20 Amamiya Ryuki Mulai Membantu (4)

Keesokan harinya, aku pergi sekolah seperti biasa. Sejak apa yang terjadi dengan Fuyukawa-san yang membuat hubungan kami mendekat, pasti aku akan menjadi sasaran tatapan murid-murid Keiyou-kou, terutama dari murid laki-laki. Lebih baik kusiapkan diri saja. Jangan terlalu dipikirkan. Lagi pula mereka juga hanya menatapaku dengan tatapan tajam mereka seperti kemarin-kemarin.

"Amamiya-kun, selamat pagi." Terdengar suara seseorang yang menyapaku dengan kata selamat pagi. Suara yang ceria ini, mungkinkah…

"Ah, selamat pagi, Fuyukawa-san."

Suara itu berasal dari seorang gadis, murid perempuan dari Keiyou-kou, perwakilan kelas 2-D yang menjadikanku sebagai perwakilan kelas juga. Dia adalah Fuyukawa Yukina-san. Sungguh kebetulan yang luar biasa bisa bertemu dengannya di tempat kami berpisah kemarin. Biasanya dia pergi sekolah sangat pagi karena melakukan latihan pagi. Um, mungkin sedang tidak ada latihan pagi. Istirahat juga perlu untuk meningkatkan kemampuan. Umu, umu…

Aku menyeberangi jalan dan berjalan menuju tempatnya. Lalu, kami berjalan bersama menuju sekolah.

"Kebetulan sekali bisa ketemu denganmu di sini, Amamiya-kun."

"Sungguh kebetulan, ya. Biasanya Fuyukawa-san pergi sekolah pagi-pagi untuk latihan pagi dan juga bukannya Fuyukawa-san piket hari ini? Hari ini kan Jumat."

"Hari ini ngga ada latihan. Latihan pagi cuma di hari Senin dan Rabu. Istirahat kan juga perlu. kalau masalah piket, kemarin sore sudah kulakukan kok."

"Begitu ya. Karena itu kamu berada di kelas sampai sore, ya?"

"Um, ya, begitulah." Fuyukawa-san menjawabnya dengan nada suara yang berbeda. Apa aku salah? Sepertinya ada hal lain yang membuatnya sampai sore di sekolah.

"Sepertinya, klub menyenangkan, ya…"

"Tentu saja. Kita bisa bertemu dan berkenalan dengan orang lain yang memiliki kesukaan yang sama dengan diri kita. Bukannya itu sangat menyenangkan?"

"Benar."

"Ngomong-ngomong, Amamiya-kun, kenapa ngga masuk klub?"

"Um, tidak."

"Apa ngga ada yang kamu suka?"

"Sebenarnya aku suka sepakbola dan bola voli."

"Terus?"

"Kaki kananku pernah patah. Jadi, ya… agak ragu-ragu."

"Pasti berat, ya…"

"Um, iya. Tapi, sekarang sudah sembuh."

"Kalau begitu, kenapa ngga masuk saja klubnya?"

"Aku hidup sendiri di sini. Kalau masuk ke klub olahraga, pasti berat mengatur waktu nantinya."

"Oh iya, kamu kan datang dari Nagano. Kamu tinggal sendirian di apartemen, Amamiya-kun?"

"Um, iya. Di Apartemen Daikan."

"Hidup sendiri di kota besar pasti berat, kan?"

"Iya. Karena itu lah masuk ke klub olahraga merupakan ide yang tidak bagus."

Hidup sendirian di kota besar memang berat, apalagi untuk seorang remaja SMA. Banyak hal harus kupelajari agar tidak mendapatkan masalah-masalah di keseharianku nantinya. Misalnya seperti mengatur pengeluaran uang.

Kami pun terus berjalan hingga tiba di pinggir sungai. Bunga sakura perlahan gugur. Jumlahnya lebih sedikit dibandingkan kemarin.

"Bunganya semakin sedikit, ya," kataku sambil melihat ke arah pohon sakura.

"Iya. Mungkin minggu ini saat-saat terakhir mekarnya."

"Semoga tahun depan bisa lebih indah."

Kami berjalan menyusuri trotoar ini hingga tiba di area dekat sekolah. Terlihat murid-murid Keiyou yang sedang berjalan menuju pintu gerbang sekolah yang besar itu. Kami menyeberangi jalan dan menuju gerbang sekolah. Mengatakan "selamat pagi" pada Agitsu-sensei yang berdiri di dekat gerbang dan berjalan menuju ke arah kelas kami di Gedung Utama.

Seperti dugaanku, pandangan murid-murid tertuju padaku yang saat ini sedang berjalan bersama Fuyukawa-san. Karena sekarang ini bertepatan dengan waktu murid-murid datang ke sekolah, banyak sekali yang melihatiku dengan tatapan aneh dan menusuk. Tentu saja mereka yang bersama teman mereka seperti berbisik-bisik tentangku, walaupun aku tidak tahu apa yang mereka bisikkan. Fuyukawa-san dari tadi terlihat santai tanpa memedulikan mereka.

Apa dia tidak sadar? Atau mungkin, yang mereka tatap itu adalah aku?

"Ano, Fuyukawa-san, dari tadi orang-orang melihat ke arah kita." Aku memberitahunya agar dia mengerti keadaan sekarang.

"Mm…?" Fuyukawa-san hanya menggumam dengan raut wajah penuh tanda tanya.

Ya ampun, sepertinya dia tidak mengerti keadaannya.

"Coba lihat ke sekitarmu, Fuyukawa-san."

Fuyukawa-san melihat ke arah sekitarnya, lalu terdiam. Sepertinya dia mengerti kalau dia dan diriku ini sangat menarik perhatian orang-orang karena kehadiran Fuyukawa-san ini seperti medan magnet yang kuat. Sedangkan aku seperti inhibitor atau seperti pengotor di mata mereka. Setelah selesai, dia membuka mulutnya.

"Ternyata orang-orang tertarik denganmu, Amamiya-kun. Karena itulah mereka melihat ke arahmu terus dari tadi."

Apa yang dikatakan gadis ini?

Sudah jelas kalau mereka melihatku itu sebagai pengganggu. Hm… seperti, kenapa ada zat pengotor di senyawa yang murni ini? Aku harus dipisahkan atau diserap agar senyawa ini kembali murni.

"Bukan begitu, Fuyukawa-san. Mereka jelas-jelas melihatku seperti pengganggu karena berada di dekatmu. Kenapa ada murid populer sepertimu bisa bersama dengan seseorang yang tidak jelas, itu yang terpancar dari tatapan mereka."

"Amamiya-kun, kamu cukup jeli melihatnya, ya?"

"Ah, tidak juga. Hey, bukan begitu…"

Semua pengalaman ini sebenarnya kudapatkan saat tahun pertama SMA tahun lalu. Karena tidak punya teman saat itu, kuhabiskan waktuku untuk memperhatikan dan mempelajari tingkah laku orang di sekitarku, dan juga sebagian besar membaca buku dan belajar.

"Mungkin mereka hanya iri denganmu."

"Iri? Kenapa juga mereka iri denganku?"

"Mm, mungkin karena kamu pergi sekolah bersamaku hari ini."

"Mm… mungkin saja. Walaupun hanya kebetulan ketemu saat berangkat tadi."

"I, iya. Walaupun cuma kebetulan. Haha. Lagian kalau teman kan biasa pergi ke sekolah bersama. Apalagi kalau tempat tinggalnya berdekatan."

"Ah, benar juga sih..."

"Benar, kan? Lagian ngga usah pedulikan mereka."

"Hm, bukan begitu. Aku peduli tentangmu, Fuyukawa-san."

"Eee, ke-ke-kenapa?" Fuyukawa-san terlihat gugup dan suaranya terputus-putus.

"Bukannya popularitasmu menurun jika bereman denganku?"

"Kan sudah kukatakan, aku ngga peduli tentang popularitas. Bukannya dari awal itu sesuatu yang dibuat seenaknya oleh suatu kelompok?"

"Benar juga sih."

Semua yang dikatakannya memang benar. Popularitas seseorang di sekolah dibuat dari beberapa kelompok yang kemudian tersebar ke kelompok lain, sehingga membuat semua orang mengenal individu yang populer itu. Tentu saja orang yang memenuhi spesifikasi untuk menjadi populer yang akan mendapatkan perlakuan seperti itu. Dan, jika orang itu melakukan sesuatu yang luar biasa maka popularitasnya menjadi semakin tinggi di sekolah itu.

Kami masuk ke Gedung Utama, mengganti sepatu kami dengan uwabaki, dan segera menuju ke kelas. Seperti tadi, kami menjadi pusat perhatian semua murid yang ada di sini.

Setiba di kelas, kami masuk melalui pintu belakang karena memang dekat dengan meja kami. Fuyukawa-san yang pertama masuk sambil menyapa semua murid kelas 2-D, "Pagi, semuanya!" dengan suaranya yang ceria itu yang dapat menjangkau seluruh kelas ini. Selanjutnya, aku yang masuk sambil mengatakan "Selamat pagi" dengan nada suaraku seperti biasa, mungkin hanya terdengar di bagian belakang kelas saja.

Suasana kelas yang awalnya ramai sebelum kami masuk, tiba-tiba menjadi sunyi. Apa ada terjadi sesuatu?

Fuyukawa-san yang menyadari keanehan ini langsung bertanya dengan suara cerianya itu dan sedikit nada penasaran, "Kenapa tiba-tiba diam begini? Apa terjadi sesuatu?"

Aku hanya melihat Fuyukawa-san dari tempat dudukku dan juga ke sekeliling kelas ini. Sepertinya ada hal ingin mereka tanyakan langsung kepada Fuyukawa-san. Apalagi dua temannya Fuyukawa-san itu. Kenapa mereka berdua melihat ke arahku? Bukannya mereka berdua punya sesuatu yang ingin ditanyakan ke Fuyukawa-san? Jangan melihatku dengan tatapan seperti itu. Aku yang tidak terbiasa menerima tatapan dari seorang gadis, membuang pandaganganku ke arah luar jendela.

Wah, sungguh cuaca yang sangat cerah. Cahaya matahari yang menyinari kota ini sangat menyilaukan.

Terdengar suara deritan kursi yang bergeser dan dilanjutkan dengan suara seorang gadis. "Yukina, katanya kamu pergi sekolah bareng dengan Amamiya itu?" Suara itu pasti berasal dari salah satu dari dua temannya Fuyukawa-san. Jadi ini yang membuat suasana kelas menjadi aneh. Kalau dipikirkan lagi, tentu saja aneh saat mendengar Fuyukawa-san pergi sekolah bersamaku karena mungkin dia biasanya pergi sendirian.

Fuyukawa-san langsung menjawabnya dengan suara cerianya itu, "Itu benar kok, Misa. Apa aneh?"

Suara murid lain tedengar, "Kenapa kamu bisa bersama dengan orang seperti dia? Bukannya dia orang aneh yang tiba-tiba dipindahkan ke sekolah ini yang mana sekolah kita sendiri tidak menerima murid pindahan kecuali pertukaran pelajar?" Suara ini berasal dari temannya Fuyukawa-san yang satu lagi. Yang kutahu, teman dekatnya di kelas ini ada dua orang yang mengikuti klub basket, sama seperti Fuyukawa-san.

Wah, ternyata tebakanku benar kalau aku dianggap orang yang aneh.

Terdengar deritan kursi di dekatku, sepertinya dari kursi Fuyukawa-san yang berderit karena dia berdiri. "Atsuko, kamu bilang apa tadi?" Suara Fuyukawa-san tiba-tiba berubah. Kali ini sangat berbeda. Apa dia marah?

"Atsuko, kamu hanya ngga mengenal Amamiya-kun. Bukan, kita semua tidak tahu apa-apa tentang Amamiya-kun. Aku juga tidak tahu tentangnya karena itulah aku ingin lebih mengenalnya. Kenapa dia dipindah ke sekolah ini? Pasti ada alasannya dibalik itu semua. Bukannya dari awal kalian seperti menolak kehadirannya di kelas ini?"

Kenapa Fuyukawa-san sampai membelaku seperti itu? Seharusnya dia tidak melakukan itu untuk diriku. Walaupun kami berteman, tapi itu hanya sebatas teman baru. Dan juga, dia belum tahu banyak tentangku. Berbeda dengan Namikawa-san, Kayano-san, dan Hiroaki.

"Yukina, kenapa kamu sampai membelanya begitu?" Suara gadis yang dipanggil Misa oleh Fuyukawa-san tadi kembali melontarkan pertanyaan.

"Dan belakangan ini juga kamu sedikit aneh, Yukina. Apa karena Amamiya?" Sekarang giliran gadis yang dipanggil Atsuko oleh Fuyukawa-san yang memberikan pertanyaan.

"Ngga kok. Bu-bukan begitu."

"Kalau begitu, jelaskan dong. Ya kan, Misa?"

"Ya, jelaskan dong, Yukina. Kenapa kamu sampai menunjuknya juga sebagai perwakilan kelas?"

Suasana kelas ini mulai tidak terkendali. Fuyukawa-san didesak terus-terusan oleh pertanyaan dari dua orang temannya. Aku tidak tahu bagaimana raut wajahnya sekarang karena aku tidak berani melihat ke arah mereka. Tapi, jika aku tidak melakukan sesuatu maka pasti akan ada hal buruk yang terjadi. Mungkin saja hubungan pertemanan Fuyukawa-san dengan gadis yang dipanggilnya Misa dan Atsuko itu bisa menjadi retak. Aku harus melakukan sesuatu.

"Aku…" Fuyukawa-san sepertinya ingin mengatakan sesuatu.

Aku pun berdiri dari kursiku dan melihat ke arah Fuyukawa-san.

"Sudah cukup, Fuyukawa-san."

"Tapi…"

"Sudah. Kalau kalian ingin bertanya, tanyakan saja langsung kepadaku. Apa yang ingin kalian ketahui? Tentang berangkat sekolah tadi? Kami hanya kebetulan bertemu. Bukankah wajar saja kalau pergi bersama karena arahnya sama? Lagian kalau memang pergi bersama seperti yang kalian katakan tadi, seharusnya kami sudah janjian dulu kalau akan pergi bersama. Jadi, ini cuma kebetulan. Mengenai kenapa aku dipindahkan ke sini karena…"

Bel tanda masuk berbunyi.

Hiratsuka-sensei sudah langsung masuk ke dalam kelas saat aku belum selesai menjelaskan.

"Mm… Ada apa ini? Kenapa suasana kelas ini begitu aneh? Terasa panas dan sedikit tegang." Hiratsuka-sensei mengatakan hal itu sambil berjalan ke meja guru dengan tatapan mata ke arahku.

"Tidak ada apa-apa, Sensei. Hanya obrolan remaja." Fuyukawa-san menjawabnya. Walaupun dia tahu kalau Hiratsuka-sensei menginginkan jawaban dari mulutku.

"Mm… Begitu. Semuanya kembali ke tempat masing-masing, pelajan akan dimulai."

"Ya, Sensei..." Semua murid kembali ke tempat duduknya masing-masing.

"Nicchoku?"

Di hari kemarin, nicchoku dilakukan oleh Fuyukawa-san. Mungkin karena aku masih murid baru. Tapi, sekarang aku telah paham tugas-tugasku sebagai perwakilan. Walaupun tidak semua.

"Kiritsu(berdiri), rei(membungkuk dan beri salam)…"

Setelah mengatakan itu, pelajaran Bahasa Inggris segera dimulai.

avataravatar
Next chapter