7 Keiyou Gakuen Koukou dan Amamiya Ryuki (3)

Tadaima.

Itu adalah kata pertama yang kukatakan saat masuk ke kamar apartemenku. Walaupun tidak ada orang di sini selain diriku, aku tetap mengakatannya.

Aku tinggal sendirian di kamar apartemen ini. Kamarnya tidak terlalu luas dan juga tidak terlalu sempit. Dari arah pintu masuk, di sebelah kanan terdapat dapur dan kulkas, sedangkan di sebelah kiri terdapat kamar mandi. Selanjutnya, di ruang tengah terdapat tempat tidur di sudut kamar, meja, dan rak buku. Untuk lemari pakaian terletak di dekat tempat tidur. Kamarku sendiri terletak di lantai lima apartemen ini. Pemandangan dari arah beranda kamar ini cukup untuk membuatku merasa rileks.

Aku langsung menuju tempat tidur dan langsung tiduran. Mengingat-ngingat kembali kejadian hari ini, sungguh hari yang penuh dengan kejadian tidak terduga di hari pertama sekolah. Dimulai dengan menjadi perwakilan kelas, makan siang bersama Fuyukawa-san, bertemu dan pulang bersama Namikawa-san. Kejadian-kejadian tersebut bukanlah hal yang buruk, justru mungkin hal yang baik karena setidaknya aku sudah memiliki kenalan di sekolah baruku. Ya, setidaknya aku sudah mengenal dua orang.

Saat kulihat jam dinding di depanku menunjukkan pukul 6:30 malam, aku langsung bangun dan mengganti seragamku dengan pakain biasa, berupa kaos dan celana olahraga panjang. Selanjutnya adalah memasak.

Memasak bukanlah sesuatu yang asing bagiku. Dari kecil aku sudah sering memasak dengan nenekku dan juga ada pelajaran memasak di SMP. Untuk tahun ini, pelajaran memasak juga dimasukkan dalam kurikulum pelajaran Ekonomi Rumah Tangga. Aku bisa dapat ilmu memasak lagi.

Aku menuju dapur dan membuka kulkas. Bahan-bahan yang ada di dalam kulkas ini semua berasal dari kampungku, walaupun sebagian besar hanyalah sayuran seperti tomat, timun, selada, kubis, dan taoge, dan beberapa butir telur. Di bagian freezerada daging sapi yang dibeli kakekku sebelum aku pergi ke tokyo dan beberapa ikan kalengan yang bisa mengisi konsumsiku selama beberapa hari ke depan.

Aku sudah mulai tinggal di Tokyo, di kamar apartemen ini, sejak 2 hari yang lalu, tepatnya hari sabtu. Sejak tinggal di sini aku belum pernah berbelanja, lagi pula masih ada bahan makanan di kulkas. Kalaupun harus pergi belanja, kawasan belanja yang tadi merupakan tempat yang pas untuk membeli bahan makanan.

Baiklah, waktunya memasak makan malam.

Aku sangat menikmati memasak. Memasak itu seperti seni bagiku yang mana hasilnya akan memuaskan seseorang. Dalam keadaan sekarang, seseorang itu adalah diriku sendiri. Aku membuat daging tumis saus yakiniku dengan kubis dan taoge.

Baiklah, saatnya makan. Nasi yang hangat ditambah tumisan daging, kubis, dan taoge. Ini akan menjadi kombo yang pas.

Nasi yang baru saja matang di panci tanah liat ini kumasukkan ke dalam mangkuk nasi, dan tumisan daging dan sayur tadi kumasukkan ke dalam mangkuk nasi yang sama. Nasi yang hangat dibasahi dengan saus yakiniku dan daging beserta sayuran di atasnya membuatku ngiler. Kuambil sumpit dan berdoa.

Itadakimasu.

Rasanya enak, melebihi ekspektasiku. Dagingnya lembut, kubis dan taogenya terasa segar. Energiku mulai pulih kembali. Ada yang mengatakan kalau kamu kelelahan maka makanlah daging. Walaupun hari ini aku tidak terlalu lelah, setidaknya menu ini bisa kubuat lagi saat aku merasa lelah.

Nasi, daging, kubis, dan taoge masuk ke mulutku. Masuk lagi, lagi, dan lagi. Tetapi, ada sesuatu yang kurang, rasa manis yang menghangatkan. Ah, aku lupa memasukkan bawang bombai ke masakanku. Arggh, bisa-bisanya aku lupa.

"Gochisousama deshita." Setelah selesai makan, aku mencuci semua peralatan masak dan makan sambil memikirkan menu sarapan untuk besok pagi. Nasi, telur orak-arik, ditambah salad dari selada, timun, dan tomat cukup untuk mengisi energi sebelum pergi ke sekolah. Baiklah, aku akan buat itu saja.

Tidak terasa sudah pukul delapan malam. Melakukan sesuatu yang disukai memang mebuat waktu berjalan begitu cepat. Ya, memasak memang merupakan salah kegiatan yang kusukai.

Sekarang sudah waktunya untuk mandi. Kamar mandi di kamar apartemenku hanya memiliki shower,tidak ada bath tub untuk berendam. Misi selanjutnya yaitu mencari pemandian umum. Berendam juga sangat ampuh untuk menghilangkan lelah.

Selesai mandi dan memakai pakaian, aku keluar ke arah beranda dan melihat pemandangan dari lantai lima apartemen ini. Cahaya lampu yang menerangi daerah ini terasa sangat menenangkan. Angin musim semi yang dingin menusuk masuk ke kulitku yang membuatku meninggalkan beranda dengan cepat. Kubuatkan teh untuk menghangati tubuh ini.

Novel yang belum selesai kubaca saat ini ada di dalam tas. Kuambil novel itu dan menaruhnya di atas meja. Karena tidak ada hal lain yang kulakukan, lebih baik segera kuselesaikan membaca novel ini. Jadi, novel ini bisa kukembalikan besok setelah pulang sekolah.

Kubuka novel ini di halaman yang kutandai dengan penanda buku. Sesekali kuseruput teh dan membalikkan halaman demi halaman. Semakin lama kubaca, kesadaranku seperti dibawa masuk ke novel itu.

Air mata mulai berjatuhan.

Nafas mulai tidak beraturan.

Dan sekarang, mulai susah bernafas.

Itulah yang menggambarkan keadaanku saat ini.

Aku menyeka air mata yang jatuh dengan lengan baju kaus yang kupakai. Aku berusaha menarik nafas untuk menormalkan nafasku yang tidak beraturan ini yang membuat dadaku terasa sesak. Saat pernafasanku kembali normal, kulanjutkan membaca.

Perasaan yang tertulis di novel ini tersampaikan dengan jelas menuju hatiku. Perasaan sakit yang menyayat hatiku, sehingga aku menjatuhkan air mata, lagi, dan lagi.

Perasaan pahit dari kehilangan seorang yang berharga bagi dirinya. Kehilangan seorang gadis yang telah membuat dirinya berubah.

Dengan berlinang air mata, kulanjutkan membaca novel ini hingga selesai.

Suasana malam musim semi yang sunyi dan dingin di kamar ini membuatku dengan jelas mendengar isak tangisanku dan rasa hangat dari air mataku.

Aku pergi ke kamar mandi untuk mencuci mukaku.

Kulihat wajahku di cermin. Mataku memerah dan sedikit bengkak.

Setelah itu, aku mengambil novel itu dan memasukkannya ke dalam tas. Novel ini harus kukembalikan secepat mungkin, jika tidak, maka ada kemungkinan aku akan membacanya lagi dan menangis seperti ini lagi.

Kulihat jam dinding, jarum pendek mengarah ke angka 12 sedangkan jarum panjang mengarah ke angka 4. Sudah pukul 12:20 tengah malam. Tidak kusangka waktu berjalan begitu cepat. Lebih baik segera tidur. Kuambil ponsel yang dari tadi masih berada di dalam tas, kuatur alarm, dan kuletakkan di atas meja. Terakhir, kumatikan lampu kamar.

Aku berbaring di tempat tidur dan kutarik selimut.

Kututup kedua mataku.

Namun, tidak bisa tidur.

Tulisan novel tadi terbayang di kepalaku.

Membuat rasa sedih datang kembali.

Kucoba untuk mengalihkan pikiranku.

Namun itu tidak berhasil.

Tanpa cahaya di dalam kegelapan, aku merasakan emosi yang dalam.

Sesekali air mataku menetes.

Kuseka dengan selimut.

Lama kelamaan, kelopak mataku terasa berat.

Dan, mataku tertutup.

avataravatar
Next chapter