6 Keiyou Gakuen Koukou dan Amamiya Ryuki (2)

Satu tahun setelah kejadian itu, aku kembali bersekolah di Keiyou-kou.Jadi, kalau dibilang murid pindahan tidak sepenuhnya benar. Mungkin lebih tepat kalau disebut sebagai murid yang datang kembali.

Mulai hari ini aku telah menjadi murid kelas dua SMA. Hari pertama sekolah berakhir lebih cepat karena hanya ada upacara pembukaan semester dan penyambutan murid baru dan beberapa hal lainnya seperti bertemu wali kelas, memilih perwakilan kelas, dan sebagainya. Sekolah hari ini diakhiri dengan arahan dari Sakamoto-sensei, wali kelasku.

Saat ini aku berada di jalan pulang menuju apartemenku. Jarak antara apartemenku dengan sekolah tidaklah terlalu jauh. Aku pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Waktu tempuh dari apartemenku ke sekolah sekitar tiga puluhan menit.

Saat ini, aku memiliki waktu luang karena sekolah berakhir lebih awal. Jadi, kuputuskan untuk untuk mengelilingi daerah ini daripada langsung pulang ke apartemen. Kalau tidak salah ada satu kawasan belanja di sekitar sini. Aku terus berjalan hingg akhirnya sampai di kawasan belanja.

Ini pertama kalinya bagiku mengunjungi kawasan belanja. Aku melihat ke arah kiri dan kanan dan melewati gang-gang di tempat ini. Terdapat banyak toko yang menjual berbagai sayur-sayuran, buah-buahan, makanan, dan minuman. Suasana di tempat ini terkesan ramai. Saat berjalan terus ke depan, aku melihat beberapa kafe. Lebih baik menghabiskan waktu luangku ini dengan membaca novel yang kupinjam tadi.

Aku melihat-lihat kafe yang tidak terlalu banyak pelanggan. Setelah berputar-putar sebentar, aku masuk ke suatu kafe yang menjual donat dan kopi. Suasana di dalam kafe cukup menenangkan dan tidak terlalu banyak pelanggan. Terlihat masih banyak kursi dan meja kosong yang tidak ditempati pelanggan. Aku menuju arah konter kafe untuk memesan. "Selamat datang. Silakan pesanannya?" Seorang pelayan wanita kafe menanyakan pesananku. Karena ini pertama kalinya ke kafe ini, aku berpikir sejenak sambil melihat menu yang terpajang di atas. Tidak ada yang mengantri di belakangku saat ini, jadi aku tida perlu terburu-buru untuk memesan.

"Donatnya tiga dan satu kopi susu panas."

"Semuanya menjadi 880 yen."

Kuambil selembar uang 1000 yen dari dompetku, lalu kuberikan ke pelayan itu dan kuterima uang kembalian dengan struk pesananku.

"Ini pesanannya. Terima kasih banyak." Pelayan itu meletakkan nampan berisi pesananku tadi di depanku.

"Sama-sama." Kuambil nampan tersebut, lalu pergi mencari tempat duduk.

Suasana kafe yang tidak ramai pelanggan sekarang ini membuatku memiliki banyak pilihan di mana aku akan duduk. Namun, tempat yang paling bagus adalah di dekat jendela yang mengarah ke arah luar kafe. Aku duduk di kursi, meletakkan nampan di meja, dan mengambil novel yang tadi kupinjam dari tasku.

Kuambil mug itu dan mulai menyeruput kopi susu ini, ditemani dengan donat dan novel. Kegiatan sepulang sekolahku sepertinya baru akan dimulai. Kubuka novel itu dan mulai membacanya. Membaca novel memanglah nikmat jika ditemani dengan segelas minuman dan sepiring makanan. Keputusan memilih tempat ini sangat tepat karena suasananya yang nyaman dan jaraknya yang tidak terlalu jauh dari apartemenku.

Sambil membalik-balikkan halaman novel ini, kumakan donatnya, dan jika terasa haus, kuseruput kopi susu ini.

Waktu berjalan begitu cepat. Tanpa sadar, aku telah memakan semua donatnya dan meminum habis kopi susunya. Sedangkan yang tersisa adalah halaman-halaman dari novel ini yang belum terbaca. Kutaruh penanda buku dan menutup novel ini, melihat ke arah luar jendela di mana keadaan di kawasan belaja yang mulai ramai. Terasa sedikit gelap di luar sana membuatku penasaran. Kulihat ke arah atas ternyata awan hitam sudah menyelimuti kawasan belanja ini dan siap menjatuhkan tetesan-tetesan air hujan. Tidak lama kemudian, hujan turun dengan deras sesuai prediksi cuaca yang kulihat di ponselku saat di sekolah tadi.

Aku mengambil ponsel dari saku kiriku. Sekarang pukul lima sore dan tidak ada pesan masuk. Tentu saja tidak ada, yang mengetahui nomor ponselku hanyalah kakek dan nenekku. Aku tidak memiliki ponsel saat SMP, jadi teman-teman SMP-ku tidak mengetahuinya.

Sudah lebih dari satu jam aku berada di kafe ini. Karena di luar hujan, kuputuskan untuk berada sedikit lebih lama di kafe ini, lalu pulang setelah hujan reda. Semoga hujannya tidak terlalu lama.

Oh iya, aku suka hujan. Aku tidak tahu kenapa. Bahkan namaku mengandung huruf hujan (雨). Suara hujan yang terdengar sampai ke dalam kafe membuatku rileks. Suasana sunyi dan sejuk membuatku mengantuk walaupun baru saja meminum kopi susu. Ah, lebih baik aku pesan minuman lagi. Aku berdiri dari kursiku dan menuju konter kafe. Entah sejak kapan kafe ini didatangi banyak pelanggan sekarang. Tempat duduk yang tadinya kosong sekarang sudah terisi dan antrean mulai panjang.

Aku mengantre untuk memesan. Setelah menunggu, tiba giliranku untuk memesan. Saat aku ingin bilang ingin memesan kopi, pelayan wanita yang ada di konter memberitahuku kalau aku bisa mengisi ulang kopi secara gratis di mesin penuang kopi yang terletak di dekat konter di sebelah kanan. Kenapa tidak bilang dari tadi sih, ya ampun….Aku pun kembali ke mejaku, mengambil mug, dan mengisinya dengan kopi. Setelah itu aku kembali ke tempatku.

Kuseruput kopi ini dan rasanya pahit. Ya ampun… hidup sudah pahit, jadi setidaknya biarlah kopi terasa manis. Di atas meja terdapat gula kotak, kumasukkan dua kotak gula, lalu kuminum. Hmm, masih pahit. Kumasukkan satu lagi dan kudapat rasa yang pas.

Saat aku sedang menikmati kopi ini ditemani dengan pemandangan hujan yang mengguyur kota ini di luar jendela, seseorang memanggilku yang sumber suaranya berada di dekatku. Tepatnya dari arah depan. "Amamiya Ryuki-kun, kan?"

Suara itu berasal seorang gadis yang sedang memegang nampan berisi makanan dan minuman. Dia mengenakan seragam Keiyou-kou yang blazernya sedikit basah, juga rambut panjang yang terurai di bahunya sedikit basah. Wajahnya cantik dan matanya berwarna coklat. Aku bertemu dengannya tadi saat di sekolah. Dia gadis yang duduk di konter perpustakaan. Namanya kalau tidak salah Namikawa-san.

Ini pertama kalinya aku bertemu dengan murid Keiyou-kou di luar sekolah, terlebih yang kutemui adalah seorang gadis. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan saat ini. Baiklah, pertama-tama, jawab pertanyaannya dan ikuti alur pembicaraan yang dikatakan olehnya. Ini bisa jadi salah satu peluang untuk berteman dengan orang yang kelasnya berbeda denganku.

"Ah, iya. Kamu yang tadi di perpustakaan, kan?"

"Iya. Namaku Namikawa Sakura dari kelas 2-J. Yoroshiku ne."

"Aku Amamiya Ryuki dari kelas 2-D. Kochira koso yoroshiku."

"Um, aku sudah tahu kok."

"Ah, iya." Bahkan aku memperkenalkan diriku sekali lagi.

Jadi, nama belakangnya Sakura, Namikawa Sakura-san.

Kejadian tidak terduga di hari pertama sepulang sekolah di musim semi, bertemu dengan seorang gadis cantik di kafe.

Jadi, apa yang harus kulakukan sekarang? Apa yang harus kukatakan sekarang?

Ini situasi yang pertama kali kuhadapi. Terutama, aku tidak sering berbicara dengan seorang gadis. Oh, tunggu sebentar, dari tadi pagi aku sering berbicara dengan seorang gadis. Gadis itu bernama Fuyukawa Yukina-san.

Well, untuk saat ini lebih baik kusuruh Namikawa-san untuk duduk terlebih dahulu.

"Namikawa-san, duduklah."

"Um." Namikawa-san duduk di kursi yang masih satu meja denganku. Lalu, dia meletakkan nampannya dan mulai meminum minumannya. Minuman yang dibelinya sepertinya cappucino dan makanan yang dibelinya berupa tiga potong donat.

"Amamiya-kun, kamu sedang apa di tempat ini?" Namikawa-san bertanya padaku setelah menyeruput cappucino panasnya.

"Tadinya aku ingin langsung pulang, tapi karena masih banyak waktu, kuputuskan untuk jalan-jalan di sekitar sini karena aku baru saja pindah ke Tokyo, dan masuk ke kafe ini untuk membaca novel yang kupinjam tadi."

"Oh iya, kamu kan murid pindahan. Tapi, bukannya sekolah kita ngga nerima murid pindahan dari sekolah lain?"

"Um ya… banyak hal yang terjadi."

"Ah, begitu ya…"

Setelah pembicaraan pendek itu, Namikawa-san tidak menanyakan apa-apa lagi. Dia mulai mengambil suatu buku dari tasnya, kemudian mulai membacanya. Sedangkan diriku hanya menikmati kopi ini sambil melihat ke arah luar jendela di mana hujan turun dengan deras. Sesekali kulihat ke arah Namikawa-san.Kulihat jarinya membalikkan halaman per halaman buku yang dibacanya dan sesekali menyeka rambutnya ke arah telinganya. Kalau aku sudah pulang dari tadi, mungkin aku tidak akan bertemu dengan Namikawa-san di tempat seperti ini.

Namikawa-san yang menyadari kalau dirinya sedang ditatap olehku mulai memalingkan pandangannya ke arahku.

"Ada apa, Amamiya-kun?"

"Ah, begini, kenapa Namikawa-san ada di sini?"

"Kalau sekolah berakhir lebih cepat, biasanya aku ke kafe ini untuk membaca."

"Ah, begitu ya..." Aku mulai melihat ke arah luar jendela, sedangkan Namikawa-san mulai membaca bukunya lagi.

Suasana sunyi menyelimuti meja ini. Hanya terdengar suara hujan yang turun dengan deras. Melihat Namikawa-san yang sedang asik membaca bukunya, aku pun mulai membuka kembali novel yang kubaca tadi. Kulanjutkan bacaanku sambil menunggu hujan reda.

Cerita dari novel ini sedikit memberikanku gambaran tentang apa yang dilakukan murid SMA bersama dengan orang yang disukainya, atau bisa dibilang bersama pacarnya, mungkin. Seperti pergi jalan-jalan bersama, makan yakiniku bersama, nonton di bioskop, baca buku bersama, dan sebagainya.

Oh, tunggu sebentar, baca buku bersama? Apa hal ini termasuk juga?

Terasa janggal bagiku. Tidak, tidak, tidak, itu seharusnya tidak masuk. Lihatlah posisiku sekarang. Aku duduk bersama seorang gadis dalam satu meja di kafe ini dan sedang membaca buku. Tentu saja ini bagian tidak terduga yang terjadi padaku, tidak ada hubungannya dengan orang yang kusukai. Ah, lebih baik kulanjutkan membaca lagi, lebih cepat selesai maka lebih baik karena bisa membaca novel yang lain.

Karena dari tadi membaca novel, aku penasaran sekarang sudah pukul berapa. Kulihat di ponselku sudah tertulis pukul 6 sore. Kulihat keadaan di luar melalui jendela, ternyata hujan sudah reda. Semoga hujannya tidak labil. Kalau tiba-tiba hujan saat aku sedang dalam perjalanan pulang ke apartemen, maka aku bisa basah kuyup.

Namikawa-san masih membaca buku. Sepertinya, dia tipe pembaca sepertiku yang melupakan keadaan sekitar saat membaca. Well, karena tadi dia menyapaku saat tiba di sini, lebih baik aku mengatakan kepadanya kalau aku hendak pulang. Kumasukkan novel dan ponselku ke dalam tas, lalu mengambil nampanku tadi untuk diletakkan di tempat yang sudah disediakan untuk para pelanggan yang akan meninggalkan kafe ini, berupa rak bertingkat di dekat pintu keluar.

"Ano, Namikawa-san, aku pulang duluan."

"Sudah mau pulang?"

"Iya, takutnya nanti hujan lagi. Aku tidak bawa payung." Saat kukatakan itu, Namikawa-san melihat ke arah luar. "Hujannya sudah reda, tapi ada kemungkinan akan turun lagi." Tambahku.

"Benar juga. Kalau begitu, aku pulang juga." Namikawa-san meletakkan penanda halaman di bukunya dan memasukkan buku itu ke dalam tasnya. Setelah itu membawa nampan miliknya. Kami meletakkan nampan itu di tempatnya, lalu meninggalkan kafe ini.

Saat keluar dari kafe ini, Namikawa-san mengambil payungnya yang diletakkan di keranjang payung di depan kafe dan memegang payungnya di tangan kirinya. Kami pun berjalan menuju jalan utama kawasan belanja ini. Suasana di sekitar sini mulai kembali ramai karena hujan sudah reda, ditambah lagi sekarang memasuki jam belanja untuk makan malam. Terlihat banyak ibu-ibu dan pegawai kantoran yang lewat di jalan ini.

Aku berjalan berdampingan dengan Namikawa-san. Seingatku, jika berjalan berdampingan dengan seorang gadis, maka laki-laki harus berada di samping jalan. Sekarang, hal itu kupraktikkan. Aku berpindah ke arah kanan Namikawa-san yang dekat dengan jalan. Namikawa-san yang melihat hal ini hanya menundukkan kepalanya, sehingga aku tidak mengetahui ekspresi apa yang dia lakukan sekarang. Kami terus berjalan hingga menuju perempatan jalan, lalu menunggu lampu penyeberangan berubah warna.

Suasana diam dari saat keluar dari kafe hingga tiba di perempatan jalan dihancurkan oleh suara Namikawa-san yang mengatakan arah pulangnya.

"Aku lewat sini." Namikawa-san mengatakannya sambil menunjuk ke arah stasiun kereta.

"Aku ke arah sana." Kutunjuk ke depan, ke arah apartemenku.

"Kalau begitu, sampai jumpa di sekolah." Namikawa-san melambaikan tangan kanannya.

"Ya, sampai jumpa."

Kami pun berpisah di perempatan jalan setelah lampu penyeberangan berubah warna. Aku langsung bergegas pulang ke apartemenku sebelum awan hitam yang berada di atasku menjatuhkan tetesan-tetesan hujan.

avataravatar
Next chapter