan lain yang ada disekolah ini, terlihat lama tapi masih kokoh berdiri. Bangunan itu berbentuk persegi panjang dengan tinggi kira-kira sekitar 3 meter, dan luas sekitar 4 × 6 meter. Aku juga tidak tahu bangunan apa itu, saat aku berada disekolah ini, aku sama sekali tidak tahu akan bangunan itu. Bangunan itu terletak diujung sekolah ini. Bangunan itu terlihat jelas dari ruangan ini karena gedung ini yang paling dekat dengannya. Bangunan itu bukan dari beton tetapi terbuat dari kayu dengan atap genteng yang bercat merah. Bangunan itu tertutup oleh pohon-pohon dan di kelilingi oleh pagar besi. Mungkin itu adalah kawasan terlarang bagi setiap orang untuk memasukinya.

"Itu sebenarnya bangunan apa sih?" Ferdi bertanya kepada gadis itu. Gadis itu menggelengkan kepala. "Aku juga tidak tahu pasti bangunan apa itu."

Kami langsung melangkahkan kaki keluar ruangan Karena jam klub sudah hampir usai. Kami berjalan perlahan melewati anak tangga sambil mengobrol.

"Jadi, kenapa kau bisa terkunci disini?" aku bertanya kepada gadis itu.

"Aku tidak tahu, aku tadi datang 3 menit setelah kau datang kemari. Saat kau datang kemari, aku baru sadar kalau aku baru saja terkunci didalam sini." Aku berpikir sejenak akan perkataannya. Mungkin sudah aku duga sebelumnya dia terkunci dari luar. Entah siapa yang melakukannya tapi yang pasti, bukan seorang murid yang iseng mengunci gadis itu disini, atau memang yang mengunci tidak tahu dia ada disini, dan gadis ini tidak sadar kalau dia sedang di kunci dari luar. Kalau yang aku pegang ini adalah satu-satunya kunci ruangan ini, pasti ada kunci utama. Dan kunci utama itu dibawa oleh orang tertentu.

"Lalu siapa yang mengunciku dari sini?" gadis itu bertanya kepadaku. Ia terus memperhatikanku sejak tadi. Apa aku terlihat semenarik itu, entah apa yang ada didalam pikirannya. Aku mencoba menghembuskan nafas perlahan. Aku melangkahkan kakiku tanpa memperdulikannya, dia membuatku agak aneh saat dia terus menatapku.

"wah, kelihatannya Andi sudah menemukan jawabannya nih." Ferdi berseru menatapku. "Hey, Lilulu. Asal tau saja dia lumayan ahli dalam situasi seperti ini loh. Liat, sudah diketahui dari raut wajahnya. Entah apa yang ada didalam kepala Andi. tapi yang pasti dia sudah menemukan jawabannya" Ferdi berseru-seru menyebutku. Entah kenapa dia suka sekali mengait-ngaitkan sesuatu kepadaku. Ferdi juga kelihatan sudah tahu kalau aku sudah mengetahui jawabannya.

"Benarkah?" Gadis itu bertanya-tanya kepadaku. Terlihat dari wajahnya yang terlihat penasaran kepadaku. Kalau seperti ini jadinya, dia akan selalu merepotkanku dengan pertanyaannya. Sebenarnya aku malas untuk menjawabnya tapi ya sudahlah.

"Kau ingin mengetahui jawabannya? Ikutlah denganku" aku tidak banyak basa-basi, aku langsung mengajaknya menuju lantai 2.

"Iya kan, kalau dalam situasi seperti ini dia bisa diandalkan." Ferdi berseru-seru akan yang aku lakukan, seperti biasa. Dia selalu santai dengan tindakanku, seperti sudah tahu akan kepribadianku.

Kami langsung menuju ke lorong lantai 2, kami melangkah kaki melewati beberapa kelas yang ada di lantai tersebut. Saat kami melewati kelas geografi nampak didalamnya terdapat seseorang yang sedang memperbaiki lampu di atap ruangan itu. Aku langsung menunjuk salah satu cleaning servis yang berada didalam kelas, terlihat dia sedang bertugas mengecek beberapa kelas, cleaning servis itu selalu membawa peralatan dan beberapa keperluan seperti lampu dan lainnya untuk mengecek keadaan setiap fasilitas yang ada. Dan yang pasti dia juga membawa kunci utama.

"Cleaning servis itu yang menguncimu didalam ruangan, karena dilihatnya ruangan itu tidak terkunci makanya dia mengunci pintu dan tidak mengetahui jika kau ada didalam sana. Aku tadi juga sempat berpapasan dengan cleaning servis itu di tangga saat aku menuju ke ruang klub."

"Wah, kau hebat Andi"

"iya kan, sudah aku bilang. Andi bisa sangat berguna akan situasi seperti ini" Ferdi berseru ketus kepadaku. Aku tidak menghiraukannya. Kami langsung menuju keluar sekolah. Ferdi dan gadis itu berjalan lebih dulu didepanku dengan asik mengobrol satu sama lain. Gadis itu menoleh ke araku

"Mulai sekarang kita adalah anggota klub" dia mencoba berbicara denganku, aku hanya diam memperhatikannya. "bagaimana Ferdi, apakah kau juga mau bergabung" gadis itu mencoba mengajak Ferdi ikut bergabung juga.

"Boleh juga. Lagi pula hari ini menyenangkan. Aku sudah masuk OSIS dan klub kerajinan tangan sih ... Oke! Aku bergabung, kau juga kan Andi. Kau sudah mengisi formulir pendaftaran, 'kan?" Ferdi berseru kepadaku.

"Benarkah? Sini ...." gadis itu menghentikan langkahnya dan memberikan tangannya kepadaku.

Aku lantas membuka tasku dan memberikan formulir pendaftarannya kepada gadis tersebut.

"yak, terimakasih. Mulai hari ini, mohon kerjasamanya ya." Gadis itu lantas tersenyum kepadaku

Gadis itu membalikkan badan dan kembali melanjutkan langkahnya menuju keluar sekolah bersama. Gadis itu membicarakan banyak hal dengan Ferdi sambil terus berjalan.

"Kita belum menentukan ketua klub" Gadis itu berbicara kepada Ferdi.

"Benar juga, kalau Andi sih, gak akan cocok dengan jabatan itu" Ferdi memberikan komentarnya tentangku. Gadis itu tertawa mendengarnya, dia lantas menoleh kearah ku dengan senyum manisnya.

Kakak, apa kau puas? Klub sastra klasikmu yang terkenal itu sudah kembali, dan juga mengakhiri hariku yang tenang dan damai. Tidak, aku juga tidak boleh menyerah begitu saja. Aku tidak mau kehilangan kedamaian ini. Aku harus berusaha untuk tidak terlalu ikut campur. Masalahnya adalah, Tuan putri ini.

avataravatar