webnovel

Cincin Tunangan

Farel menatap lurus kedua manik mata Rani dengan sorot mata yang sangat lekat, bahkan kini dadanya terasa berdebar-debar seperti memang merasakan hal yang membuatnya gugup. Ia sudah mempersiapkan segalanya dari jauh hari, namun kenapa hatinya masih berdetak tidak karuan? Ah, ia merasa sangat payah.

"Katakan, sayang. Jangan kelamaan, kamu terlalu gugup untuk hal ini." bisik Rani tepat di telinga Farel sambil menatap kedua orang tuanya dengan tidak enak hati karena sang kekasih sedaritadi hanya bergeming, tanpa berkeinginan untuk mengatakan dengan segera apa yang tercetak di benaknya.

Menganggukkan kepalanya, Farel paham kalau semua ini sudah sesuai dengan persiapan dan kematangannya. "Iya sayang," balasnya sambil menampilkan senyuman manis.

Melihat sang kekasih yang saat ini terlihat tampan dan menawan, menjadikan Rani seperti gadis yang sangat beruntung karena telah mendapatkan laki-laki yang seperti dirinya.

Farel mencium punggung tangan Rani, lalu menatap Bella dan Gusti dengan sorot mata yang menunjukkan kesungguhan hatinya. "Saya ingin menikahi Rani," ucapnya dengan sorot mata penuh keseriusan. Hatinya melupakan satu hal yang sudah seharusnya menolak kesalahan ini. "Saya ingin menjadikan putri kalian sebagai istri kedua saya." Setelah mengatakan ini, rahang tegasnya mulai mengeras karena benar-benar tegang.

Padahal, saat menikah dan satu altar dengan Zulfa ia merasa biasa saja bahkan tidak exited seperti pasangan pernikahan pada umumnya.

Ia tidak mengerti kenapa masih mempertahankan semua ini, namun menurutnya ini adalah hal yang tepat. Kebahagiaan dirinya itu nomer satu, yaitu menjalin hubungan dengan kekasih tercinta.

Dirinya bahkan sempat bertanya-tanya sejak hadirnya Zulfa kekehidupannya, untuk apa menjalin hubungan dengan wanita yang sama sekali tidak pernah membuat dirinya jatuh cinta? Jangan kan jatuh cinta, mendapatkan kebahagiaan saja tidak.

Dalam diam, Rani tersenyum miring kala mendengar apa yang menjadi impiannya dari dulu.

'Brahmana, aku datang!' pekiknya di dalam hati.

Gusti mengangkat sebelah alisnya, merasa tidak percaya dengan ucapan Farel apalagi mengingat laki-laki itu sudah memiliki istri sah. "Bagaimana dengan Zulfa?" tanyanya sambil meminum sedikit kopi hitam yang dibuatkan ART untuk dirinya, hanya untuk membasahi tenggorokannya yang tercekat.

Seorang ayah selalu menginginkan yang terbaik untuk sang putri, begitu juga dengan Gusti yang sudah tahu bagaimana jalan kisah cinta putrinya dengan laki-laki yang sedang menatap ke serius ke arahnya.

"Dia tetap menjadi istri saya, dan saya ingin menikah dengan Rani juga untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya."

Rani mencubit lengan Farel, "Tidak bisa seperti itu dong, Farel! Kamu harus memilih salah satu!" pekiknya tidak terima. Awalnya ia pikir Farel akan melamar dirinya di depan kedua orang tuanya dan mengatakan akan menceraikan Zulfa, namun ternyata laki-laki itu hanya ingin memadu sang istri. Bayangkan saja, wanita mana yang ingin di madu dengan gadis lain yang jauh lebih muda?

Sebagai wanita, Rani juga merasakan rasa sakitnya walaupun ia adalah pihak yang akan menjadi madu di antara Farel dan juga Zulfa.

Farel menatap Rani, menampilkan wajah yang penuh sorot permohonan yang sangat dalam. Bagaimana pun juga, pasti keputusan dia sekarang akan menjadi sebuah bencana di kemudian hari. Namun ia tidak peduli, yang penting tentang kebahagiaan dulu, urusan karma atau apapun itu sebutannya lebih baik diurus belakangan saja.

"Aku tidak bisa melepas Zulfa, karena tanpa dia fasilitas keluarga Brahmana yang aku nikmati sekarang akan ikut terlepas."

Rani menatap Farel dengan marah. Bagaimana bisa seorang Zulfa menjadi penentu kekayaan Farel? yang benar saja!

"Tidak, aku tahu kalau itu cuma akal-akalan kamu doang, iya kan? Zulfa hanya wanita yang sok suci dan lama kelamaan akan mengendalikan jalan pikir kamu, sayang."

"Bukan seperti itu, kamu tahu sendiri keluarga Brahmana punya tata Krama dan peraturan yang gak mungkin untuk di langgar begitu aja."

"Jangan bohong kamu." ucap Rani sambil menjauhkan dirinya dari tubuh Farel. Kini, ia benar-benar merasa kesal. Kalau begitu jadinya, lebih baik ia mencari laki-laki lain yang tidak kalah mapan dengan Farel, iya kan? Daripada bertahan dalam hubungan yang pahit seperti ini.

Berharap, harapan tidak sesuai dengan keinginan, dan berujung cuma makan hati saja.

Ini semua salah Zulfa, kenapa wanita itu bisa hadir dan seenaknya mengubah jalan takdir?! Seharusnya ia yang bahagia, seharusnya ia yang menjadi pemeran utama dalam hidup Farel.

Farel menggenggam erat tangan Rani, seolah-olah mengatakan jika ini semua akan baik-baik saja. "Aku janji akan selalu bertanggung jawab untuk kamu, Rani. Kamu akan jadi istri kedua yang paling aku sayang, aku berjanji."

"Tidak ada janji manusia yang berujung manis, Farel. Kalau kamu gak bisa buktiin, seenggaknya jangan bersikap seolah-olah kamu bukan pengingkar janji."

"Kalau kita belum mulai, bagaimana bisa membuktikan sama kamu? aku benar-benar serius untuk kamu dan lamaran ini."

Katakan kalau Farel gila, karena hal itu memang benar. Laki-laki yang gila dengan cinta, sampai melupakan ada surga yang ia tinggalkan begitu saja di rumah tanpa memberikan perhatian layaknya seorang suami pada istrinya.

Sebelum Farel sempat mengeluarkan suaranya kembali, Gusti lebih dulu berdehem. "Sebaiknya kamu bicarakan dulu dengan kedua orang tuamu, kami tidak akan memberikan restu kalau nanti hubungan kalian hanya akan di tolak mentah-mentah sama mata umum." ucapnya dengan kedewasaan. Bagaimana pun juga, nama baik putrinya pasti akan tercoreng.

"Jika seperti ini, saya takut putri saya yang akan di anggap buruk oleh banyak orang." sambung Bella yang memiliki pemikiran serupa dengan Gusti, ia menampilkan sorot yang benar-benar hanya bisa dipahami oleh seorang ibu yang khawatir dengan keadaan anaknya.

"Baik Mom, Dad, saya akan membicarakan hal ini pada kedua orang tua saya." ucap Farel pada akhirnya, ya karena memang tidak ada pilihan lain. Ia sudah siap menerima sebuah tamparan dari ayahnya, iya dirinya siap. Namun yang ia tidak siap adalah tangisan Mommy-nya yang akan merasa tertampar saat mendengar keputusan yang memang tidak pernah bisa di ganggu gugat.

Rani memeluk lengan Farel dengan mesra, hatinya sudah cukup menghangat mendengar penuturan Farel. Lalu ia menatap ke arah kedua orang tuanya. "Mommy dan daddy bisa meninggalkan aku dan Farel? ku rasa kita perlu berbicara, jadi aku meminta waktu sebentar." ucapnya sambil mengerjapkan kedua bola matanya, memohon.

Bella dan Gusti mengangguk mengerti.

Menampilkan sebuah senyum hangat, Bella menaruh tangannya pada pinggang Gusti. "Yasudah kalian selesaikan dulu permasalahan ini, kami menunggu kabar baik dari kalian." ucapnya sambil melangkahkan kaki, membuat suaminya mengekori dirinya.

Pasti sepasang kekasih itu akan membicarakan hal ini dengan lebih dewasa lagi, supaya tidak salah langkah di masa yang akan datang. Bagaimana pun, walau Rani sudah memasuki kehidupan Farel terlebih dahulu, tetap saja semua orang tahu jika laki-laki itu sudah menikahi Zulfa bukan Rani.

Jadi, sudah pasti lingkungan juga mengambil andil di hubungan mereka.

Farel menatap Rani dengan penuh cinta. Ia sudah dibutakan oleh perasaan sayang yang berlebihan. Tanpa ia sadari, tindakannya akan melukai banyak hati. Namun lagi-lagi ia tidak peduli, jika Zulfa ingin menggugat cerai dirinya, silahkan saja.

Ia tidak pernah peduli pada Zulfa.

Wanita yang selalu menunggu kepulangan dirinya. Wanita yang selalu membuatkan masakan rumah sederhana, walau ia tidak pernah niat mencoba masakan Zulfa. Wanita yang selalu menyiapkan pakaian di tepi kasur untuknya. Wanita yang selalu menunggu dirinya untuk meminta tolong membenarkan letak dasi atau sekedar mengkancing baju bagian kerah yang terasa kaku. Wanita yang selalu berharap jika dirinya akan membalas perasaannya kembali.

Apa dirinya sudah menyakiti Zulfa? Ah, kenapa tiba-tiba pikirannya melayang sampai sana? Ia yakin ini adalah keputusan yang tepat.

Jika mereka tidak setuju, Farel akan mengadakan pernikahannya dengan Rani secara privat. 'Memang apa sulitnya melakukan pernikahan secara sembunyi-sembunyi? dan lagi, apa sulitnya memiliki dua orang istri..?' pikirnya dalam hati.

"Kenapa melamun? apa kamu memikirkan bagaimana caranya mengatakan pernikahan kita pada kedua orang tua mu?"

Pikiran Farel hilang seketika begitu mendengar deretan kalimat bernada lembut, lalu ia beralih menatap Rani yang kini menatapnya dengan sorot bertanya-tanya. "Maaf sayang, iya aku sedang memikirkan semua ini dan gimana baiknya"

Rani mengulas sebuah senyuman tipis, lalu tangannya mulai meraih rahang tegas itu dan mengelusnya secara perlahan. "Kalau begitu, jangan di pikirkan ya sayang kita cari jalan tengahnya." ucapnya. Padahal, ia juga sedang pusing kenapa bisa kedudukan Zulfa tidak bisa di ganggu gugat apalagi kalau sampai bercerai pasti kekasihnya ini akan jatuh miskin.

"Iya, ku harap juga semuanya bisa ditangani dengan sangat mudah." gumamnya sambil memajukan wajah untuk menggapai bibir ranum Rani. Ia selalu menjadikan bibir gadisnya untuk melampiaskan stress yang hinggap di tubuhnya.

Farel melumat bibir gadisnya dengan lembut. Bukannya terasa lega, hatinya menjadi sedikit bimbang.

Hanya sedikit.

Mereka saling menyatakan rasa sayang yang sangat kentara di antara keduanya. Mereka adalah pasangan yang sangat serasi, jika Farel belum memiliki Zulfa di hidupnya.

Rani menyudahi ciuman mereka, mengambil napas dalam yang cukup untuk mengembalikan deru napasnya.

"Aku rasa, Zulfa melihat cincin tunangan yang diberikan kamu untukku, Farel." ucapnya mengingat tatapan cemburu Zulfa yang tadi menaruh curiga saat melihat jemarinya yang sudah di lingkari oleh sebuah cincin berlian cantik.

"Bagaimana bisa? dan apa reaksi dia?" Tak ayal, lu Farel penasaran. Berharap cemburunya Zulfa akan meluap-luap dan dengan mudahnya membawa toxic marriage ini ke jalur hukum untuk penceraian. Ah kinerja otak iblis, bagaimana bisa seorang suami berpikiran seperti ini? bisa, yaitu Farel.

"Ku pikir dia tau, namun tetap diam seolah-olah tidak ingin tahu. Wanita yang malang, ingin menjadi pemeran utama tapi menyingkirkan pemeran yang lebih dulu datang."

Cincin pertunangan membuat Rani merasa semakin tinggi dengan posisinya saat ini, dan ya tentu saja baginya benda kecil melingkar ini adalah hal yang patut di banggakan karena selangkah lagi akan menuju kemenangan.

...

Next chapter

A/N

Halo seperti biasa slow update ya, dan terimakasih untuk yang selalu menunggu kelanjutannya sampai berlumut di perpustakaan kalian hihi❤️

Next chapter