11 11. Keinginan Aland

Sementara di tempat lain...

"Argh! Shitt!" erang seorang pemuda.

Aland bergegas melajukan kendaraan pribadinya. Sepanjang jalan ia terus mengumpat dengan kesal. Pasalnya kondisi jalan saat ini sedang padat merayap. Hal yang lumrah bagi kota besar seperti Jakarta. Di jam seperti ini biasanya terjadi kemacetan di beberapa tempat.

Pemuda itu menyentuh pelipisnya perlahan. Ia memberikan pijatan kecil dengan salah satu tangan. Kepalanya masih terasa pening akibat mendengar kidung indah sang bunda di pagi hari. Semalaman ia tidak dapat memejamkan mata karena hatinya merasa gundah.

Hampir satu jam Aland terjebak macet di jalanan. Membuat dirinya mengerang frustasi. Rasa penasaran dalam benaknya terus memuncak. Sehingga Ia tidak sabar untuk memastikan sesuatu.

Berdasarkan informasi yang Aland terima dari penjaga keamanan di kediamannya. Saudara kembarnya dijemput oleh seorang pemuda. Walaupun ia telah memiliki gambaran siapa sosok yang menjemput Audy tadi pagi. Namun, Aland masih ingin mendengarnya sendiri dari mulut gadis itu.

Akhirnya, mobil sport kesayangan Aland terparkir sempurna di parkiran sekolah. Ia segera turun dari kendaraannya. Pemuda itu menekan remote alarm. Kemudian bergegas meninggalkan parkiran untuk menuju ruang kelas Audy.

Sesampainya di depan ruangan kelas. Aland mengetuk pintu ruang tersebut dengan sopan. Suara ketukan membuat seluruh siswa di dalam kelas mengalihkan pandangannya ke arah pintu.

"Silakan masuk!" ucap bu Siska seramah mungkin.

Pemuda itu melangkah memasuki ruangan atas instruksi dari bu Siska. Melihat keberadaan Aland di dalam kelas, suasana berubah menjadi gaduh. Semua siswi perempuan menyerukan nama Aland dengan histeris. Berlomba menarik perhatian pemuda tersebut.

"Aaaa... Aland melihat kesini!" pekik seorang siswi dengan antusias.

"Dia sedang melihatku! Bukan kamu!" sanggah siswi yang lain.

"Ihh... Aland ganteng banget sih!"

"Mau dong dijadiin pacar Aland!" seruan siswi dari arah lain mulai terdengar.

"Jangan mau! Aland sama aku aja!" balas siswi yang berada tidak jauh dari tempat Aland berdiri.

Brakk!

"Semua harap tenang!!!" seru bu Siska dengan wajah garang.

Hal itu membuat bu Siska selaku pengajar, memutuskan untuk menggebrak meja di hadapannya. Dengan enggan perhatian para siswa kembali beralih pada bu Siska. Akhirnya keadaan ruang kelas menjadi tenang terkendali. Disisi lain, Aland hanya tersenyum samar melihat reaksi dari fans fanatiknya.

"Maaf menganggu waktunya, saya ingin bertemu dengan Audrey, Bu." ungkap Aland tanpa basa- basi.

"Silakan, tetapi waktumu hanya 10 menit saja." sahut bu Siska dengan tegas.

"Terima kasih, Bu" balas Aland sambil tersenyum manis, membuat siapa saja yang melihatnya terpesona termasuk bu Siska sendiri.

"Audrey! " panggil bu Siska sambil memberi isyarat kepada Audy, supaya gadis itu segera meninggalkan ruangan.

"Saya permisi, Bu." pamit Audy dengan sopan, ketika melewati meja guru tersebut.

Tanpa membuang waktu, ia bergegas mengikuti Aland yang lebih dulu keluar dari ruangan. Semua seisi kelas menatap gadis itu dengan rasa ingin tahu. Mencoba menerka apa yang sedang terjadi antara Audy dengan para anggota the prince's.

Aland membawa Audy sedikit menjauh dari ruang kelas. Supaya tidak seorangpun dapat mendengar pembicaraan mereka. Saat ini keduanya berada di bawah tangga sekolah. Aura suram yang menguar berasal dari pemuda itu sangat mendominasi. Sehingga membuat Audy merasa menggigil sampai ke tulang.

Bulir keringat mulai terbentuk memenuhi dahi serta pelipis gadis itu. Ia menyadari mood Aland sedang memburuk. Terlihat dari gestur tubuh yang diperlihatkan saudara kembarnya tersebut.

"Ada apa?" tanya Audy berusaha setenang mungkin, menutupi rasa panik yang tengah ia rasakan.

"Siapa yang telah menjemputmu tadi pagi?" sahut Aland, ia membalas pertanyaan Audy dengan pertanyaan.

"Jadi tujuanmu menemuiku hanya memastikan sesuatu yang kau sendiri sudah tahu jawabannya." desah Audy jujur.

Kemudian ia menghela nafas pelan. Sejujurnya Audy merasa lelah membahas hal yang tidak penting untuknya. Alasan Audy menerima Rey untuk menjadi kekasihnya, jelas karena terpaksa.

"Kenapa tidak menolak atau menghindar dari Rey?" cecar Aland tidak menyerah.

"Aland... aku mengerti semua kekhawatiranmu, bisakah kau tetap percaya kepadaku seperti biasa?" balas Audy sambil menatap saudara kembarnya.

"Aku bisa mempercayaimu! tetapi tidak dengannya!" sergah Aland dengan frustasi.

"Kau sahabatnya bukan?" tanya Audy merasa heran.

"Justru karena dia sahabatku, aku tahu semua tentangnya." jawab Aland sambil memalingkan wajahnya berusaha meredakan emosinya. Karena ia tidak ingin bersikap kasar terhadap Audy.

"Katakan padaku, apa yang membuatmu keberatan aku menjalin hubungan dengan Rey?" timpal Audy mencoba mencari tahu alasan saudara kembarnya tidak menyetujui hubungan antara ia dan Rey.

"Kau akan tahu dengan sendirinya tanpa aku memberitahumu, bukankah kau sudah melihat kelakuannya di gudang tempo hari." ungkap Aland sambil menatap mata Audy dengan tajam.

Deg!

"Aku akan menanyakan kepadanya tentang masalah itu." ucap Audy dengan gugup.

"Sebelum terlambat, akhiri hubunganmu dengannya." tegas Aland.

"Bagaimana kalau dia tidak mau putus?" tanya Audy merasa resah.

"Tidak peduli ia mau atau tidak, kau harus menjauhinya! Ini demi kebaikanmu, Dy!" desak Aland mencoba mengingatkan saudara kembarnya.

"Huft! Baiklah... aku akan mengikuti keinginanmu, tetapi aku tidak bisa menjamin akan terbebas darinya." ucap Audy cepat, karena sebenarnya ia juga tidak ingin menjadi kekasih Rey.

"Kau coba saja dulu." bujuk Aland.

"Baik."

"Kembalilah ke kelasmu, waktunya telah habis." tukas Aland sambil melihat waktu pada jam tangan yang melingkar di lengannya.

"Hm" gumam Audy sebagai jawaban.

Kemudian gadis itu memutar tubuhnya, dan berjalan meninggalkan Aland sendirian. Tanpa sepengetahuan Audy, saudara kembarnya terus mengamati kepergian dirinya. Terdapat kilatan penuh tekad yang terpancar dari kedua mata Aland.

"Semua ini demi kebaikanmu." bisik Aland lirih.

Aland memahami dengan jelas bahwa ia tidak mampu menghadapi kekuatan Rey. Sahabatnya itu memiliki kemampuan melebihi dirinya. Rey memang sosok yang tepat untuk menjaga Audy. Akan tetapi, pria itu memiliki sisi gelap yang dapat melukai saudara kembarnya.

Tidak ada seorangpun yang berhasil lepas dari genggaman tangan Rey. Namun, demi gadis polos itu, Aland rela mempertaruhkan semua yang ia miliki termasuk persahabatannya dengan Rey. Setelah Audy menghilang dari pandangannya. Aland melangkah pergi meninggalkan tempat tersebut.

Namun, Aland tidak menyadari keberadaan orang lain di sana. Pembicaraan keduanya telah didengar dengan jelas oleh orang tersebut. Tangan pemuda itu mengepal erat sampai memutih. Rahang kokohnya mengeras hingga terdengar gemeletuk gigi.

Tatapan pria itu menggelap disertai seringai sinis tersemat di bibirnya. Iblis dalam dirinya terus meronta ingin keluar. Akan tetapi, pemuda itu segera memejamkan kedua matanya agar dapat mengontrol emosinya. Ia semakin berambisi memiliki Audy sepenuhnya.

Selama ini, Rey menahan diri untuk tidak bertindak secara berlebihan terhadap Audy. Karena ia menghargai persahabatan antara dirinya dan Aland. Namun, sepertinya Aland telah memilih melewati batasnya. Menguji kesabaran seorang Reymond Blade.

avataravatar
Next chapter