webnovel

Adella Cemburu

"Hellooooo!!!," teriak Adella dengan gaya centilnya melenggang-lenggok memasuki kelas pagi hari itu. Tangannya melambai-lambai bak seorang model kelas atas.

"Baru datang bukannya bilang salam, malah hello-hello," gerutu Riana sambil menyapu ruang kelas. Hari ini memang jadwalnya Riana piket bersama dua orang teman mereka yang lain.

"Hello itu bukannya salam?"

"Ya bukanlah. Salam itu ya selamat pagi, atau assalammualaikum."

"Ya sutralah. Pinjam pe-er dong," kata Adella sambil menadahkan tangannya.

"Ih, pagi-pagi dah nodong pe-er. Kerjain sendiri aja kenapa?"

"Ya kalau nodong pe-er siang-siang, ya alamat gue bakalan kena setrap lagi sama Pak Ammar," kata Adella sambil cengengesan. "Masa lo tega sih biarin gue kena hukuman nyuci aquarium lagi kayak kemaren? Boleh ya? Lo cakep deh Ri, apalagi kalau sambil nyapu gitu. Kayak bintang film jadul yang judulnya Inem Pelayan Sexy!."

"Sembarangan lo! Bukannya itu tontonan nenek lo? Masa gue disamain sama bintang film jaman nenek-nenek?"

Adella tertawa. Sehari-hari Adella memang tinggal bersama neneknya yang punya kebiasaan menghabiskan waktu di depan televisi. Orangtua Adella sudah berpisah dan masing-masing sudah memiliki keluarganya sendiri. Mereka juga tidak lagi tinggal di Alpan, melainkan sudah pindah ke kota lain.

"Noh, ambil sendiri di tas gue," meski mengomel, Riana luluh juga dengan bujukan Adella.

"Yeaayyyy!!," Adella berteriak senang sambil menandak-nandak berjalan ke bangku Riana. Tangannya bergerak lincah membuka tas ransel milik Riana untuk mengambil buku pe-er matematika. Saat menarik buku itu dari dalam tas, mendadak sebuah amplop terjatuh. Adella memungutnya dengan kening berkerut.

Amplop itu adalah amplop biasa berwarna putih. Namun yang membuat Adella membeku adalah tulisan yang sangat dikenalnya tertera di bagian depan amplop.

'Rahasia Dua Sejoli'

Begitu tulisan yang tertera di amplop. Tiga kata yang mampu membuat perasaan Adella yang tadinya gembira mendadak menjadi tidak enak dan gusar.

"Nggak jadi?," tanya Riana saat melihat Adella kembali ke bangkunya tanpa membawa buku pe-er matematika milik Riana.

"Nggak usah, gue bisa kerjain sendiri," ujar Adella sedikit ketus. Bahkan sempat-sempatnya menyenggol bahu Riana saat kembali ke bangkunya.

"Lo kenapa sih?," tanya Riana heran. Dan lebih heran lagi saat Adella mengeluarkan bukunya dan mulai mengerjakan pe-ernya sendiri. Nggak pernah-pernahnya Adella mau mengerjakan pe-ernya sendiri dengan sukarela tanpa mengomel dan menggerutu!

"Aneh," gumam Riana sambil meneruskan membersihkan kelas.

.

.

Tidak lama kemudian Enji datang sambil bersiul-siul.

"Segar benar? Baru potong rambut ya?," komentar Riana melihat penampilan baru Enji. Rambut Enji yang tadinya panjang berantakan, sekarang sudah dipotong cepak ala calon tentara. Alhasil wajahnya yang selama ini tampak kusam tertutup rambut, sekarang kelihatan cerah dan tampan.

Riana diam-diam mengagumi Enji, meski hanya dalam hati.

"Hehehe..iya nih. Dipaksa nyokap. Gerah katanya melihat rambut gue udah kepanjangan," jawab Enji sambil mengusap rambutnya. Wangi pomade pewangi rambut milik Enji menerpa hidung Riana saat Enji lewat disampingnya.

"Hai Mbul! Rajin benar?," sapa Enji sambil meletakkan tasnya di meja sebelah meja Adella. Mbul alias Gembul adalah panggilan kesayangan Enji buat Adella.

Enji mencondongkan tubuhnya ke arah Adella untuk melihat apa yang dikerjakan gadis itu. "Kamu bikin apa sih?"

"Pe-er matematika," jawab Adella singkat dan ketus.

"Gue dah bikin nih, lo mau nyontek?," ujar Enji menawarkan sambil mengeluarkan buku pe-er matematikanya.

"Nggak usah!," jawab Adella ketus. Enji mengerutkan kening, heran melihat perubahan sikap Adella yang tiba-tiba. Biasanya Adella selalu ceria dan suka bikin kehebohan, tapi kok mendadak jadi jutek dan diam seperti ini?

Enji jadi serba salah.

"Sana pergi!," usir Adella sambil mendorong tubuh Enji.

"Lho kenapa? Bangku gue disini kok," tanya Enji heran.

"Pokoknya pergi! Pergi duduk sama Riana sana!," seru Adella dengan wajah cemberut.

"Kenapa sih? Lo mau gue pindah ke sebelah Riana biar lo bisa sebangku sama Ray?"

"Kalo iya kenapa?"

"Terserah deh," jawab Enji lesu sambil pindah duduk ke sebelah Riana. Untungnya teman sebangku Riana yang bernama Dika sering telat dan jarang masuk, sehingga bangku di sebelah Riana sering kosong.

"Dia kenapa?" tanya Emily yang baru datang barengan dengan Ray, dagunya terangkat ke arah Adella yang memasang muka cemberut. Enji dan Riana kompak angkat bahu. Mereka sendiri juga bingung dengan perubahan sikap Adella yang tiba-tiba.

"Lo duduk di sebelah Adella aja deh Ray," kata Enji.

"Kenapa?," tanya Ray bingung.

"Kayaknya dia cemberut karena cemburu sama Emily," kata Enji lesu.

"Cemburu?," tanya Ray dan Emily serentak, berpandangan satu sama lain. Keduanya terlihat salah tingkah seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

"Kalian berpacaran, ya?," tebak Riana demi melihat wajah Emily yang bersemu merah dan Ray yang salah tingkah.

Enji memperhatikan Adella mendongak dan menghentikan kegiatannya. Hati Enji mendadak pedih saat melihat ketertarikan di wajah Adella menunggu jawaban Ray dan Emily tentang status hubungan mereka.

"Nggak," jawab Ray dan Emily serentak. Namun keduanya kompak menundukkan kepala dengan wajah bersemu merah. Menimbulkan kecurigaan di hati teman-temannya.

"Bilang iya juga tak apa-apa kok," tiba-tiba Adella berkata ketus. "Nggak usah munafik kalau kalian sekarang berpasang-pasangan, meninggalkan gue sendiri."

"Maksud lo apa sih?," tanya Enji heran. "Siapa yang ninggalin elo? Kalau memang benar Ray dan Emily pacaran, bukan berarti kita nggak sahabatan lagi kan? Lagian juga masih ada gue dan Riana menemani lo."

"Nggak usah! Gue nggak butuh kalian! Pergi aja semuanya. Tinggalkan gue sendiri," teriak Riana sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan. Tubuhnya terguncang karena menangis.

Emily, Enji dan Riana saling pandang. Sedangkan Ray hanya mengangkat bahu dan duduk di bangkunya.

Kelas sudah hampir penuh karena waktu bel masuk sudah hampir berbunyi. Alhasil tingkah Adella yang menangis tanpa sebab menjadi perhatian teman-temannya. Namun karena Adella selama ini memang ratu drama dan punya sifat lebay, jadinya tidak ada yang menganggapnya serius. Mereka mengira itu hanya akal-akalan Adella saja untuk menarik perhatian. Apalagi sebentar lagi adalah pelajaran matematika bersama Pak Ammar, guru ganteng yang sering dijadikan sasaran keusilan gadis itu.

"Lo kenapa sih, Del? Lagi dapet ya?," tanya Emily sambil duduk disebelah Adella. "Atau lo beneran cemburu sama gue seperti yang dibilang Enji? Lo naksir Ray?"

Adella terus menangis, membuat Emily jadi bingung. Sampai bel masuk berbunyi dan Pak Ammar muncul, Adella masih saja terisak-isak di bangkunya.

"Hai Class, hari ini Bapak punya kabar gembira," ujar Pak Ammar dengan wajah berbinar-binar. "Hari ini kita nggak ngumpulin pe-er karena Bapak lagi bahagia."

Ucapan Pak Ammar langsung disambut gemuruh suara murid-murid.

"Asyikkkk!!"

"Sering-sering aja Pak kayak gini!"

" Bapak baru dapat warisan ya?," tanya Enji.

"Hush! Sembarangan kamu! Orangtua Bapak masih hidup kok udah bagi-bagi warisan?," sergah Pak Ammar.

"Bapak lagi jatuh cinta ya?," tebak Sri, cewek berkacamata yang duduk paling depan. "Jangan-jangan Bapak mau nikah?"

Anehnya Pak Ammar mendadak tersipu-sipu. "Kamu kok bisa nebak sih Sri? Memang Bapak mau nikah. Alhamdulillah sebulan yang lalu ada yang ngajak ta'aruf. Dan Bapak langsung suka pada gadis itu," kata Pak Ammar dengan wajah bersemu merah.

"Oh nooooo!!! Kenapa semua pada berpasang-pasangan sih??? Gue sama siapa dong??? Huuuu," Adella melolong.

Next chapter