9 Perasaan Melankolis yang Menghancurkan Fokus dan Konsentrasi (2)

"Ohayou, Amamiya-kun."

Suara yang kukenal terdengar dari kuping kananku. Aku bangun dan melihat ke arah datangnya suara itu. Suara itu berasal dari mulut Fuyukawa-san. Kubetulkan posisi tubuhku dan kubalas sapaannya. "Ohayou, Fuyukawa-san." Dia seperti terkejut saat melihat wajahku. Setelah dia duduk, dia mulai bertanya kepadaku.

"Amamiya-kun, kenapa dengan matamu? Matamu merah dan sedikit bengkak."

"Ah, ini, tidak apa-apa. Hanya kurang tidur saja." Mana mungkin aku bilang habis menangis karena novel yang kubaca.

"Sudah pakai obat mata?"

"Kalau itu, belum."

"Ayo ke ruang UKS sekarang. Nanti matanya bisa semakin parah."

Apa yang dikatakan Fuyukawa-san ada benarnya. Tetapi, sekarang waktunya tidak tepat. Sebentar lagi pelajaran pertama untuk hari ini akan dimulai.

"Iya sih, tapi sebentar lagi pelajaran akan dimulai."

"Ngga apa-apa, kita permisi sebentar. Lagian tidak akan lama."

Kulihat jam dinding yang berada di atas papan tulis, ternyata masih ada waktu 10 menit lagi sebelum pelajaran pertama dimulai. Lebih baik kuturuti saja perkataan Fuyukawa-san.

"Um, baiklah. Ruang UKS-nya di mana?"

"Oh iya, Amamiya-kun belum tahu, ya. Ruang UKS ada di lantai satu Gedung Khusus."

"Baik, aku pergi dulu." Aku bangun dari tempat dudukku dan langsung meninggalkan kelas ini.

Setiap perbincangan yang terjada antara diriku dengan Fuyukawa-san selalu manarik perhatian murid kelas ini. Aku tidak suka menjadi pusat perhatian yang dilihat dengan tatapan menusuk.

Tiba-tiba blazerku ditarik. Fuyukawa-sanlah yang menarik blazerku.

"Ada apa, Fuyukawa-san?"

"Aku juga ikut."

"Eeeh, aku sendiri saja yang pergi."

"Ngga. Aku juga ikut ke ruang UKS."

"Baiklah, baiklah..."

Ekspresi Fuyukawa-san tadi saat melihat mataku seperti ketakutan. Aku tidak tahu pasti kenapa. Aku hanya bisa menebak kalau dia teringat sesuatu yang buruk, seperti hal kecil yang dapat membahayakan, sesuatu yang mungkin pernah terjadi pada dirinya.

Akhirnya, aku pergi ke ruang UKS bersama Fuyukawa-san. Aku mengikutinya di belakang. Kami menuruni tangga dan menuju ke depan Gedung Utama, tempat loker sepatu berada. Berjalan lurus sampai menemui pintu koridor penghubung Gedung Utama dengan Gedung Khusus. Setelah tiba di Gedung Khusus, belok arah kanan dan akhirnya tiba di depan ruang UKS.

Fuyukawa-san mengetuk pintu ruang UKS, tetapi tidak ada jawaban. Dia membuka pintu geser ruang UKS. "Sensei, Mitsui-sensei." Kami berdua masuk ke ruang UKS, dan ya, tidak ada orang di sini. "Sepertinya Mitsui-sensei belum datang," tambahnya.

"Mitsui-sensei?"

"Iya, Mitsui-sensei. Guru UKS. Aneh ya… biasanya jam segini Sensei sudah ada di sini."

"Hm… mungkin ada keperluan sebentar."

Aku melihat-lihat ke sekitar ruang UKS. Ruang ini lebih luas jika dibandingkan dengan SMA-ku dulu. Terdapat meja untuk guru UKS, beberapa kursi, lemari obat, tempat tidur, timbangan untuk mengukur berat dan tinggi badan, dan lainnya.

Fuyukawa-sanberjalan ke arah lemari tempat obat-obatan tersimpan. Dia mulai mencari sesuatu. Sepertinya mencari obat mata. Apakah tidak apa-apa langsung mencari obatnya tanpa harus memberitahu guru UKS telebih dahulu?

"Fuyukawa-san, sedang apa?"

"Cari obat mata."

"Apa tidak apa-apa langsung mencarinya? Apa tidak perlu beri tahu Sensei dulu?"

"Ngga apa-apa. Lagian kan ini darurat."

Aku masih berdiri di depan pintu sambil melihat Fuyukawa-san.

Wajahnya yang cantik itu berubah menjadi sangat serius saat mencari obat mata.

Terbesit pertanyaan di kepalaku.

Apakah pernah terjadi sesuatu di masa lalunya hingga membuatnya sangat mengkhawatirkan orang di sekitarnya?

"Ada…" kudengar dia mengatakan itu. "Amamiya-kun, duduk di sini," tambahnya. Kuturuti perkataannya dan duduk di kursi yang terletak di depan meja guru UKS. Tunggu sebentar, jangan bilang kalau dia yang akan melakukannya?

"Mana obatnya, Fuyukawa-san? Biar kulakukan sendiri."

"Amamiya-kun, kamu duduk saja, biar kulakukan."

"Biar aku saja. Aku sudah terbiasa melakukan semuanya sendirian."

"Ngga! Amamiya-kun, kamu duduk saja. Biar aku yang melakukannya." Wajah Fuyukawa-san menjadi semakin serius.

"Baiklah… kala begitu, tolong."

"Begitu dong."

Fuyukawa-san berdiri di depanku.

Sangat dekat.

Lebih dekat dari biasanya.

Aroma manis tercium dari parfum yang digunakannya.

Nafasnya terdengar jelas karena sangat dekat.

Jantungku berdebar dengan cepat.

Aku berusaha mengatur arah tatapanku agar tidak menatap langsung dirinya.

Dia membuka tutup botol obat mata.

Memegang wajahku dengan tangan kirinya.

Meneteskan obat ke mata kananku.

Sesaat mata kananku menerima tetesan obat itu, secara spontan aku menutup mata kananku dan saat itulah suara pintu yang dibuka terdengar . "Ara ara, maaf mengganggu." Suara terdengar dari arah pintu.

"Bukan begitu, Mitsui-sensei. Ini ngga seperti Sensei bayangkan." Fuyukawa-san melepaskan tangannya, meletakkan obat mata di atas meja, dan menuju ke arah Mitsui-senseiuntuk menjelaskan apa yang terjadi.

Uwaaaaa, tadi itu benar-benar gawat. Kalau aku murid laki-laki biasa, mungkin aku akan jatuh cinta pada Fuyukawa-san.

Selagi Fuyukawa-san menuju ke arah sensei, aku teteskan sendiri obat itu. Tch, ternyata pedis juga.

Kucoba mengedipkan mataku untuk membuat tetesan obat ini menyebar merata ke seluruh mataku. Hanya dua tetes per mata. Setelah selesai, aku bertanya ke Fuyukawa-san, "Fuyukawa-san, letak obatnya tadi di mana?"

"Ah, biar aku letakkan." Fuyukawa-san berjalan ke arahku dan mengambil obat itu dan meletakknya kembali di tempatnya.

Mitsui-sensei masuk dan menuju ke arahku. "Coba sensei lihat sebentar," kata Mitsui-sensei sambil memegang wajahku dan melihat ke arah mataku. Aduh Sensei, Anda terlalu dekat.

"Hmm… matamu sepertinya kelelahan dan sedikit iritasi, Amamiya-kun. Untuk hari ini lebih baik kamu tidur lebih cepat untuk mengistirahatkan matamu itu dan jangan lupa untuk memakai obat mata."

"Baiklah, Sensei."

"Bagus." Mitsui-sensei melepaskan tangannya dari wajahku, lalu duduk di kursi tempat guru UKS. "Amamiya-kun, saat pulang hati-hati ya. Jangan sampai terjadi kejadian seperti tahun lalu," tambahnya.

"Ah, iya, Sensei. Saya akan berhati-hati."

"Kalau begitu, kami kembali ke kelas dulu, Sensei." Fuyukawa-san menambahkan.

Kami keluar dari ruang UKS dan kembali ke kelas.

Aku sama sekali tidak terkejut kalau Mitsui-sensei mengetahui kecelakaan tahun lalu. Wajar kalau semua guru sudah mengetahuinya. Tetapi, apa yang membuatku penasaran adalah sikap Fuyukawa-san. Ekspresi wajahnya berubah saat Mitsui-sensei menyinggung kejadian itu, seperti terkejut, dan dia tidak mananyakan apa pun tentang kejadian yang dikatakan Sensei. Timbul dugaan di kepalaku kalau dia mengetahui sesuatu. Apa mungkin dia ada di sana saat kejadian itu terjadi? Apa dia mengetahui sesuatu? Tidak, tidak, tidak. Dari sifatnya yang baik dan ramahnya itu, kuyakin kalau dia hanya tidak ingin menanyakan masa lalu seseorang.

Saat kami tiba di kelas, bel berbunyi, dan pelajaran pertama akan dimulai.

Daripada memikirkan itu, lebih baik aku fokus untuk belajar. Sebagai murid yang diterima dengan progam beasiswa, aku memiliki banyak persyaratan yang harus kutuntaskan. Salah satunya yaitu nilai setiap pelajaranku harus di atas 75. Setiap pelajaran, bukan rata-rata keseluruhan pelajaran. Persyaratan ini hanya berlaku untuk murid yang mendapatkan beasiswa.

Nilai 75 bukanlah hal yang sulit kalau belajar dengan benar. Mengingat kondisiku sekarang yang tinggal sendirian, aku harus mengatur jadwal untuk belajar di luar jam sekolah juga. Dan, aku berniat untuk mencari kerja paruh waktu. Karena saat ini aku belum masuk klub atau mungkin tidak masuk klub, jadwalku masih agak senggang. Walaupun begitu aku tidak boleh lengah.

avataravatar
Next chapter