16 Hari Bahagia

"Kamu mikirin apa? Kok diam aja, Sen?" tanya Langit yang penasaran, karena sedari tadi Langit merasa bahwa sikap Senna mendadak berubah.

Senna masih belum menjawabnya.

"Senna?!" Langit menyenggol lengan Senna dengan harapan Senna mendengar perkataannya, entah apa yang berada dalam pikiran Senna saat ini.

"E-eh... Iyaa, maaf gue lagi ngelamun mikirin cerita teman dulu yang berhubungan sama keadaan sekarang" jawab Senna terbata.

Langit mengernyitkan dahinya, tak mengerti apa yang di katakan Senna, "Hah? Maksudnya gimana?"

"Intinya aku lagi bahagia banget sekarang, soalnya penantianku selama ini tidaklah sia-sia, Langit!"

"Aku juga bahagia!"

"Kenapa masih diam di sini aja?" tanya Senna karena memang sedari tadi mobil berhenti di pinggir jalan.

"Sennaaa?"

"Iya, ada apa?"

"Aku..." Langit terdiam cukup lama.

"Kamuu? Kenapa?" tanya Senna.

"Aku mempunyai satu kenginan, dan yang dapat mewujudkannya adalah kamu, Senna!" tukas Langit dengan lantangnya.

Senna membulatkan kedua bola matanya, "Keinginan apa itu?"

"Aku mau kamu lebih lama lagi di sini, kita berkeliling kota terlebih dahulu. Bernostalgia, apakah kamu bisa?"

Itu yang memang menjadi kenginan Langit, karena belum cukup dan puas rasanya bertemu dengan Senna setelah sekian lama. Langit akan mengajak Senna ke beberapa tempat yang sangat indah di kota ini, itu kalo Senna mau. Kalo tidak juga tidak masalah bagi Langit sendiri, karena pasti Senna memiliki beberapa acara di Belanda atau Negeri Kincir Angin.

Langit memandang Senna terus menerus, tidak sabar dengan jawaban seperti apa yang Senna berikan.

"Hmmmmm, gimana ya?" jawab Senna dengan berpikir, mengingat kegiatannya di Belanda itu apa saja apakah bisa di undur atau tidak.

"Plisss" Langit menunjukkan wajah melasnya ke Senna dengan harapan Senna mau dengan ajakannya.

Sebenarnya kegiatan Senna selama di Belanda bisa di undur terlebih dahulu, karena juga kegiatan yang biasa-biasa saja tidak penting. Yang jadi masalahnya adalah kehamilan Lien, Senna merasa tak enak jika tidak mengunjunginya terlalu lama.

"Berapa hari?" tanya Senna, jujur kalo lama-lama Senna tidak bisa. Mungkin 3-4 hari saja.

Lagi dan lagi, Senna memikirkan sebuah masalah yang terlintas di pikirannya. Serasa yang di pikiran Senna sekarang banyak, sudah seperti penuh sesak di kepalanya.

Waktu menunjukkan pukul 15.30, saat itu cuaca sangat cerah dan sebagian besar para siswa SMK Garuda sudah meninggalkan sekolah. Namun tidak dengan aku dan teman-temanku, kami masih harus menyelesaikan tugas kelompok seni budaya kami. Dan ada beberapa siswa yang kembali ke sekolah untuk melaksanakan ektrakulikuler masing-masing.

Ada yang mengikuti ekstrakulikuler futsal, basket, osis dan lain-lain. Aku dan teman-teman ku memilih untuk duduk di depan taman sekolah, setelah beberapa menit berdiskusi tiba-tiba teman ku Via berbisik kepada Arum dengan suara yang disengaja keras agar terdengar olehku "Eh, bentar lagi ada yang mau ditembak loh" ucap Via sambil melirik ke arahku. Dan teman-teman yang lain serempak tertawa lirih dan terlihat tidak sabar menantikan hal itu. Awalnya aku tidak begitu paham dan abai dengan ucapan mereka, karena aku masih fokus untuk mengerjakan tugas Seni Budaya kami.

Tidak lama kemudian datang seseorang dari arah belakangku yang sebelumnya aku sangat cuek dan tidak menghiraukan keberadaan orang tersebut. Dan teman-temanku pun seolah- olah telah merencanakan semua ini dengan seseorang tersebut tanpa sepengetahuanku, Tanpa menunggu waktu lama teman-temanku pun bergegas pergi meninggalkan ku berdua dengan seseorang tersebut. "Loh kalian pada mau kemana sih?" ucapku yang mulai bingung dan sedikit salting hehe.

"Udah kamu disini aja, kan udah ada yang nemenin" Ucap Nisa sambil tertawa lepas dan membereskan barang-barangnya.

"Duluan ya Din Bay" ucap Via Arum dan Nisa secara bersamaan.

Dia adalah Bayu, murid kelas sebelah yang sering menjadi bahan olokan teman-temannya kalau dia menyukai ku. Sebelumnya aku gak pernah percaya dengan isu tersebut, tapi setiap aku melewati depan kelasnya, semua teman-teman Bayu meneriaki ku. "Hai Dinda, dicariin Bayu tuh" Ucap beberapa teman Bayu yang tidak pernah aku respon perkataannya. Karena menurutku itu semua hanya omong kosong.

Tidak hanya sekali dua kali aku mengalami hal tersebut, bahkan sampai berkali-kali. "ih apaan si mereka tuh, norak banget" ucapku dalam hati yang mulai kesal dan merasa terganggu dengan tingkah mereka.

Didepan taman tersebut tinggalah kami berdua saja, saat itu aku mulai tidak nyaman dengan suasana itu, sangat canggung dan bingung harus berbuat apa. Lalu tiba-tiba Bayu mengutarakan semuanya kepada ku, bahwa ia telah lama menyukai ku sejak awal bertemu dengan ku. Setiap hari ia selalu memperhatikan ku dan mencari tau semua tentang ku dengan berbagai cara dan usahanya. Setelah mendengarkan pernyataan dari Bayu aku semakin dibuat shock dan semakin canggung.

"Duh, gimana nih harus ngomong apa aku?, sialan mereka malah ninggalin aku". Ucap ku menggerutu kesal dalam hati.

Tanpa banyak basa-basi Bayu dengan sangat lugas meyatakan perasaannya kepadaku saat itu. Dihari yang mulai petang, sebagian siswa pun telah banyak yang pulang dari ektrakulikulernya masing-masing dan kami masih berada di Sekolah. Perasaan ini semakin tidak beraturan, panas dingin, grogi, rasanya seperti ingin menghilang dari hadapan Bayu.

"Din, sebenarnya aku mau bilang sesuatu yang pastinya kamu sendiri udah menyadari sedari tadi, Iya Din aku mau kita berdua jadian, aku udah lama banget kagum sama kamu, dari dulu aku ingin menyatakan tapi aku belum cukup memiliki keberanian, dan sekarang aku sudah memiliki keberanian itu dan aku yakin untuk bilang ke kamu Din, Nih buat kamu". sambil tersenyum manis dan malu-malu Bayu memberiku coklat dan secarik kertas kecil yang berisi kata-kata yang semakin menarik perhatian ku.

Perasaanku semakin gugup, apa yang harus aku katakan sebenarnya aku sendiri masih belum 100% yakin jika harus berpacaran dengan Bayu. Tapi aku juga tidak ingin Bayu pergi dari aku, "Haduh ribet banget sih perasaanku, Dasar Dinda". Ucapku dalam hati sambil mataku mencari-cari keberadaan teman-temanku. Aku masih saja diam dan belum memberi jawaban kepada Bayu.

Semakin sore, suasana sekolah semakin sepi dan dingin, lampu halaman depan pun sudah mulai dinyalakan oleh security sekolah, dan hanya tinggal beberapa siswa yang mengikuti ekstrakulikuler olahraga yang masih sibuk dengan kegiatannya. "Din, jadi gimana?" Bayu bertanya ulang mengenai pertanyaan yang diberikan kepadaku.

"Gimana kalau jawabnya besok aja Bay?"

"Soalnya udah sore juga dan pasti teman-temanku juga sudah pulang". Ucapku sambil memikirkan beberapa alasan lain untuk tidak menjawab pertanyaan Bayu saat itu juga. Waktu terus berjalan kami berdua yang bisa saling bertatap tanpa banyak bicara, suasana semakin canggung dan ia terus saja menanyakan hal yang sama. Tidak lama kemudian teman-temanku datang.

avataravatar
Next chapter