6 Kepulangan

Saat antrian sudah habis dan menyisakan Senna, Senna maju dan memesan 2 posi ayam untuknya dan 1 porsi untuk Langit. Senna juga memesan kentang, 2 buah puding, dan minuman untuknya dan Langit. Dirinya sudah tidak sabar memakan fast food ini. Eropa benar-benar payah dalam hal rasa. Rata-rata, rasa fast food di Eropa tidak terlalu asin dan mendekati hambar untuk lidah Jawa seperti dirinya. Bahkan KFC di Amsterdam menurutnya sangat buruk. Ketika Senna hendak membayar, Langit meletakkan uang terlebih dahulu.

"Thank you loh Lang. By the way kamu ada urusan apa di Jakarta?" tanya Senna setelah mereka berdua sudah mengambil makanan dan duduk dikursi.

"Urusan kantor"

"Sama teman?"

"Iyaa berdua"

"Siapaa?"

"Percuma kamu nggak akan kenal"

"Emang kenapa sih susah banget di tanyain"

"Namanya Putri"

"Aku tahu kok Putri"

"Tahu darimana?"

Senna benar-benar terlihat bodoh sekarang. Senna harusnya bisa menahan ucapannya. Mia-sahabat SMA nya- selalu bergosip tentang Putri yang akhir-akhir ini dekat dengan Langit. Tentu saja Senna tahu Putri. Bahkan Senna tahu potongan dan warna rambut Putri. Rambut Putri berwarna coklat cerah dengan potongan sebahu. Mia pernah mengirim foto Langit dan Putri yang makan berdua setelah acara rapat selesai. Senna mendadak malas makan sekarang.

"Kamu cuma berdua aja ke Jakartanya? Kamu bahkan nggak mau meluk aku yang tumbuh berkembang bersama sejak kecil. Tapi kamu bisa kaya gini" Senna mengalihkan pembicaraan.

"Kami memang ke Jakarta berdua, tetapi tetap tidur dalam kamar hotel yang berbeda Senna. Lagipula ini urusan kantor. Bukan aku yang memutuskan pergi dengan siapa" jawab Langit.

"Tumben bisa ngomong panjang"

"Jangan membuat aku marah Senna. Aku baru bisa tidur jam 3 pagi dan jam 6 pagi harus menjemputmu di Bandara. Jam 2 siang aku harus sudah balik Surabaya" Langit mengusap wajahnya lelah.

"Ayo! Dibungkus aja makanannya" Senna berdiri dan membawa makanan yang belum disentuh sama sekali untuk dibungkus.

Setelah membawa makanan yang sudah dibungkus, Senna dengan cepat melangkah ke arah parkiran. Didalam mobil, Senna diam dan tidak berniat untuk berbicara lagi. Senna sebal karena Langit bahkan tidak menceritakan masalah Putri-putrian ini. Senna menatap Langit yang fokus menyetir.

"Ajak aku ketemu Putri"

"Kamu kan mau pulang ke Surabaya setelah acaramu selesai. Kamu bisa kenalan dengan Putri kapan-kapan" sahut langit.

"Sekarang Langit! Sekarang! Kalau nggak, aku akan laporan ke Mbok Ijah kamu tidur sama Putri"

"Senna, Kamu bukan bayi lagi. Ibuku sakit, jangan menambah hal yang tidak-tidak"

"Kamu kira aku bercanda?"

Baik, setelah ketemu Putri kamu harus kembali ke hotel yang sudah tante Sri pesankan untukmu"

"Iyalah, emang aku mau tidur dijalan! Asal kamu tahu ya! Aku capek Lang. Perjalanan Amsterdam ke Singapura aku nggak bisa tidur. Aku nggak mau tidurku keganggu dengan mikirin hal yang nggak bener. Jadi, kalau emang nggak bener kamu harus buktiin!" Senna mengomel.

"Lagian aku nggak ngerti sama jalan pikiranmu. Kenapa kamu harus kepikiran Putri" sahut Langit.

"Bawel"

Saat ini Senna dan Langit sudah 30 menit didepan kamar Putri dan Putri belum juga membuka kamarnya. Senna sendiri sudah berjongkok karena lelah berdiri. Langit sudah mengirim chat dari tadi dan Putri belum mebalasnya juga.

"Putri kangen karena lama nggak ke Jakarta. Kamu bisa istirahat di kamarku sebentar" tawar Langit pada akhirnya.

"Gitu dong dari tadi. Aku hampir tidur dijalan nih! Kalau aku di usir cleaning service kan nggak lucu" Senna bersungut-sungut.

Setelah sampai dikamar Langit, Senna tidak jadi tidur. Perutnya lapar. Senna memakan lahap ayamnya. Langit yang bingung mau berbuat apa akhirnya menemani Senna makan. Setelah makanan habis dan Senna serta Langit sudah mencuci tangan, suasana menjadi canggung. Apalagi sikap salah tingkah Langit yang membuat wajah nya semakin menggemaskan bagi Senna.

"Senna, kamu tidur saja. Nanti aku bangunkan. Aku istirahat di sofa" pamit Langit kemudian duduk disofa dan memejamakan matanya.

Senna dengan hati-hati ikut duduk disebelah Langit dan menatap wajah Langit. Senna tidak bosan jika disuruh menghabiskan hidupnya dengan memandang Langit. Terdengar konyol, tapi cinta membuat siapapun konyol. Senna tersentak kaget ketika Langit tiba-tiba membuka matanya dan menatapnya intens. Senna hanya bisa mematung dan tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sorot tajam Langit. Entah siapa yang memulai, mereka berciuaman dengan menggebu-gebu. Semua kerinduan tercurahkan dalam ciuman itu. Senna tidak bisa berpikir untuk sesaat ketika Langit memperdalam ciumannya kemudian mempererat dengan pelukan. Ketika ciuman Langit sudah mencapai lehernya, Senna menghentikan ciuman itu.

"Aku nggak bisa sekarang" jawab Langit parau. Dengan sekuat tenaga Senna menjauhkan badannya dengan Langit.

"Langit, sekarang jelaskan. Kamu bahkan tadi nggak mau meluk aku! Terus apa hubungan kita?!" ucap Senna sambil tersengal.

"Kita seorang teman yang tumbuh bersama"

"What the fuck Langit! friends doesn't kissing. Kamu berteman dengan Putri itu! Apa itu artinya kamu ciuman juga dengan dia?!" Senna mendengus sebal.

"Aku dan Putri hanya berteman biasa. Aku tidak pernah menciumnya. Kami hanya dekat karena mendapat proyek bersama. Hanya kamu wanita yang pernah ku cium" jawab Langit sambil menatap mata Senna dalam.

"Kenapa kamu nggak gentle dan mengakui kamu menyukaiku! Kamu bohong kalau kamu membenciku!" Senna berteriak marah.

"Aku nggak pernah membencimu" jawab Langit singkat sambil menatap Senna intens. Matanya menggelap, tangannya menarik tubuh Senna mendekat. Bibirnya mencium ujung bibir Senna. Menggodanya. Setelah 6 tahun Langit mati-matian menghanguskan perasaannya pada Senna, sekarang sia-sia. Rasanya, Langit ingin melupakan dan menghapus masa lalu kelam yang Senna tidak ketahui. Dirinya benar-benar merindukan Senna.

"Aku nggak mampu membencimu"

Ciuman Langit lebih dalam ketika Senna sedikit mendesah. Tangan Langit sudah masuk kedalam blouse Senna dan mencari pengait bra. Ketika pengait itu lepas, Senna benar-benar mengerang dengan pergerakan Langit. Langit mencium leher Senna dengan panas sambil terus membisikkan bahwa Senna benar-benar cantik.

Ketika Langit merebahkan tubuh Senna, bel kamar hotel Langit terdengar. Seseorang memencet bel itu berkali-kali.

"Shitttt"

Sementara Senna bangun dan merapikan pakaiannya. Wajahnya merah padam. Langit menggerutu dan berjalan ke arah pintu. Saat dibuka, Putri tersenyum menyapanya.

Langit benar-benar bingung sekarang.

Saat ini, Senna benar-benar tidak mengerti. Kemarin setelah dirinya bertemu Putri, tidak membuat hubungannya dengan Langit berubah. Kecurigaannya terhadap Putri tidak membuahkan hasil. Putri memang hanya berteman biasa terhadap Langit. Bahkan Putri sangat mengenal Senna. Putri bercerita bahwa selama ini Langit selalu menyebut nama Senna dalam setiap kisahnya. Entah Senna harus bahagia atau tidak.

avataravatar
Next chapter