9 (9) Preman.

Sepulang dari bekerja, jam menunjukkan pukul 21:30. Seperti biasa Hana selalu merasa ada yang mengikuti, bulu kuduk nya bergidik ngeri, perasaan nya pun campur aduk menjadi satu.

Ia memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Namun tidak ada siapa- siapa disana, ia pun melanjutkan langkah nya.

Langkah demi langkah ia lalui, dan akhir nya ia sampai di tempat biasa ia menunggu angkot.

Ia duduk di kursi panjang yang terbuat dari kayu tersebut. Demi menghilangkan rasa takut nya, ia pun memainkan ponsel, walaupun hanya sebatas meng skrol branda Facebook nya.

Ia terkaget saat sebuah tangan dingin menyentuh pundak nya.

"Boleh aku duduk disini?" Suara nya terdengar berat di telinga Hana.

Hana melihat ke arah seseorang yang bicara, seorang pemuda yang sangat tampan, kulit nya seputih salju dan terlihat pucat, mata nya tajam, hidung nya mancung, dan bibir nya merah, Tubuh nya tegap, sexy dan tinggi.

Hana sempat terpesona dengan keindahan pemuda itu, yang menurut nya mirip seorang model profesional.

"Ouh, silahkan," jawab Hana mempersilahkan pemuda tersebut duduk di samping nya.

Tak berapa lama, angkot pun datang.

"Aku duluan ya," dengan senyuman ramah.

Hana memasuki angkot, dan angkot pun melaju kencang.

"Siapa cowok tadi? Suara nya tidak asing deh, seperti nya aku pernah mendengar suara itu." Batin Hana, masih berusaha mencoba memutar memory ingatan nya.

Sesampai nya di rumah, Hana mendapati Nara sedang muntah- muntah di kamar mandi.

Kini wajah Nara sangat pucat, terdapat linkaran hitam di area mata nya, badan nya lemah tak bertenaga, melihat hal itu, hati Hana sedih. Nara yang dulu nya sangat ceria, kini telah hilang.

"Nara, kita ke dokter yuk, Sampai kapan kamu mau seperti ini terus? Kita juga harus segera memberi tau Bibik,"

"Aku belum siap Han," cairan bening menetes dari mata indah Nara.

"Aku gak mau tau, pokok nya sekarang juga kita ke dokter," Hana memapah Nara, keluar dari rumah, ia memberhentikan taxy dan menuju rumah sakit.

"Bagaimana dok? Apa sodara saya baik- baik saja?" tanya Hana kepada dokter yang tadi memeriksa Nara.

"Itu hal biasa, kebanyakan ibu hamil memang begitu. Usia kandungan nya memasuki 5week, saya sarankan ibu Nara di rawat inap, karna dia tidak mau makan ataupun minum, jadi dia butuh di infus, bagaimana pun janin di kandungan nya butuh asupan," tutur dokter panjang lebar.

"Baiklah dok, bagaimana baik nya saja,"

"Kalau begitu saya permisi dulu,"

"Iya dok, silahkan," dokterpun berlalu.

Hana menghampiri Nara yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

"Ra, dokter bilang kamu harus di rawat inap, lalu bagaimana? Bibi akan tau, kita gak bisa menyembunyikan nya lagi,"

"Aku gak apa- apa kok Han, ayo kita pulang saja,"

"Nara, lihat aku. Biar aku yang bilang sama Bibi, aku yakin Bibi akan menerima semua nya, asal nanti kamu minta maaf ya sama Bibi, jangan keras kepala Nara, pikir kan janin yang ada dalam kandungan mu," Hana menceramahi Nara panjang lebar, dan itu membuat Nara menangis.

"Baiklah Han," Nara pun menyetujui saran Hana.

Hana mengambil ponsel nya, dan menelfon sang Bibi.

[Iya ada apa Hana?] Suara sang Bibi di sebrang sana.

[Bi, aku sedang di rumah sakit, Nara di rawat inap Bi,]

[Ada apa dengan Nara? Apa sakit nya bertambah parah?] Suara nya terdengar khawatir.

[Enggak kok Bi, Bibi cepat kesini ya, kalo sudah menutup toko. Ada yang mau Hana bicarakan sama Bibi, penting.]

[Oh baiklah, sebentar lagi Bibi tutup toko,]

[Iya Bi,]

Panggilan pun di tutup.

Mama Nara adalah seorang janda yang mendirikan sebuah toko sepatu. ia bekerja keras seorang diri mencari nafkah demi membesarkan putri semata wayang nya itu.

Nara tak bisa membayangkan, bagaimana kecewa nya sang Mama nanti setelah mengetahui dirinya hamil.

Nara berharap semoga Mama nya masih menyayangi nya saat nanti beliau tau putri nya telah mencoreng nama baik keluarga.

Hana menunggu di luar rumah sakit, menunggu sang Bibi datang. Hana mondar mandir kesana kemari.

Tak lama kemudian terlihat sosok Bibi nya melambai tersenyum ke arah Hana, Hana tersenyum tipis.

"Dimana Nara?" tanya sang Bibi penuh khawatir.

"Bi, Hana mau bicara dulu sama Bibi, penting,"

"Bicaralah sayang,"

Hana menoleh kesana kemari, setelah memastikan tidak ada siapapun, hanya beberapa perawat lewat, dan scurity yang sedang berjaga, ia pun memulai pembicaraan.

"Bibi, sebelum nya Hana minta maaf, karna baru bisa memberi tau Bibi soal ini sekarang," tutur Hana dengan dada yang berdebar- debar.

"Apa sayang? Kok serius banget?" Sang Bibi penasaran.

"Nara Bi,"

"Ada apa dengan Nara?"

"Sebenar nya Nara_" kata- kata Hana terputus , mata nya mulai berkaca- kaca, yang akhir nya menetes lah cairan bening dari pelupuk mata Hana.

"Kenapa sayang?" Sang Bibi semakin penasaran melihat ekspresi Hana seperti itu.

"Sebenar nya Nara hamil Bi," Hana menundukkan wajah nya, tak berani melihat ke arah Bibi nya.

"A_ apa?" Sang Bibi syok bukan main, ia hendak roboh. Namun Hana segera memeluk nya.

"Bawa Bibi pada Nara,"

"Baiklah Bi," Hana membawa Bibi nya ke kamar Nara.

"Anak nakal," suara itu keluar dari mulut sang Ibu yang kini sedang hancur karna kelakuan putri kesayangan nya.

"Maaf Ma, aku minta maaf Ma, aku menyesal hiks hiks hiks," Nara menangis

"Tidak ada gunanya menangis, semua sudah terjadi, cepat katakan, siapa yang mengahamilimu!" Sang Mama emosi. Namun ia pandai menahan nya.

"Indra Ma, kekasih Nara,"

"Ya Tuhan, bagaimana bisa selama ini kamu bohong sama Mama. Mama sudah melarang kamu pacaran sebelum kamu dewasa. kalau sudah begini mau bagaimana? Mau tidak mau kamu harus berhenti sekolah. cepat minta pertanggung jawaban lelaki yang mengahamilimu, sebelum perut kamu membesar."

"Maafin, Nara ma. Iya Ma, Nara pasti minta pertanggung jawaban sama Indra, Indra juga janji sama Nara, kalo misalkan Nara hamil, dia pasti akan tanggung jawab,"

"Jadi kamu mau tidur dengan nya hanya karna janji manis nya itu? Ya Tuhan Nara, bagaimana kamu sebodoh itu. Mama tak habis pikir sama kamu. Mama kecewa, kecewa,"

"Mama, maafin Nara ma. Hiks hiks hiks," gadis itu menangis histeris.

"Sudah, sudah Mama pusing, kamu harus urus semuanya, segera minta pertanggung jawaban lelaki itu."

"Iya ma,"

"Hana, kamu pulang lah nak, biar Bibi yang jaga Nara disini, besok sebelum berangkat sekolah, tolong bawakan baju ganti ya,"

"Iya Bi, kalau begitu Hana pamit dulu ya,"

Hanap pun bergegas pulang. Jam sudah menunjukkan pukul 23:50.

Hana mendengus lelah. seharian ini ia memang tak istirahat sama sekali, dari sekolah, kerja, dan mengantar Nara ke rumah sakit. Ia ingin segera sampai di rumah, ingin mengguyur badan nya yang kini sudah mulai terasa lengket dengan air.

Hana berjalan mencari taxy, menelusuri jalanan yang sudah mulai sepi.

Terlihat segerombolan preman mendekatinya. Mereka menggoda Hana, Hana berlari. Namun mereka terus mengejar nya.

Sampai Hana tersandung batu dan terjatuh, para preman itu menyeret Hana ke dalam gang gelap dan sepi.

Hana berteriak histeris meminta pertolongan. Namun tak ada satu orang pun yang datang. Hingga akhir nya Hana merasa kepala nya pusing, pandangan nya rabun, dan ia pun tak ingat apa- apa lagi.

Bersambung...

avataravatar
Next chapter