webnovel

Dasar Plin-Plan

Wenda pun mengikuti saran yang diberikan oleh Leo yaitu menjauhi Axton. Dimulai dari bangun pagi sebelum Axton bangun, pergi sebelum Axton sarapan dan kegiatan lain tanpa Axton.

Awalnya susah sekali tetapi lama kelamaan menjadi kebiasaan dan karena hal itu dia jadi lebih dekat dengan teman-teman sekantornya dan juga bisa berkonsentrasi penuh dalam pekerjaannya.

"Jadi bagaimana dengan saranku? Apa kau sudah menjalankannya dengan baik?" Wenda mengangguk mantap pada Leo.

"Karena saranmu, aku bisa melupakan hal-hal yang membuatku sedih. Terima kasih ya." ucap Wenda.

"Jangan berterima kasih padaku, kaulah yang mendorong diri sendiri." Cody tiba-tiba saja datang dan membungkuk hormat pada Leo.

"Kenapa kau yang ada di sini? Bukankah Axton akan datang ke sini?"

"Seharusnya Tuan, tapi Tuan sedang sakit."

"Sakit?!" beo Wenda tak percaya.

"Iya, Nona. Dia tiba-tiba saja demam." Axton sedang sakit? Kenapa dia tak tahu. Wenda mengemasi barang-barangnya untuk pulang lebih awal.

"Kau sedang apa?" tanya Leo.

"Aku ingin menjenguknya," jawab Wenda singkat.

"Tidak, kau tak boleh datang ke sana. Biarkan saja dia sakit toh di sana ada pacarnya 'kan?" kata Leo bernada sinis.

"Tapi..."

"Kau mau usahamu untuk menjauhinya jadi gagal karena Axton sedang sakit. Sudah biarkan saja dia, kita harus menyelesaikan proyek ini lebih cepat." Wenda menghentikan aksinya dan kembali mengeluarkan barang-barangnya.

Dia menatap pada Cody yang masih berdiri dengan pandangan mata yang berharap. "Tak apa-apa Nyonya," bisik Cody dan pria itu akhirnya pergi meninggalkan keduanya.

Wenda kembali duduk dan berkonsentrasi dengan pekerjaannya walau dia tak memungkiri, dia masih gelisah memikirkan keadaan Axton.

💘💘💘💘

Setelah pekerjaannya selesai, Wenda lekas pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah, dia segera menuju ke kamar Axton dan bertemu dengan Zarina yang baru saja keluar dari kamar Axton.

Wenda menghentikan langkahnya, "Ternyata kakak sudah pulang," perkataan Zarina hanya dibalas oleh anggukan oleh Wenda.

"Bagaimana dengan keadaan Axton, apa dia baik-baik saja?"

"Sudah kak, Axton sudah makan dan minum obat pemberian dokter. Dia sedang istirahat sekarang," Wenda bernapas lega mendengar kabar Axton. Semoga dia cepat sembuh.

"Oh ya kak, kok kakak tak pernah aku lihat sih?" tanya Zarina heran.

"Aku sedang sibuk dengan pekerjaanku, tolong jaga dia baik-baik ya!"

"Tentu kak," balas Zarina. Wenda berjalan menuju ke kamar, ingin rasanya melihat keadaan Axton tapi Zarina ada di sana dan dia sudah berjanji agar menjauhi Axton apapun yang terjadi.

Wenda berganti pakaian, dia memusatkan perhatian pada proyek yang dia tangani. Satu jam telah berlalu, dia merasa kerongkongannya kering.

Jadi haus, ingin minum. Wenda meninggalkan pekerjaannya menuju dapur untuk minum. Saat dia sampai, langkahnya tiba-tiba terhenti melihat dua orang yang dia kenal. "Kakak, jangan keras kepala. Kakak, 'kan sedang sakit tak baik untuk memaksa diri." omel Zarina.

"Kakak tak apa-apa, dari pada kakak terus tiduran tak ada kemajuan lebih baik kakak kesana kemari supaya pusingnya mendingan." balas Axton. Wenda mengintip dari kejauhan kedua orang tersebut atau lebih tepatnya, Axton.

"Kalau begitu Zarina tinggal dulu ya, panggil aku kalau kakak mau apa?" Axton hanya tersenyum lemah dan mengangguk. Wenda menatap lekat Axton. Wajah Axton pucat sementara pandangannya sayup menandakan bahwa dia memang sakit.

Wenda bertanya-tanya pada dirinya sendiri, kenapa Axton pria yang terlihat sangat bugar mendadak jatuh sakit? Apa dia salah makan atau apa, harusnya Wenda memperhatikan suaminya itu.

Wenda merutuk kesal seharusnya Wenda sebagai istri memperhatikan Axton dengan baik. Tiba-tiba saja Wenda yang kurang berhati-hati menyenggol benda di hadapannya menimbulkan suara gaduh.

Axton menoleh ke asal suara dan menemukan Wenda ada di sana, "Wenda," Wenda panik membalikkan badannya hendak pergi sebelum Axton menghampirinya.

Namun sungguh naas, Wenda terjatuh karena jalannya dihalangi oleh benda yang dijatuhkannya. Axton berjalan cepat menghampiri Wenda yang masih dalam keadaan terduduk.

Dia mendapati Wenda tengah meringis kesakitan sambil memegang lututnya yang terluka. "Kau tak apa-apa?" tanya Axton.

"Sakit," rintih Wenda. Tanpa memperdulikan tubuhnya yang lemah, Axton berusaha menggendong Wenda. Wenda hanya menuruti saja dengan mengalungkan kedua lengannya di sekitaran leher pria itu.

Axton meletakkan Wenda di sofa dan bergegas mengambil kotak P3K. "Aww," ringis Wenda begitu obat diberikan oleh Axton. Pria itu berusaha selembut mungkin memberikan obat agar Wenda tak kesakitan.

"Nah sudah selesai." ucap Axton setelah selesai memberikan obat pada lutut Wenda.

"Lain kali harus berhati-hati, jangan ceroboh. Lagi pula kenapa kau sepanik itu melihatku, aku ini manusia bukan hantu." Wenda hanya diam tak memberikan jawaban.

"Tapi tak apa-apalah, syukur kamu hanya luka ringan." lanjut Axton sambil tersenyum tipis. Tangannya terulur menepuk kepala Wenda.

Di luar dugaan, Wenda menepis kasar tangan Axton. "Jangan memberi perhatian padaku lagi!" kecam Wenda penuh penekanan.

"Urus saja pacarmu, gadis yang kau cintai itu! Dasar plin-plan!" lanjutnya lagi mengejek Axton. Wenda berdiri dari tempatnya duduk.

Berusaha menahan rasa sakit yang menjalar, dia terus berjalan meninggalkan Axton yang masih diam di tempatnya.

Next chapter