webnovel

Bertengkar Dengan Rani

Pengingat!

Ini part Farel dan Rani, selamat membaca!❤️

//

Farel merenggangkan kedua lengannya ke udara pertanda dirinya baru saja bangun tidur, otot-otot tangannya terasa kebas karena sudah berjam-jam tertidur. Hari ini ia memutuskan meliburkan diri dari kantor untuk membebaskan segala penat yang ia rasakan akhir-akhir ini.

Ia beranjak dari tidurnya, lalu pergi ke kamar mandi untuk sekedar menyikat gigi dan membasuh wajahnya supaya tidak terlihat kusut. Setelah itu, ia mulai meninggalkan kamar tidur berjalan menuruni anak tangga untuk pergi sarapan.

Kedua alis Farel menyatu sempurna, ia terlihat kebingungan karena saat ini rumah sangat sepi sekali. Ah ya, hanya ada beberapa pelayan saja yang sedang mengerjakan pekerjaan yang memang sudah menjadi bagiannya. Maksudnya, kemana Zulfa? Bahkan Bi Ijah saja tidak ada.

Memilih untuk tidak peduli, ia berjalan melihat ke arah meja makan yang seperti biasa terdapat masakan yang terbilang --eumh maaf-- ia tidak pernah rasakan.

Farel menatap secarik surat yang terletak di tengah meja, benda itu menjadi satu hal yang menjadi daya tarik baginya. Hanya selembar kertas, tanpa adanya pita ataupun suatu simbol romantis di bagian tepi luarnya. Dengan penasaran, ia membuka dan mencari tau apa isinya.

| isi surat |

Assalamualaikum Mas,

Maaf hari ini aku hanya bisa memasak ini saja, aku belum belajar banyak tentang masakan yang kamu suka. Jika kamu tidak selera, biarkan saja jangan dibuang, nanti akan aku berikan pada orang yang lebih membutuhkan. Aku sedang pergi ke supermarket, belanja sayur dan bahan pangan lainnya bersama bi Ijah. Selamat makan, Mas.

---

Farel mengangkat bahunya acuh, lalu menaruh kertas itu kembali ke tempatnya seperti semula. Ia awalnya memang tidak selera dengan menu sarapan yang selalu membuatnya kehilangan suasana hati, namun setelah membaca surat yang dituliskan Zulfa untuknya rasa penasaran mulai menghantui dirinya.

Apakah masakan ini aman untuk dirinya?

Ia menghela napasnya, lalu mulai duduk di kursi makan sambil menyendokkan nasi ke piring. Ia pikir mencobanya sedikit tidak apa, kan?

"Lagipula aku kelaparan, apalagi masakan ini sangat harum bahkan aku harus mengesampingkan ego untuk semua ini."

Ia menatap salah satu olahan ayam yang seperti di beri kecap, entahlah ia tidak tau apa namanya. Di sana juga ada bihun yang mungkin hanya di tumis dengan bahan pelengkap seperti bakso, sosis, telur, irisan sawi, udang, dan irisan cabai rawit. Belum lagi ada olahan telur bulat yang seperti di buat balado. Apa makanan ini cocok untuk sarapan? Ia sendiri bahkan meragukannya.

Daripada banyak berpikir, Farel mulai mengambil sedikit demi sedikit lauk yang terhidang untuk ia cicipi. "Kalau tidak enak, saya akan buang semua masakan ini." gumam Farel. Berbicara seperti itu seolah-olah membuktikan kalau dirinya memang benar-benar tidak punya hati.

Ia memandang ragu, sebelum akhirnya memotong dikit daging ayam semur dan ia masukan ke dalam mulutnya bersama dengan sesendok nasi.

Mata Farel membelalak sempurna. Anggap saja ia norak, katro, atau apalah itu, namun ini benar-benar enak! Kemana saja dirinya selama ini? Berada di Indonesia namun tidak pernah mencicipi masakan asli negara ini, sungguh ia seperti laki-laki yang ketinggalan jalan.

Farel tersenyum lalu mulai melahap apa yang sudah ia ambil, bahkan tidak segan juga ia menambah lauknya. Zulfa benar-benar pandai memasak. Kenapa dirinya tidak pernah menghargai wanita itu? Ah ia adalah laki-laki yang buruk, baru menyadari hal itu sekarang...

"FAREL SAYANG KAMU MAKAN APA IH?!"

Disaat yang bersamaan, Farel tersedak makanan yang sedang ia kunyah karena terkejut dengan teriakan seorang gadis yang sangat disayanginya. Ia segera meminum air mineral untuk menetralisir rasa perih yang menjalar sampai hidungnya, astaga perih sekali.

"Kenapa sih kamu?" tanya Farel kesal. "Kamu datang-datang tanpa salam, tiba-tiba mengejutkan diri ku, apa tidak lihat kalau aku sedang makan? aku sampai tersedak, sayang." lanjutnya saat melihat gadis tersebut yang merupakan kekasihnya sudah berdiri tepat di sampingnya.

Rani berdecak, lalu menyingkirkan seluruh piring yang menyajikan masakan Zulfa, termasuk piring yang sedang Farel pakai untuk makan. "Makanan itu tidak sehat buat kamu, Farel. Kan kamu bisa menunggu aku untuk membawakan kamu sarapan, gimana sih ih?!" Amarahnya bukan tanpa alasan, tapi ia takut hanya karena hal ini bisa membuat dirinya kalah start dengan wanita tersebut.

"Setau aku, masakan rumahan jauh lebih sehat dan lebih enak. Dan aku juga sudah membuktikannya sayang, ini sangat enak."

"Tapi bukan masakan yang seperti ini, lihat aku sudah membawakan kamu cereal beserta roti isi untuk kamu."

"Aku bosan setiap pagi makan makanan seperti itu, ingin makan junk food juga tidak sehat di pagi hari seperti ini. Jadi, apa salahnya makan masakan Zulfa toh juga gak beracun."

"Kalau aku bilang enggak, ya enggak, Farel." Rani menaruh kotak bekal yang dibawanya dari rumah tepat di hadapan Farel. Ia menatap laki-laki itu dengan sorot mata tajam, tidak rela kalau sang kekasih menikmati masakan wanita lain.

"Kamu kenapa begitu melarang aku? kalau kamu salah paham dengan masakan Zulfa, sebaiknya kubur perasaan itu karena kan kamu belum mencicipinya."

"Gak mau! buat bersaing mempertahankan kamu aja sulit, Farel. Gimana mau mencicipi masakan dia? aku mah gak sudi,"

Farel memutar kedua bola matanya, lalu mengambil lagi piring yang sedang ia gunakan untuk makan. Tanpa mendengarkan ucapan Rani, ia kembali melahap masakan Zulfa dengan perasaan yang tidak bisa ditebak oleh siapa pun.

"Kamu apa-apan sih, Farel? kan aku bilang jangan di lanjutkan lagi, bagaimana kalau ini hanya taktik Zulfa buat ambil hati kamu, huh?!"

Lagi dan lagi, Rani menyingkirkan piring itu dari hadapan Farel. Menaruhnya jauh-jauh supaya laki-laki itu tidak bisa menjangkaunya.

Farel menghela napas, lalu mengakhiri sarapannya dengan air mineral. "Iya ini aku dengerin kamu, ada apa lagi...? aku sedang sarapan loh, kamu malah ganggu. Kamu lebih baik duduk saja deh, berdiri gitu sambil marah-marah ngapain coba." ucapnya yang berusaha menetralisir rasa sebalnya dengan Rani, masa iya dirinya harus emosi hanya karena menu sarapan saja?

"Kamu mah! kalau aku larang pasti selalu di langgar, untuk apa aku membuat larangan?"

"Ya karena larangan ada untuk di langgar sayang, semakin kamu larang semakin aku penasaran kenapa kamu selalu melarang ku menikmati apa yang sudah Zulfa lakukan untuk aku."

"Ya nanti bagaimana kalau kamu jatuh cinta dengannya? bagaimana dengan nasib aku?!"

Terlihat wajah Rani yang terlihat kesal membuat Farel beranjak dari kursi, lalu memeluk gadis itu dengan sayang. "Maaf, tadi aku laper banget sayang... padahal tadi malam sudah makan ya." ucapnya berusaha berdamai dengan Rani, kalau gadisnya ini marah, merajuknya bisa sangat lama.

Rani menghela napasnya, mencoba untuk menetralisir perasaan kesal yang tercipta sedaritadi. "Kan kamu bisa nungguin aku, gak perlu makan masakan Zulfa. Emangnya aku kelamaan ya atau gimana sih?"

"Loh memangnya kenapa kalau aku ganjal perut dulu dengan masakan Zulfa? Enak tau, itu kamu harus nyobain."

'Enak?' batin Rani, geram dengan pernyataan yang dikatakan Farel untuk memuji masakan yang kelewat sederhana ini.

Bukannya semakin tenang, Rani terlihat marah sekali. Apa-apa ini? Apa Zulfa mulai berhasil mengambil hati Farel darinya?

Rani mendorong keras dada Farel, membuat pelukannya terlepas. Ia mengambil piring-piring yang berada di meja makan dengan gerakan cepat, lalu mencari tempat sampah dan membuang semua masakan itu.

Farel menatap datar dengan sorot mata yang dingin me arah Rani. Ia tidak suka jika gadisnya sudah menunjukkan sifat yang sangat buruk, yaitu terlalu mudah menilai apapun dan menyingkirkan apa yang tidak ia suka. Padahal masakan itu masih bisa di nikmati untuk makan siang, tapi di buang begitu saja.

Ia sadar kenapa Zulfa selalu melarang dirinya membuang makanan dengan seenaknya, ternyata melihat orang membuang-buang makanan itu seperti tidak bersyukur dengan apa yang diberikan oleh Tuhan.

"Kamu keterlaluan, Rani."

"Aku yang keterlaluan? Kamu yang harusnya bilang itu ke Zulfa! Dia yang keterlaluan karena sudah mulai mengambil perhatian kamu dari aku!"

"Dia cuma menjalankan tugasnya menjadi seorang istri, Rani. Tidak lebih. Lagipula kamu ini kenapa sih selalu memancing keributan? ini pertama kalinya loh aku nyoba masakan Zulfa, sebagai seorang suami ya wajar."

"Yasudah kalau begitu, aku juga ingin menjadi istri kamu supaya bisa menjalankan tugasku. Tunggu, suami? oh... jadi kamu udah anggap diri kamu sebagai suami dari wanita itu, iya kan?"

Farel kembali duduk di kursi makan, lalu menopang dagunya sambil melihat ke arah Rani yang kini sedang dalam keadaan marah. Gadisnya itu terlalu cemburuan, ia memijat pangkal hidungnya yang terasa perih sampai terasa menjalar ke kepala.

"Yasudah, sini aku makan roti dan cereal buatan kamu." ucapnya dengan nada yang sangat lembut, ia memilih untuk mengalah daripada masalah semakin panjang padahal hanya karena sebuah masalah yang kecil saja. Karena ia paham, jika api tidak bisa bertemu dengan api dan salah satu harus ada yang menjadi air untuk pereda.

Rani menekuk senyumnya, namun tidak ayal juga ia menuruti ucapan Farel lalu duduk tepat di seberang laki-laki itu. "Aku suapin ya?" tanyanya.

Farel mengangguk, ia memilih untuk menuruti segala ucapan Rani. Daripada gadisnya itu bertingkah semaunya lagi, lebih baik begini. Ia sedang memikirkan kata maaf untuk Zulfa mengenai hal ini.

"Enak gak? aku buatnya tadi buru-buru soalnya takut kesiangan saat ke rumah kamu, ya ku pikir rasanya sudah tepat di lidah kamu, iya kan?"

"Iya, enak."

"Tadi tuh aku bingung ingin membuatkan kamu menu apa, ingin buatkan kamu steak tapi ini masih pagi dan itu menu makan yang memiliki kalori tinggi, aku tidak mau pola makan mu tidak seimbang."

Farel bergeming, tidak menjawab ucapan panjang yang dilontarkan oleh sang kekasih.

Rani menaikkan sebelah alisnya melihat Farel yang diam sambil menatap kosong ke tempat sampah yang dirinya pakai untuk membuang seluruh masakan Zulfa. Ia beranjak dari duduknya, lalu melempar sendok yang berada ditangannya dengan asal. "TERSERAH KAMU AJA DEH, JUJUR KAN KAMU MIKIRIN ZULFA? AKU MAU PULANG AJA KALAU KAYA GITU!" teriaknya karena tidak tahan melihat kekasihnya seperti tidak rela dengan makanan yang ia buang itu.

Farel tersentak, langsung kembali ke kenyataan. Ia melihat Rani yang sudah pergi meninggalkan ruang makan sambil menghentakkan kakinya dengan kesal. "Hei sayang, tunggu! gak gitu, kamu salah paham sama aku.. jangan marah, kembalilah!" ucapnya sambil menepuk kening, karena lagi-lagi ia memancing amarah gadisnya.

Ah, jadi laki-laki itu memang serba salah ya.. apalagi memiliki dua wanita seperti ini. Belum berpoligami saja sudah pusing rasanya.

Rani tetap saja berjalan sampai menghilang di pintu utama rumah Farel, bahkan gadis itu tidak mempedulikan ucapan maaf laki-laki tersebut.

"Sepertinya aku harus memikirkan ucapan Zulfa untuk menikahi Rani, bahkan gadis itu memiliki sifat yang jauh berbeda dengan istriku yang sekarang."

Farel diam saja, ia tidak mengejar kepergian Rani. Entah kenapa ia merasa jika dirinya saat ini merasa sangat bersalah. Entahlah, mungkin hanya perasaannya saja.

| ruang pesan |

Zulfa

Maafkan saya ya, semua masakan kamu di buang sama Rani. Setelah pulang, kamu berhak marah.

Send.

---

Menghela napas kasar, kini tidak ada lagi yang harus ia lakukan. Menunggu sang gadis reda dari emosinya, dan menanti kemarahan Zulfa. Iya, dia adalah laki-laki serakah yang ingin memiliki keduanya. Kini, ia merasakan kalau kedua wanita yang berada di hidupnya memilih untuk pergi, pasti di saat itu juga ia menyadari kalai sudah membuat sebuah keputusan yang salah besar.

...

Next chapter

A/N

Halo, aku lagi suka update karena KTM masuk daftar novel populer. Aku mau bilang makasih untuk kalian yang selalu nunggu kelanjutannya, gak tau mau bilang apa tapi makasih banyak..❤️

Next chapter