10 10. Ancaman manis Rey

"Akh! Ng... anu... ke kelas, Tolong lepas, Rey!" sahut Audy gelagapan.

"Kau belum memberikan jawaban, sayang." bisik Rey pelan di telinga Audy.

"Please, lepas Rey... Semua orang mulai memperhatikan kita." pinta Audy setengah memohon.

"Aku tidak peduli." balas Rey dengan acuh tak acuh.

Rey bukanlah tipe pria yang memperdulikan keadaan sekitarnya. Keberadaan pasangan ini di parkiran, telah menarik minat seluruh penghuni sekolah. Sehingga sangat sayang dilewatkan begitu saja oleh siswa yang berlalu lalang di tempat ini.

"Oke, diantar sampai ke depan kelas saja! Tolong lepasin pelukannya, Rey!" putus Audy pasrah.

Perlahan tangan yang melingkari pinggang Audy terlepas. Rey berhenti mengodanya dan membiarkan gadis itu lolos kali ini. Ia menekan tombol remote otomatis, supaya alarm yang terpasang pada kendaraannya bekerja.

Kemudian pemuda itu menggengam telapak tangan kekasihnya. Menarik pelan gadis tersebut agar keduanya melangkah beriringan menuju ruang kelas. Dengan berat hati Audy mengikuti kemauan Rey. Ia berusaha mengabaikan pandangan orang yang berada di sekelilingnya.

Pasangan muda itu berjalan menyusuri koridor sekolah. Rey mengeratkan tautan tangannya, agar kekasihnya tidak dapat menemukan alasan untuk melepaskan diri darinya. Jika Audy dapat membaca isi otak Rey, ia pasti sudah merutuki pria itu dengan segala macam bentuk makian.

"Wyne!" panggil Audy dengan suara keras.

Merasa namanya dipanggil oleh seseorang, gadis itu menoleh kearah sumber suara. Audy melambaikan tangannya yang bebas. Melihat hal itu, membuat Wyne tersenyum riang.

"Kemarilah..." seru Wyne antusias.

"Ok, tunggu sebentar." balas Audy sumringah.

Audy mengangkat jempol tangannya. Tanda ia menyetujui perkataan Wyne. Kemudian gadis itu menoleh kearah samping dan memberikan senyuman manis kepada Rey. Ia segera memberi kode kepada kekasihnya untuk melepaskan genggaman tangannya.

Dengan memasang wajah datar Rey bersikap seolah tidak mengerti kode yang diberikan oleh Audy. Namun, tanpa sepengetahuan gadis itu, Rey mencoba menetralisir degup jantungnya yang berdetak dua kali lebih cepat dari biasa. Alasan pemuda itu menjadi seperti ini sangatlah sederhana. Hanya karena terpesona oleh senyuman seorang Audrey Smith.

"Aku bertemu dengan teman sebangkuku, jadi kau tidak perlu mengantarku sampai kelas." terang Audy terlihat penuh semangat.

"Kau tidak ingin mengenalkan aku kepada teman sebangkumu?" tanya Rey.

"Kau ingin mengenal Wyne?" tanya Audy mencoba memastikan perkataan Rey.

"Tentu saja, dia teman baikmu yang tempo hari ikut menemanimu mengintip kegiatanku di gudang kan? Jadi aku ingin mengenalnya." jawab Rey sambil tersenyum menyeringai.

"Ehh, waktu itu... Aku tidak sengaja! Maaf!" terang Audy merasa malu.

"Tidak perlu minta maaf, aku telah mendapatkan sesuatu yang lebih menarik sebagai ganti ruginya." balas Rey dengan cuek tanpa memperdulikan perasaan Audy.

Wajah Audy berubah menjadi kesal. Ia memahami apa maksud perkataan Rey. Dengan terpaksa ia menghampiri sahabatnya dan menuruti kemauan pria itu. Salah satu tangannya dibiarkan tetap digenggam erat oleh Rey.

"Kenalin Wyn, Ini..." ujar Audy.

"Wyne kan? aku Rey, kekasih Audy... Salam kenal." sela Rey sambil tersenyum ramah.

"Ah, salam kenal juga." balas Wyne dengan wajah memerah karena merasa malu.

"Titip Audy ya, jangan sampai lecet." kelakar Rey.

"Siap! kau tidak perlu khawatir, aku akan menjaganya." tandas Wyne dengan wajah polos.

"Aku bukan barang!" gerutu Audy sambil melototi kedua orang tersebut.

"Jangan nakal! Jadilah baik, baby girl!" pesan Rey dengan lembut.

Sebuah tangan menjulur ke depan menepuk puncak kepala Audy dengan lembut. Kemudian Rey melepaskan genggaman tangannya. Ia mengerti Audy membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri sebagai kekasihnya.

Pria itu menatap Audy dengan intens. Sehingga membuat Audy merasa tidak nyaman. Gadis itu merasa seluruh tubuhnya merinding saat Rey memperlihatkan perasaan yang dimilikinya.

"Saat pulang sekolah, tunggu aku di parkiran." pesan Rey mengingatkan Audy.

"Aku akan.."

"Aland menjadi urusanku, jadi kau tidak perlu khawatir." potong Rey cepat.

"Bu.."

"Tidak ada penolakan, dear." tandas Rey.

"Kau senang sekali memotong semua perkataanku yang belum selesai!" seru Audy dengan perasaan jengkel.

Srett! Bruk!

"Aww! Sshh" rintih Audy sambil memegang hidungnya yang terbentur.

Rey segera menarik dan memeluk tubuh mungil Audy dengan sekali sentak. Membuat gadis itu merasa terkejut karena keseimbangan tubuhnya mendadak limbung. Hidung mancungnya membentur keras pada dada bidang Rey hingga berwarna kemerahan. Pemuda itu mengeratkan pelukannya.

"Mengemaskan!" desis Rey sambil menyeringai sinis.

Wyne berusaha menutup mulutnya rapat dengan kedua telapak tangannya. Ia terkejut melihat perbuatan Rey terhadap sahabatnya. Pemandangan yang disuguhkan di hadapannya terlihat romantis buat sebagian orang. Namun, hal itu malah membuat Wyne merasa ketakutan.

Gadis itu dapat melihat dengan jelas wajah Rey berubah menyeramkan. Di kedua mata wyne, sahabatnya terlihat seperti mangsa segar. Kemudian Rey melirik kearah Wyne yang tengah berdiri dengan kaki gemetar. Pria itu memberikan kedipan mata nakalnya. Membuat Wyne menahan nafasnya karena ia merasa bergidik ngeri.

Rey memiringkan sedikit kepalanya sehingga bibirnya tepat berada di cuping telinga Audy. Namun, pandangan matanya menatap Wyne tajam. Seolah memperingatkan gadis itu untuk tidak ikut campur atau berusaha menjauhkan Audy darinya.

"Jangan terus menguji kesabaranku! Atau aku tidak akan segan untuk segera memakanmu, baby girl." bisik Rey pelan.

Tubuh Audy menegang setelah mendengar perkataan Rey. Pria itu tersenyum puas melihat reaksi kekasihnya. Selama ini ia menahan diri untuk menjaga kesayangannya. Dari rasa haus sang iblis yang bersemayam dalam tubuhnya.

Ia kembali meluruskan punggung tegapnya dan melepaskan pelukan tersebut. Ciuman ringan serta lembut Rey sematkan pada puncak kepala Audy. Berharap gadis itu memahami apa yang tengah ia rasakan.

"Pergilah... sebentar lagi bel berbunyi." ucap Rey dengan wajah tanpa ekspresi.

Lalu ia berbalik pergi meninggalkan kedua gadis yang tengah berdiri mematung. Beberapa menit kemudian, terdengar bunyi bel memenuhi penjuru gedung sekolah. Menyadarkan Audy dari rasa linglungnya.

"Ayo, cepat! sebelum Bu Siska memasuki kelas!" tegur Audy sambil menyeret Wyne yang masih sibuk dengan dunianya.

"Ah! Baik!" jawab wyne.

Kedua gadis itu bergegas menuju ruang kelas yang terletak di lantai dua. Mereka segera berlari menaiki anak tangga. Akhirnya Audy maupun Wyne berhasil sampai di lantai dua dengan nafas tersengal- sengal.

Mereka berdua memasuki ruang kelas sebelum bu Siska datang. Guru cantik itu terkenal sangat tegas dan galak. Tidak segan menghukum siswa dengan tugas yang menumpuk. Gosipnya guru berstatus single tersebut sangat tergila- gila hingga terus berusaha mengejar cinta Rey. Walau perasaannya sudah ditolak berulang kali.

"Saingan cintamu datang." ejek Wyne setelah melihat bu Siska datang.

"Tuh mulut minta dicabein rupanya." cibir Audy sambil melototi sahabatnya.

"Hihi.. hihi... sorry deh." ucap Wyne cekikikan.

"Huss! Fokus! Sebelum kena semprot!" tegur Audy pelan.

"Ok!" bisik Wyne sambil mengedipkan salah satu matanya dengan genit.

avataravatar
Next chapter