17 DEMIAN

Baru kali ini Nadin datang cukup terlambat kekamarnya, biasanya sebelum pukul tujuh Nadin akan membawakannya makan malam. Dengan gelisa Indah mondar-mandir di depan pintu, menunggu kedatangan Nadin dengan tidak sabar.

Sekarang Indah kembali berpenampilan seperti saat pertama kali dia datang, begitu buruk dan menjijikan. Nadin tak habis pikir dengan Indah, dengan tubuh dan wajahnya yang bisa dikatakan sempurna, dia akan membuat lelaki manapun tertarik padanya. Namun dia lebih memilih untuk menutupinya dengan cangkang yang begitu mengerikan.

Sebagai teman yang baik, nadin tak perna memaksakan rasa keingintahuannya pada Indah, dia cukup menghormati privasi yang dijaga oleh Indah sendiri. Dan hal itu membuat nilai Nadin meningkat sejengkal lagi dimata Indah.

Sekarang sudah pukul 07:45 pm, dan batang hidung Nadin tak terlihat juga. Indah juga merasa sedikit kelaparan sekarang. Saat perut Indah berbunyi tanda protes meminta upah(makanan), pintu kamar tiba-tiba terbuka.

Nadin dengan raut wajah sedikit menyesal masuk ke dalam kamar.

"Maaf Indah, aku hampir lupa untuk membawakanmu makan malam!" dengan cepat dia meletakkan makanan itu di atas meja, dan menyusunnya dengan rapi. Dia lalu berbalik ke arah Indah dan memberinnya isyarat untuk segera memakan makanannya.

Indah mengerutkan alisnya, dengan wajah cemberut Indah berbicara, "Bukankah kamu berhutang penjelasan padaku?"

Melihat raut wajah tidak senang Indah, Nadin sedikit tertawa canggung sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Hehe.. Sebenarnya, malam ini tuan sedang mengadakan pesta. Persiapan dimulai saat jam satu siang tadi, dan selesai tepat pukul setengah tujuh."

"setengah tujuh?" nada suara Indah terdengar seolah dia menginterogasi, lalu melanjutkan. "Lalu, mengapa baru sekarang kamu datang?" Indah sengaja menekankan kata 'datang' pada kalimatnya.

Wajah Nadin sedikit bersemu merah saat mendengar pertanyaan Indah, "Itu.... Sebenarnya... Tamu-tamu yang datang di acara tuan adalah para pengusaha besar dan kaya, dan kebanyakan dari mereka adalah pria-pria yang sangat tampan."

"Tampan?" sekali lagi Indah berbicara dengan nada seolah dia baru saja di lupakan oleh kekasihnya, untuk seorang selingkuhan yang lebih cantik darinya.

"Maap..maap..maap.. Aku tidak akan melakukannya lagi!" dengan wajah menyesal Nadin memohon maaf pada Indah. Tapi dengan dingin Indah membalikkan wajahnya, seolah dia meminta putus pada pacarnya.

Sebenarnya, semua tak sepenuhnya kesalahan Nadin, bagaimanapun Nadin masih seorang gadis mudah. Para gadis mudah akan lupa waktu ketika mereka melihat beberapa kumpulan pria-pria tampan di depan mereka. Apa lagi dengan status sosial yang cukup tinggi yang mereka pegang.

Melihat tak ada perubahan pada wajah tidak senang Indah, dengan cepat Nadin berusaha memutar otaknya. Sampai akhirnya sebuah gambaran bola lampu muncul di atas kepalanya, dan mengeluarkan sebuah bunyi TING..

"Indah, apakah kamu penasaran dengan pesta diluar?" ucapnya dengan seringai kecil di bibirnya, ini pasti akan berhasil menarik perhatiannya. Selama ini Indah hanya berdiam diri di dalam kamar, bukankah itu sangat membosankan.

Dan sesuai dengan perkiraan Nadin, setelah mendengar ucapan nya, raut wajah Indah berubah seketika. Dan menoleh ke arah Nadin dengan ekspresi yang rumit.

"Maksudmu?"

"Aku akan mengajakmu keluar, tuan sedang sibuk dengan tamu-tamunya sekarang. Dia tak akan menyadari jika kita ikut dalam pesta yang banyak dengan kerumunan orang-orang!" mendengar ucapan terakhir Nadin, wajah Indah kembali mendung.

Kalimat kerumunan orang telah menusuk hatinya, bagaimana bisa dia berbaur dengan tampilannya yang sekarang.

Menyadari ekspresi suram Indah, Nadin segera tersadar saat melihat penampilan Indah. Tapi dengan cepat dia berdiri dan berkata pada Indah, "Tunggu sebentar!" dia pun berlari keluar pintu.

Kurang dari lima menit, Nadin kembali dengan membawa sebuah kain di tangannya, lalu menyodorkannya pada Indah.

"Ini!" sebuah pakaian berwarna hitam dan besar di berikan kepada Indah.

Indah. :"...."

"Pakailah, dengan ini tak satupun dari orang-orang akan memperhatikanmu."

Dengan ragu Indah mengambil pakaian itu dan memakainya, memakai sebuah selendang yang menutupi kepalanya, serta cadar yang menutupi wajahnya.

___ Di sebuah bar seorang pria duduk dengan rasa malas, bartender di depannya akan selalu sigap mengisi gelasnya jika kosong. Aurah tubuhnya memancarkan pesona mendalam yang tak berujung, dengan wajahnya yang cantik, benar-benar cantik dan menawan sehingga membuat orang-orang yang melihatnya akan berpikir bahwa dia adalah seorang wanita. Tapi pada saat yang bersamaan memberikan kesan ketampanan yang mendalam, sampai-sampai dia dapat menghancurkan sebuah kota dengan ketampanannya.

Cara berpakaiannya terlihat sangat modis, ditambah dengan postur tubuhnya yang sempurna, membuat pakaian apa saja yang dia kenakan akan terlihat sangat keren.

Disampingnya, Riko sedang menelpon dengan sedikit frustasi, yang merupakan manager pribadinya. Dia tidak peduli dengan hal itu, meskipun dia yang membuat lelaki di sampingnya menjadi sangat frustasi.

Setelah selesai menelpon, Riko segera berbalik ke arahnya. "Demian, bukankah kamu sudah sangat keterlaluan sekarang?!" nadanya penuh penekanan.

"Kamu telah membatalkan banyak kontrak besar dalam tiga bulan terakhir ini, kamu pikir kamu akan bisa bertahan dalam industri hiburan jika tingkahmu seperti sekarang?" Riko meraung tepat di depan wajah Demian, kontrak yang dengan susah payah dia dapatkan, malah di buang dengan sia-sia oleh keparat di depannya.

"Sudahlah ini hanya masalah kecil, bayar saja biaya pinaltinya, maka semua akan beres!" Demian tak memikirkan hal itu lebih jauh, lagi pula meskipun dia mendapat uang yang banyak sebagai seorang aktris, tapi itu bukanlah apa-apa untuknya.

Sebagai seorang pewaris tunggal dari keluarga kaya, uang itu tidak akan sebanding dengan warisannya kedepan. Bahkan jika di habiskan oleh tujuh turunannya sekaligus.

"Masalah kecil?" merasa tak di hargai, kepala Riko berdenyut dan menimbulkan rasa sakit. Memegangi kepalanya dengan satu tangan dan menunjuk ke arah Demian, "Kamu...!"

Meskipun gaji Riko sangat tinggi, namun kecintaan menjadi seorang manager membuat hatinya hancur lebur, saat dengan susah payah dia membangun citra artisnya hingga terkenal sampai sekarang.

Saat ini Riko ingin memukul wajah pria brengsek di depannya, namun pada akhirnya dia hanya menghentakkan tangannya di atas meja. Dengan nada pasrah dia berbicara.

"Bahkan gadis-gadis tak akan mengingatmu lagi.."

Demian :"...." tidak mengingat apanya?

Diluar bar, puluhan gadis-gadis berbaris dengan tidak teratur. Saat mengetahui keberadaan Demian, mereka segera bergerombol bagaikan koloni besar yang akan menghadap ratunya, bersiap untuk memberikan persembahan yang mereka dapatkan seharian.

avataravatar
Next chapter