5 (5) Bulan purnama.

Di suatu malam yang kelam, terlihat seorang gadis yang sedang di sibukkan oleh buku dan sebatang pulpen di tangan mungil nya.

Sedangkan gadis lain sedang sibuk berbincang- bincang di telepon bersama kekasih nya.

Kedua gadis itu berada dalam satu kamar. yang satu berbaring di atas ranjang, dan satunya lagi duduk fokus di depan meja belajar.

[Sayang lagi apa?] Nara dengan suara manja nya.

[Gak ada, cuma rebahan doang. Kalo kamu?] Jawab nya di sebrang sana.

[Sama, aku juga lagi rebahan.]

[Sama siapa di situ?]

[Sama Hana,]

[Oh, coba kamu lihat keluar,]

[Kenapa emang nya?]

[Lihat lah bulan, aku juga sedang melihat bulan. Sekarang bulan purnama Lo.]

[Benarkah?] Nara beranjak menuju jendela, kemudian ia buka gorden dan jendela yang terbuat dari kaca.

[Iya,]

[Waah beneran, ternyata memang lagi bulan purnama]

[Kita sekarang sama-sama melihat bulan, meskipun kita sekarang berjauhan, tapi pandangan kita tertuju pada benda yang sama. Yaitu bulan]

[Iiih sayang, co cwiiit tauuu] Dengan nada kemenyek, membuat siapapun yang mendengar nya geli.

[Oh iya, besok keluar yuk,] ajak seorang pemuda di sebrang sana, karna kebetulan besok adalah hari Minggu.

[Boleh, mau kemana emang nya?]

[Gimana kalo ke Ancol.]

[Boleh.]

[Oh ya udah dulu ya sayang, aku di panggil mamaku. Bye bye]

[Oh iya dah. Bye bye]

Panggilan pun mereka akhiri.

"Han, yuk ke bawah. Serial kesukaan ku kayak nya udah tayang ni," ujar Nara membuyarkan kefokusan pada beberapa buku di sana.

"Serial apa?"

"Drakor, Penthouse."

"Ya udah sana duluan. Aku mau selesain ini dulu."

"Oke."

Nara pun melangkah keluar, dan menghilang di balik pintu.

"Kebiasaan deh, kalo udah buka jendela gak di tutup lagi." Hana menggerutu, Kemudian ia beranjak dari duduk nya menuju jendela. Berniat untuk menutup nya.

Sinar bulan purnama menerpa dirinya yang sekarang berdiri tepat di depan jendela.

Tiba-tiba pandangan nya kabur, kepala nya terasa pening. Ia pun akhir nya pingsan tak sadarkan diri.

"Hana mana? Kok gak cepet keluar?" Tanya wanita paruh baya pada putri nya.

"Bentar ya Ma, aku panggil dia lagi," kata Nara yang kemudian melangkah menuju kamar.

Nara membuka pintu kamar, dia melihat Hana sedang duduk di depan meja rias, mengoleskan sebuah lipstik pada bibir mungil nya.

"Hana, ayo turun, Mama menunggu kamu di luar," Nara melangkah mendekati Hana, seketika tangan Nara gemetaran, ia terkejut melihat Hana di pantulan cermin. Di penglihatan nya wajah sepupunya hancur, darah berceceran disana, bola mata nya keluar. Nara pun berteriak histeris, keringat dingin bercucuran membasahi tubuh nya, kakinya terasa lemas.

"Hey, ada apa? Kenapa kau berteriak seperti itu?" Hana membalikkan tubuh nya, melihat ke arah Nara yang sedang di Landa ketakutan.

Nara menutup mulut nya kaget, tidak mungkin ia salah lihat. Barusan jelas- jelas ia melihat pantulan Hana di cermin sangat mengerikan. Namun setelah ia melihat Hana secara langsung ternyata semua normal.

"Hana, tadi aku lihat kamu di cermin ngeri banget, wajah kamu_"

"Kenapa?" Hana dengan nada datar.

"Hana, kamu memakai riasan lagi?" Nara kaget saat mendapati Hana memoles wajah nya dengan make up tebal, dan terkesan menor.

Bukan hanya itu, Hana juga berpenampilan tidak seperti biasanya. Ia memakai rok mini, kaos ketat berwarna hitam.

Hana tersenyum sinis, kemudian melangkah keluar kamar. Nara pun mengekorinya di belakang.

"Hana, sini nak, makan malam," sapa sang Bibi penuh kasih. Namun Hana tak menanggapi, ia berjalan lurus melewati meja makan menuju pintu.

"Hana, mau kemana nak malam-malam begini?"

"Gak usah banyak nanya, makan aja duluan. Gua masih ada urusan!" Jawab nya ketus.

"Ya Tuhan Hana, kenapa kamu berpakaian seperti itu keluar malam- malam gini? Tidak baik anak gadis_"

"Udah deh gak usah bawel, bisa diem gak." Hana memotong perkataan si Bibi, dan itu membuat Bibinya mengelus dada.

Hana terus melangkah keluar tanpa menghiraukan teguran dari bibinya.

"Nara, susul Hana. Jangan biarkan dia jalan sendirian!"

"Iya ma!" Narapun berlari keluar mengikuti Hana.

"Hana, kamu mau kemana? Ayo pulang, mama khawatir sama kamu,"

"Pergi! Jangan ngikutin gua!"

"Enggak, aku gak akan pergi, kalo kamu gak ikut sama aku!"

Mendengar perkataan Nara, Hana tersenyum evil dari bibir yang ia olesin dengan lipstik tebal berwarna merah merekah.

"Bagaimana kalau lo yang ikut gua?"

"Ikut kamu? Kemana?"

"Ikuti saja!" Hana mulai melangkah lagi dengan di ikuti Nara di belakang nya.

Nara menghentikan langkah nya, saat ia menyadari bahwa mereka akan memasuki lorong gelap dan sempit.

"Han, ngapain kita kesini?" tanya Nara dengan perasaan nya yang kini mulai gelisah.

"Ikuti saja!"

Hana mulai melangkah masuk ke dalam kegelapan. Namun Nara masih terdiam mematung, ia mengingat sesuatu. Ia teringat dengan perkataan orang-orang yang dulu menolong nya. bahwa di saat malam bulan purnama, di larang untuk melewati jalan ini.

"Astaga Hana. Hanaaa, Hanaaa," Nara berteriak memanggil nama Hana. Namun tak ada tanggapan dari dalam sana.

Nara mulai ketakutan, ia pun akhir nya pergi berlalu meninggalkan Hana yang masih di dalam sana.

_______________________

Jam menunjukkan pukul 10:00 siang. Terlihat seorang wanita paruh baya sedang asik di depan televisi. dia menonton sebuah berita yang terjadi semalam.

Di sebuah lorong kecil, tadi pagi ada seorang pemulung menemukan mayat laki-laki dengan banyak luka di tubuh nya. Luka-luka seperti bekas gigitan binatang buas.

Mayat itu kehilangan dua bola mata. Kulit nya terkoyak parah, darah berceceran dimana-mana.

Menonton berita tersebut, membuat wanita paruh baya itu bergidik ngeri.

Apalagi tempat kejadian tidak jauh dari tempat tinggal nya.

"Selamat pagi Bi," Sapa seorang gadis cantik dengan piyama tidur. Sebuah handuk melilit di leher jenjang nya.

"Pagi Hana, baru bangun nak. Sana mandi, kemudian sarapan. Tadi Bibi sama Nara udah sarapan."

"Maaf Bi, Hana kesiangan bangun nya,"

"Gak papa,"

"Ya udah, Hana mandi dulu ya Bi,"

"Iya nak."

Setelah selesai dengan acara mandi dan mengganti baju, Hana pun menghampiri bibi nya yang sedang asyik di depan televisi.

"Nonton apa Bi?" Tanya Hana sembari menghempaskan pantat nya di samping sang Bibi.

"Ini, Bibi lagi nonton berita, semalam di temukan mayat di lorong kecil,"

"Meninggal kenapa Bi emang nya?"

"Kurang jelas juga, sepertinya di serang hewan buas kalo di lihat dari luka- luka nya kata detektif yang menyelidiki."

"Kok bisa ya Bi, ada hewan buas di kota ini,"

"Di curigai mungkin hewan lepas dari kebun binatang, sekarang lagi di selidiki nak,"

"Semoga binatang buas nya cepat tertangkap ya Bi."

"Iya sayang, oh iya, semalam kamu keluar kemana?" Ujar sang Bibi teringat hal semalam.

"Aku? Aku?" Hana bingung, tidak tau harus menjawab apa, karna dia tidak mengingat apapun. Yang ia ingat hanyalah tidur setelah menutup jendela semalam.

"Sudahlah gak usah di jawab nak, kamu juga butuh privasi. Gak baik juga kalo Bibi terlalu ingin tau sama urusan pribadi kamu."

"Enggak Bi, bukan begitu_"

"Sudahlah, tidak apa-apa, sana sarapan. Bibi mau keluar sebentar, "

"Oh iya Bi, Nara kemana?"

"Dia pergi tadi, kata nya janjian sama teman- teman nya mau jalan-jalan. Ya udah bibi keluar dulu ya, jangan lupa untuk sarapan."

"Iya Bi."

"Jalan-jalan sama teman? Jelas-jelas semalam aku dengar di telfon dia mau kencan sama pacar nya ke Ancol. Dasar tukang bohong." Batin Hana sambil tersenyum geli. Ia pun menuju dapur dan melahap makanan nya nikmat.

Bersambung...

avataravatar
Next chapter