15 Seorang Laki-Laki yang Mencari Amamiya Ryuki (3)

Bel tanda sekolah telah berakhir berbunyi tepat pada pukul 15:30 sore. Murid-murid mulai meninggalkan kelas ini. Hari yang panjang di sekolah telah berakhir.

Saat ini aku sedang menopang daguku dengan tangan kiri sambil melihat ke arah luar jendela. Langit mulai berwarna kuning dan matahari mulai bergerak ke arah barat. Lapangan yang tidak basah membuat aktivitas klub sepakbola, baseball, dan atletik dalam keadaan baik.

Hari ini hari Rabu, besok hari Kamis. Aku berdiri dari kursiku menuju roster piket yang ditempel di dinding belakang kelas di dekat pintu dan loker kelas. Jadwal piket dari hari senin sampai rabu diisi enam orang, sedangkan hari kamis sampai jumat diisi lima orang. Kulihat nama-nama murid di hari Kamis karena aku piket di hari kamis. Jadi, aku ingin mengetahui siapa saja yang piket di hari yang sama denganku.

"Amamiya, Takagi-san, Nishimura-san, Moriyama-san, dan Yoshikawa-san. Jadi dua laki-laki dan tiga perempuan, ya?" Aku bergumam di depan roster piket ini.

"Amamiya-kun, kamu belum pulang?" Terdengar suara yang memanggil namaku dari arah pintu. Suara itu dari mulut Fuyukawa-san. Dia kembali ke kelas seperti ada yang ketinggalan.

"Iya, aku ada piket. Fuyukawa-san, ada yang ketinggalan?"

"Um." Fuyukawa-san menuju ke lokernya dan mengambil sesuatu.

"Itu, sepatu?"

"Iya, karena terburu-buru jadi lupa bawa."

"Oh… semangat latihan basketnya. Sebentar lagi ada latihan tanding, kan?"

"Tahu dari mana, Amamiya-kun?"

"Tadi saat waktu istirahat aku tidak sengaja mendengarnya. Beri tahu kapan tandingnya, ya? Aku akan pergi untuk mendukungmu, Fuyukawa-san."

"Baiklah. Nanti akan kuberi tahu."

"Semangat latihannya."

"Makasih, Amamiya-kun."

Fuyukawa-san keluar dari kelas membawa sepatunya sambil tersenyum gembira. Aku tidak tahu apakah karena perkataanku tadi yang membuatnya senang atau karena ada hal lain yang terjadi. Tetapi dengan keadaannya yang seperti itu, pasti latihannya akan membawa kemajuan untuk dirinya.

Baiklah, ayo piket.

Sekarang hanya ada aku di kelas ini. Sedangkan seharusnya ada orang lain di sini untuk membantuku membersihkan kelas. Apa mungkin mereka lupa? atau ada kegiatan klub? atau mereka berniat melakukannya besok pagi? Aku sedikit susah pergi ke sekolah pagi-pagi karena tinggal sendirian. Lebih baik, kulakukan sendiri saja terlebih dahulu.

Kuambil peralatan bersih-bersih dari lemari di belakang kelas dan mulai membersihkan kelas. Kusapu dengan sapu seluruh bagian kelas, dari depan hingga belakang. Aku bisa menyapu dengan cepat karena tidak ada orang lain di kelas ini. Debu yang terkumpul kumasukkan ke tong sampah.

Haaah… kutarik nafas panjang karena telah selesai membersihkan kelas. Dari awal kelas ini tidak begitu kotor ataupun berdebu. Kukeluarkan kantung plastik sampah organik dan anorganik dari dalam tong sampah untuk kubuang. Masalahnya sekarang, aku tidak tahu di mana aku harus membuangnya. Seharusnya letak pembuangan sampahnya ada di daerah belakang sekolah yang berarti aku harus mengganti uwabakiku dengan sepatu terlebih dahulu. Saat ini aku sedang berpikir di depan pintu belakang kelasku.

Aku mendengar suara yang familiar yang menyebut namaku dari arah kanan di dekat tangga. "Amamiya-kun, sedang apa?" Suara itu berasal dari Namikawa-san. Sepertinya dia baru kembali dari perpustakaan. Dia menuju ke arahku dengan ekspresi penasaran di wajahnya.

"Halo, Namikawa-san. Ini, mau buang sampah karena jadwal piket. Tapi, aku tidak tahu di mana letak tempat pembuangan sampahnya"

"Oh… Tempatnya di dekat ruang klub olahraga, di dekat lapangan baseball. Sendirian aja?"

"Iya nih, yang lain tidak tahu ke mana. Mungkin mereka mau melakukannya besok pagi."

"Kalau begitu, aku bantu buang sampahnya."

"Eeeh… Aku sendiri saja tidak apa-apa kok."

"Kalau begitu, aku temani saja."

"…Ah, terima kasih."

Aku dan Namikawa-san turun ke lantai satu. Setelah mengganti uwabaki dengan sepatu, kami keluar menuju arah lapangan.

Aku memegang dua kantung plastik sampah berukura besar, di tangan kiri dan di tangan kanan. Kami berjalan di samping lapangan sambil melihat orang-orang yang melakukan aktivitas klub. Sejak keluar dari gedung utama tadi, hanya terdengar suara teriakan anggota klub olahraga yang sedang melakukan aktivitas klub di lapangan itu. Aku dan Namikawa-san hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Situasi seperti ini rasanya sedikit aneh karena kami hanya diam. Jadi, kucoba untuk memulai percakapan dengan Namikawa-san. Walaupun ada perasaan sedikit gugup dan canggung, harus kulakukan. Jika tidak, maka aku akan terus gugup dan canggung saat memulai percakapan dengan seorang gadis.

"Ngomong-ngomong Namikawa-san, kamu tidak bersama Kayano-san hari ini?"

"Kalau Chi-chan sudah pulang duluan, katanya ada perlu sih..."

"Kalau Namikawa-san sendiri, kenapa masih di sekolah?"

"Tadi aku bantu mengatur buku di perpustakaan. Walaupun masih ada buku yang belum kuletakkan ke rak."

"Oh iya, Namikawa-san anggota pustakawan, kan?"

"Iya."

"Kayano-san juga?"

"Ngga."

"Oh… Kupikir dia anggota pustakawan juga. Dia terlihat sangat suka baca buku."

"Hahaha, dia hanya suka baca saja."

"Namikawa-san sendiri kenapa jadi anggota pustakawan? Apa tidak masuk ke klub?"

"Karena aku suka dengan buku. Anggota pustakawan juga hanya sukarela. Lagian juga ngga ada hal lain yang ingin kulakukan. Mungkin belum ada."

"Oh, begitu ya…"

"Amamiya-kun sendiri ngga masuk klub?"

"Tidak. Untuk saat ini."

"Kenapa?"

"Seperti Namikawa-san bilang tadi, belum ada hal yang ingin kulakukan."

"Begitu ya… Sama dong." Namikawa-san tersenyum.

Suasana sunyi di antara kami hilang hanya karena obrolan kecil yang dimulai dariku. Kami terus berjalan hingga akhirnya sampai di tempat pembuangan sampah. Letaknya memang dekat dengan ruang klub olahraga.

Tempat pembuangan sambah dibagi dua, organik dan anorganik. Kumasukkan kantung plastik ini ke tempat yang sesuai, organik ke organik dan anorganik ke anorganik.

"Sudah selesai. Terima kasih, Namikawa-san."

"Sama-sama."

"Oh iya, besok aku bantu Namikawa-san menyusun buku di perpustakaan."

"Eeh, kenapa?"

"Namikawa-san sudah membantuku hari ini, jadi aku akan bantu kamu besok. Lagian aku juga tidak ada kegiatan lain."

"Um. Makasih, Amamiya-kun."

"Sama-sama. Baiklah, ayo kita pulang."

Aku dan Namikawa-san berjalan kembali ke gedung utama. Fuyukawa-san mengarah ke pintu gerbang sekolah, sedangkan aku pergi mengambil tasku di kelas. Setelah itu, barulah aku pulang.

Aku berjalan ke arah gerbang sekolah dan ada hal yang tidak terduga. Kukira Namikawa-san sudah pulang, tetapi sekarang dia berdiri di depan gerbang sekolah. Mungkin dia sedang menunggu seseorang. Kucoba menghampirinya.

"Namikawa-san."

"Amamiya-kun." Namikawa-san mengarahkan pandangannya kepadaku.

"Kukira kamu sudah pulang."

"Bukannya tadi Amamiya-kun ajak pulang bareng?"

Eee…?

Apa aku mengajak Namikawa-san pulang bersama?

Apa aku mengatakan seperti itu?

Kapan?

Di mana?

Tunggu sebentar. Aku mengingat kembali saat aku berdua dengan Namikawa-san. Saat setelah membuang sampah, aku mengatakan, "Ayo kita pulang." Setalah itu aku kembali ke kelas untuk mengambil tas dan bertemu Namikawa-san lagi saat melewati gerbang sekolah.

Hm… Sebentar…

Tadi aku bilang, "Ayo kita pulang."

Kita???

Mungkin karena aku menggunakan "kita" membuat Namikawa-san berpikir kalau aku mengajaknya pulang bersama. Dia sudah menungguku di sini saat aku mengambil tas, lebih baik aku ikut saja dengannya. Sudah terlanjur. Lagi pula, jalan pulang kami juga sama.

"Ah… Maaf membuatmu menunggu."

"Uum… ngga apa-apa."

Cahaya merah mulai terbentang di ufuk barat karena matahari akan tenggelam dan malam akan tiba.

Hari ini aku pulang bersama Namikawa-san. Ini pertama kalinya aku pulang dari sekolah bersama dengan seorang gadis. Kalau ada yang melihat kami, entah gosip apa yang akan tersebar di sekolah nanti.

Kami menyeberangi jalan dan berjalan di trotoar samping sungai. Melihat pemandangan yang sama, pohon sakura yang ada di samping sungai ini. Bunga sakuranya terhamburkan karena hujan kemarin. Sayang sekali. Padahal sudah mekar dengan indah. Masih ada beberapa hari sebelum bunga sakura gugur. Semoga cuaca hari ini dan di hari-hari terakhir mekarnya bunga sakura ini tetap bagus dan cerah agar semua orang bisa menikmati indahnya.

Kami terus berjalan tanpa mengatakan apapun hingga mendekati perempatan tempat kami akan berpisah. Kuberanikan diri untuk berbicara dengannya.

"Namikawa-san, kamu naik kereta kan?"

"Iya..."

Setelah itu, kami terdiam. Suasa di antara kami menjadi sunyi kembali hingga akhirnya kami tiba di perempatan jalan. Aku akan belok ke kiri, sedangkan Namikawa-san akan menyeberangi jalan dan kemudian berjalan lurus menuju arah kota, tempat stasiun berada.

"Amamiya-kun, sampai ketemu besok." Namikawa-san mengatakannya sambil mengangkat tangan kanannya. Suaranya begitu lembut.

"Ah, iya. Sampai jumpa."

Kami pun berpisah menuju arah masing-masing.

Cahaya merah di ufuk barat semakin memudar perlahan, menandakan malam akan tiba. Aku yang berjalan di trotoar ini menuju apartemenku memikirkan Namikawa-san agar dia bisa tiba di rumahnya dengan selamat. Semoga kecelakaan seperti kualami satu tahun itu tidak terjadi kepada orang-orang yang kukenal.

Malam ini, ayo makan daging. Mumpung dagingnya masih ada.

avataravatar
Next chapter