14 Seorang Laki-Laki yang Mencari Amamiya Ryuki (2)

Aahh…

Akhirnya jam pelajaran pertama dan kedua sudah selesai.

Sekarang memasuki waktu istirahat.

Waktu istirahat digunakan murid dan guru untuk beristirahat sejenak sebelum pelajaran selanjutnya dimulai. Kugunakan waktu ini untuk mengisi energi agar bisa tetap fokus. Kuambil roti dan susu yang kubeli tadi dari tasku.

Suasana kelas saat ini terkesan ramai karena murid-murid mulai berbicara. Walaupun ada beberapa murid yang mengulang pelajaran yang diberikan tadi. Aku terus memakan rotiku hingga habis dan kemudian meminum susu. Cukup nikmat untuk sarapan pagi, walaupun telat.

Kulihat ke arah Fuyukawa-san yang dari tadi terdengar ramai. Ternyata dia dikelilingi oleh teman-temannya, baik perempuan maupun laki-laki. Seperti yang diharapkan dari murid populer.

Aku tidak tahu pasti apa yang mereka bicarakan karena aku tidak menaruh perhatian lebih ke pebincangan mereka, tetapi aku mendengar sekilas tentang klub bola basket yang akan melakukan latihan tanding melawan tim basket sekolah lain yang diadakan di Gedung Olahraga sekolah ini. Sepertinya turnamen bola basket sudah dekat. Kalau pertandingannya di adakan di Gedung Olahraga sekolah ini, aku bisa pergi menontonnya.

Kualihkan pandanganku ke arah luar jendela.

Cuaca cerah musim semi yang sedikit berawan.

Sudah dua hari hujan terus turun, tetapi hari ini sepertinya tidak ada hujan. Cahaya matahari menyinari kota, tetapi cahayanya terhalang oleh awan. Awan terus bergerak, meninggalkan matahari agar tidak menghalanginya untuk menyinari kota ini.

Tidak lama kemudian bel berbunyi, tanda jam pelajaran ketiga dimulai dan seorang guru masuk ke kelas kami. "Semuanya, duduk kembali di tempat masing-masing."

Murid-murid kembali ke tempat duduknya dan mulai melihat ke arah guru yang masuk.

"Saya guru Studi Sosial, Ushimaru Shiruma. Saya akan mengajari kalian norma dalam masyarakat tahun ini."

Ushimaru-sensei terkesan tegas dari suaranya yang keras hingga mencapai seluruh kelas.

"Hmph… Kalian semua terlihat seperti tumbuh dengan dimanja. Sebelum kita belajar norma kemasyarakatan, mungkin saya harus mulai dengan kaidah menjadi manusia yang layak." Ushimaru-sensei mengatakannya sambil melihat ke seluruh murid di kelas ini. Kemudian, sensei melihat ke arahku.

"Hey, anak baru."

"Ya, Sensei." Aku terkejut dan langsung berdiri di tempatku. Setidaknya panggillah namaku, Sensei. Kalau belum tahu namaku, Sensei bisa menanyakannya. Bisa-bisa, aku dipanggil "anak baru" dengan orang lain nantinya.

"Filsuf Yunani, Plato membagi jiwa manusia ke dalam tiga bagian. Jiwa tersusun dari nafsu, semangat, dan apa lagi?" Ushimaru-sensei memberikanku pertanyaan.

"Logika, Sensei." Aku menjawabnya langsung.

"Benar. Jadi kamu sudah tahu, ya?"

Aku duduk kembali di kursiku. Aku pernah membaca tentang para Filsuf Yunani, seperti Plato dan Socrates karena sebagian besar waktu kuhabiskan di perpustakaan saat kelas satu SMA dulu.

"Gurunya Plato, Socrates, mengatakan bahwa kejahatan lahir dari ketidapedulian. Orang-orang yang pernah dimanja seperti bayi, diajarkan kalau kejahatan disebabkan oleh individualisme, hanya bisa menjadi sampah masyarakat." Ushimaru-sensei menjelaskannya dengan suara yang lantang.

Terdengar bisikan-bisikan dari murid kelas.

"Wow, si Amamiya bisa menjawabnya dengan benar."

"Mungkin dia pindah bukan karena ada orang dalam."

"Mungkin dia benar-benar pintar."

Aku hanya bisa diam. Lagi pula, terserah mereka mau mengganggapku seperti apa. Itu hak mereka.

Pelajaran dilanjutkan oleh Ushimaru-sensei dengan menyuruh kami membuka buku.

Murid-murid mulai diam dan yang terdengar hanya suara Ushimaru-sensei.

***

Bel tanda jam pelajaran keempat berakhir telah berbunyi.

Sekarang memasuki waktu istirahat makan siang. Ternyata pelajaran sosiologi dengan Ushimaru-sensei tidak terlalu menguras energi.

Murid kelas 2-D mulai meninggalkan kelas untuk pergi makan siang. Jam di saat seperti ini, murid di kelas hanya kurang dari sepuluh orang, termasuk aku dan Fuyukawa-san.

Fuyukawa-san sedang bicara dengan dua teman perempuannya, sedangkan aku kembali melihat ke arah luar jendela lagi. Sekarang pasti masih ramai murid di kantin, lebih baik kutunggu sebentar lagi saja untuk makan siang di sana.

"AMARYU..."

Siapa itu yang tiba-tiba teriak?

Aku menoleh ke arah pintu belakang kelas dan kulihat seorang laki-laki yang kutemui tadi pagi. Namanya Hiroaki Takahiro-san, murid laki-laki dari kelas 2-I, tiba-tiba datang dan masuk ke kelas ini menuju arah tempat dudukku.

Dua orang temannya Fuyukawa-san melihat ke arah Hiroaki sambil mengatakan, "Hei, itu Hiroaki-kun." Murid perempuan yang lain juga melihat ke arahnya, termasuk Fuyukawa-san juga.

Menurutku, reaksi para gadis di kelasku ini terhadapat kedatangan Hiroaki adalah hal yang wajar. Aku bisa tahu dari saat bertemu dengannya tadi pagi, kalau dia tipe murid yang populer di kalangan murid perempuan. Dia memiliki wajah yang tampan, gayanya juga terlihat keren walaupun dengan seragam sekolah, dan kacamata yang dipakainya menambahkan image dirinya yang membuatnya terlihat seperti murid yang pintar.

Hiroaki menuju ke tempatku dan kemudian duduk di kursi kosong di depanku. Dia menghadap ke arahku dan berbicara langsung denganku. "Amaryu, ayo makan siang di kantin."

"Hm? Kamu bicara dengan siapa? Tidak ada orang yang bernama Amaryu di kelas ini."

"Ada kok orangnya. Dia didepanku sekarang."

"Kamu bicara apa? Namaku Amamiya Ryuki, bukan Amaryu."

"Amamiya Ryuki kusingkat jadi Amaryu."

Saat pelajaran Studi Sosial tadi, Ushimaru-sensei memanggilku dengan sebutan "anak baru," dan sekarang Hiroaki memanggilku dengan "Amaryu." Apa sulitnya memanggil dengan nama depan seseorang? Yare-yare…

"Oh begitu. Jadi, ada perlu apa, Hirotaka?"

"Hirotaka?" Hiroaki memasang ekspresi penasaran di wajahnya.

"Namamu kan Hiroaki Takahiro, kusingkat jadi Hirotaka."

"Ahahaha…" Hiroaki mulai tertawa. "Amaryu, kamu jago buat lucu ya? tambahnya.

Hiroaki tertawa hingga mengeluarkan air mata. Kulihat ke arah sekitar kelas, murid yang ada di sini sekarang menutup mulut mereka dengan tangannya. Sepertinya mereka ikut tertawa karena Hiroaki tertawa. Saat kulihat ke arah Fuyukawa-san, wajahnya seperti sedang menahan tawa.

"Apanya yang lucu. Aku hanya mengikutimu. Jadi, ada perlu apa kemari?"

"Kan sudah kubilang, ayo makan di kantin."

"Oh… Baiklah. Pergi sekarang?"

"Tentu saja."

Aku dan Hiroaki pergi meninggalkan kelas 2-D menuju kantin. Sesaat aku hendak keluar dari kelas tadi, kulihat wajah Fuyukawa-san seperti ingin bertanya sesuatu kepadaku. Apa perasaanku saja?

Kami tiba di kantin. Seperti biasa, sangat ramai murid yang makan di sini. Kami menuju konter tempat memesan makanan dan minuman. Di sini terdapat mesin penjual minuman jika kamu ingin minuman yang lain. Selagi kami mengantre, Hiroaki yang berada di depanku bertanya sambil melihat ke belakang.

"Amamiya, kamu pesan apa?"

"Aku pesan soba. Minumnya air putih saja. Kalau kamu, Hiroaki?"

"Aku pesan nasi daging barbeku. Oh iya, sebagai hari pertemuan pertama kita, hari ini aku traktir deh."

"Kenapa jadi seperti itu? Lagian tidak perlu. Aku ada silver pin." Kutunjukkan dasiku kepada Hiroaki.

"Wooo… jadi, kamu perwakilan kelas 2-D, ya? Keren, Amamiya."

"Ah, tidak… Aku jadi perwakilan kelas karena Fuyukawa-san menunjukku untuk menjadi rekannya."

"Oh, jadi Fuyukawa yang jadi perwakilan kelas 2-D dari murid perempuan."

"Ya. Tiba-tiba saja dia memilihku. Anehnya lagi, wali kelas dan murid lainnya langsung setuju dengan Fuyukawa-san."

"Seperti yang diharapkan dari murid populer, Fuyukawa Yukina."

"Ngomong-ngomong, kamu kenal dengan Fuyukawa-san, Hiroaki?"

"Ah, tidak terlalu. Hanya sekelas dengannya tahun lalu."

"Heee…"

"Ada apa dengan nada dan wajah yang tidak percaya itu?"

"Ah tidak… hanya saja kenapa kamu tidak kenal dekat dengannya. Seharusnya murid populer sepertimu bisa kenal dekat dengan Fuyukawa-san."

"Kenapa kamu berpikir aku murid populer?"

"Dilihat saja sudah tahu."

"Ahahaha, pengamatan yang bagus."

Tibalah giliran kami memesan makanan kami. Menu makanan dan minuman yang kami pesan diletakkan di nampan. Lalu, kami membawa nampan itu untuk mencari meja makan.

Aku mengikuti Hiroaki di belakangnya. Kami menuju ke meja di sudut kantin. Meja yang terdiri dari empat kursi yang kebetulan sudah tidak ada orang lagi. Kami pun meletakkan nampan yang berisi makanan dan minuman, lalu duduk.

Itadakimasu.

Hm… Makanan di kantin sekolah ini sangat enak. Wajar kalau banyak murid yang makan siang di kantin. Setelah makan, kami duduk-duduk sebentar sambil berbicara.

"Hey Amamiya, apa sudah ketemu dengan orang yang kamu tolong dan orang yang menabrakmu?"

"Belum. Kakek dan nenekku tidak memberitahu apa pun kepadaku. Yang kutahu kalau biaya rumah sakit ditanggung oleh yang menabrakku. Mungkin saja, mereka sudah bertemu denganku saat aku masih belum sadar."

"Kakek dan nenek? Bagaimana dengan orang tua? Apa mereka sudah ketemu?"

Pada akhirnya, Hiroaki juga menanyakan tentang orang tuaku. Memang pada akhirnya hal ini juga akan diketahuinya suatu saat nanti. Selagi dia menanyakannya, lebih baik kuberitahu kebenarannya.

"Kedua orang tuaku telah tiada."

"Eh? Bercanda kan, Amamiya?"

"Ayahku meninggal saat aku masih dikandungan ibuku, sedangkan ibuku meninggal saat aku berumur tujuh tahun."

"Maaf, Amamiya. Aku ngga bermaksud mengingatkanmu tentang itu." Raut wajah Hiroaki menjadi sedikit sedih.

"Ah, um, tidak apa-apa. Lagi pula nanti juga kamu akan tahu. Selagi kamu menanyakannya, lebih baik kuberi tahu sekarang."

"Maaf… Jadi, kamu belum pernah ketemu langsung, ya?"

"Um, ya. Seperti itulah."

"Bahkan gadis yang kamu selamatkan itu?"

"Ya. Ngomong-ngomong, kamu ada di sana saat kecelakaan itu kan, Hiroaki? Apa kamu melihat gadis itu?"

"A…ah, tidak. Hari itu kan hujan deras, aku langsung memanggil guru saat kejadian itu terjadi dan guru menyuruhku untuk masuk. Aku yakin gadis itu seangkatan dengan kita juga."

"Maksudmu, dia sekarang di kelas dua?"

"Iya."

"Oh..." Aku minum air putih dari gelas yang berada di depanku.

"Kalau waktunya tiba, pasti kamu bisa ketemu dengan orangnya, Amamiya."

"Iya. Kamu benar, Hiroaki."

"Hm… Ayo kembali ke kelas kalau begitu. Waktu istirahat makan siang hampir habis."

"Baiklah…"

Setelah mengembalikan nampan makanan kami tadi, kami berpisah saat tiba di lantai dua, dan kembali ke kelas masing-masing.

Bel berbunyi sebagai tanda jam istirahat berakhir dan jam pelajaran kelima akan dimulai.

avataravatar
Next chapter