2 Pamit Pergi

Dari ujung telepon pun tak ada suara apapun, keheningan yang dingin ini sungguh membekukan hari Siska, 'Deev aku harus bagaimana jika kamu tidak ada disampingku, apakah aku masih bisa menjalani hari - hari ku?'. Siska hanya bisa berbicara dalam hati, mulutnya serasa terkunci.

"Kamu perlu apa telpon aku?", suara Deev yang berat dari ujung sana memecah keheningan, hati Siska teriris tak karuan.

"Apa aku tidak boleh menghubungimu lagi? mengapa kau berubah dalam satu sore? mengapa aku merasa kau menjauh De? me..meng..mengap..apa..", Siska tidak bisa melanjutkan kalimatnya, ia menangis tersedu - sedu memikiran belahan hatinya menjadi sedingin ini.

Deev hanya bisa menahan air mata dan mengatur napas agar suaranya terdengar biasa saja. Ia berusaha tegar agar Siska rela membiarkannya pergi. Ia pergi meninggalkan kekasihnya bukan tanpa alasan, ia memiliki alasan yang sangat kuat untuk meninggalkan Siska pergi.

"Kalau kamu sudah selasai aku akan menutup telpon ini."

"Deev apa kau membenciku sampai - sampai aku menelpon saja kau tampak marah? Aku sangat mencintaimu Deev, tolong jangan tinggalkan aku, kau kan bisa tinggal dirumah pamanmu, kau tinggal 1 semester lagi lulus Deev, apa kau sudah tidak sayang dengan ku?

Deev tidak tau harus berkata apa lagi dia benar - benar terpaku, Deev juga masih mencintai Siska, tapi ia harus pergi, harus dia harus pergi.

"Maafkan aku Siska, aku harus tetap pergi ibu dan ayah sudah membelikan tiket pesawat untukku. Besok pagi aku akan berangkat"

"Apaaa????!!! kenapa secepat ini kau kan besok ada Try Out dari Provinsi yang pertama lagi itu. Aa tidak bisa di undur 1 minggu? aku takut nanti kamu akan menyesal."

Siska memang 1 kelas di bawah Deev tapi dia sangat perhatian dengan sekolah Deev. Ia bahkan langsung melupakan bahwa hatinya sedang patah. Ia sangat memperhatikan sekolah kekasihnya itu karena orang tuanya sangat sibuk.

'Dasar gadis bodoh kenapa kau selalu menghawatirkan aku terus itu membuat ku sangat sulit melupakanmu, sudah lah dia memang sangat mencintaiku'

"Sudah lah Siska kau tak perlu memikirkan urusanku lagi, masalah Try Out aku bisa mengatasinya sendiri", perkataan Deev langsung meruntuhkan hati Siska. Siska langsung mematikan teleponnya pipi yang tadinya sudah kering kini kembali basah. Air matanya mengalir seakan tak bisa berhenti. Siska sampai tertidur karena kelelahan menangis.

Pukul 17.00 WIB, ada yang mengetuk pintu kamar Siska. Ibu sudah berkali - kali mengetuk tapi tidak ada jawaban, Siska yang teringat bahwa pintunya tidak dikunci segera lari ke kamar mandi agar nanti kalo Ibu masuk tidak tau bahwa matanya bengkak karena menangis.

Ia segera membasuh mukanya berkali - kali dengan air dan sabun muka agar kembali segara. Ketika ia keluar dari kamar mandi Ibu sudah menunggu di ujung kasur Siska.

"Ibu ada apa? maaf tadi Siska baru cuci buka bangun tidur. "

"Iya gapapa nak, Ibu cuman mau kasih tau, di ruang tamu ada Deev, cari kamu katanya, emang ga chat kamu?"

Siska segera menyangkal agar tidak ketahuan bahwa antara ia dan Deev ada problem.

"Siska ga tau Buk, kan Siska tadi tidur"

"Ya sudah sana, temui kekasihmu"

Siska segera bergegas ke ruang tamu, ia berpikir mungkin Deev berubah pikiran.

"Hai Deev, ada apa kau berubah pikiran ya?"

Deev terlihat tak kuat untuk berkata dihadapan Siska yang berharap ia tidak jadi pergi.

"Hai Sis, aku kesini sebenarnya..."

"sebenarnya apa sayang?"

"A.. Ak...Aku kesini mau pa..pamit sama kamu, ini ada titipan martabak dari Ibu buat kamu"

Hati Siska ingin menjerit, ia jatuh kelantai menangis sejadi - jadinya.

avataravatar
Next chapter