webnovel

Cinta Pertama yang Tak sampai

Dalam sebuah rumah yang sederhana sepasang Ibu dan anak duduk bercengkerama. Dengan posisi sang ibu yang duduk di sofa dan sang anak yang menyandarkan kepalanya di paha sang ibu.

"Ibu, apakah mungkin aku akan menemukan kebahagiaanku sendiri?" ucap Indah sambil melihat ke arah ibunya dengan pandangan yang nanar.

Deg.. saat mendengar ucapan putri satu-satunya itu, perasaannya seolah hancur. Dia menyadari selama ini putrinya telah mendapatkan berbagai penghinaan dan penderitaan yang teramat sangat karena dirinya yang egois. Namun apa daya menurutnya lebih baik seperti ini dibanding harus kehilangan putrinya yang sangat dia cintai lebih dari hidupnya.

Dengan menampilkan senyumannya yang menenangkan, sang ibu berucap.

"Tentu saja, kamu putriku yang paling cantik akan menemukan sebuah kebahagiaan yang tiada tara. Tak seorang pun yang akan mampu menghalangi kebahagiaan itu menghampirimu putriku!" Ibunya yang meskipun sudah berusia paruh bayah tak memudarkan kecantikannya yang alami. Pancaran sinar matanya benar-benar mirip dengan putrinya, memiliki warna coklat yang tenang dan menyejukkan hati.

Mendengar ucapan dari ibunya membuat hatinya sedikit lega, namun beberapa saat kemudian ekspresinya kembali berubah murung dan membalikkan wajahnya ke arah lain. Dengan tatapan kosong Indah kembali berucap.

"Tapi sepertinya itu adalah hal yang tidak mungkin, dalam bentuk seperti ini tak seorang pun yang akan menerimaku!" suaranya terdengar sangat menyedihkan.

"Indah... Ibu.." suara sang ibu tertahan, dia tak tau harus mengatakan apa lagi untuk menampik kenyataan yang telah dikatakan oleh putrinya itu.

"Sudahlah Ibu.. Aku sudah bahagia hanya dengan bersama ibu saja!" indah memotong ucapan ibunya, dia tau bahwa keinginan ibunya hanyalah agar dia bisa tetap hidup dan tetap bersamanya. Meskipun dia harus menyembunyikan dirinya dari balik topeng mengerikan, menutup rapat kenyataan bahwa dirinya adalah seorang gadis remaja berusia 17 tahun yang sangat cantik.

Saat pasangan ibu dan anak itu sedang bercengkeramah tiba-tiba suara keras dari pintu yang di banting terdengar.

BUG..

"Dimana kamu anak sialan?! dari kemarin kamu tidak perna bekerja dan menghasilkan uang untukku!" suara lelaki yang sudah berusia pertengahan abad terdengar begitu keras. Dengan kasar menendang pintu dari arah luar, dengan kondisi masih setengah mabuk dia membanting segala benda yang berada tidak jauh darinya.

mendengar suara gaduh dari arah ruang tamu, Indah dan ibunya sangat terkejut dan segera menuju asal suara.

"Lagi-lagi kamu pulang dalam keadaan seperti ini, mau sampai kapan kamu begini? setiap hari kerjanya hanya mabuk-mabukan! ingat kamu harus bekerja untuk menghidupi keluargamu!" Ucap ibu Indah dengan geram, dia sudah merasa sangat muak dengan kelakuan suaminya itu. Sebagai seorang suami dan ayah sudah lama dia tak menafkahi keluarganya dengan baik, yang ada dia hanya akan menghambur-hamburkan uang yang telah dia dapatkan dari hasil pekerjaannya sebagai buru cuci di desanya. Tidak hanya itu dia pun kadang mengumpulkan berbagai barang bekas untuk menambah penghasilannya yang tidak seberapa.

"Diam kamu! aku tak mencarimu tapi aku mencari anak monstermu itu!" ucapnya kasar sambil menunjuk ke arah Indah, tatapan yang dia berikan benar-benar menjijikan. Menyuruh Indah untuk melakukan pekerjaan yang kasar dan menghasilkan uang untuk dia pakai berjudi dan mabuk-mabukan.

"Jangan berani-berani kamu menyentuh putriku!" ucapnya sambil menyembunyikan Indah di belakangnya.

mendengar ucapan dari istrinya itu dia menjadi sangat geram, dengan kasar menarik istrinya dan menghempaskannya dengan keras ke lantai, lalu dengan kasar dia menarik rambut Indah dan menyeretnya keluar rumah.

"Sekarang kamu pergilah dan cari uang yang banyak untukku! ingat jangan perna kamu kembali sebelum kamu mendapatkan uang!" perintahnya sambil mendorong Indah dengan sangat keras hingga terjatuh ke tanah dan dia pun berlalu masuk kedalam rumah dan menutupnya. Indah dengan berurai air mata berjalan pergi untuk mencari barang-barang bekas, agar bisa ditukarkan dengan beberapa lembar uang.

___

saat malam tiba Indah berbaring diatas tempat tidurnya, masih melekat dalam ingatannya sosok pria yang telah menyelamatkan hidupnya dari kematian. Mengingat sosok tampan itu membuat jantungnya berdebar, mungkinkah dia telah jatuh hati? memikirkannya saja sudah membuat hatinya merasa bahagia.

"Cinta pertamaku yang tak akan berbalas!" gumam Indah perlahan denga menampilkan senyum kecutnya. Dia tak berani untuk bermimpi memiliki seorang pangeran tampan yang akan mencintai dirinya apa adanya, khususnya dalam keadaannya yang seperti ini. Dia berdiri di depan cermin menatap dirinya sendiri dari ujung rambut sampai ujung kaki, benar-benar terlihat seperti seorang nenek sihir atau lebih tepatnya monster yang menakutkan.

Dia mencoba tersenyum, namun hasilnya lebih mengerikan dari tampilannya yang sebelumnya.

"Sungguh mengerikan!" memilih untuk mengubur perasaannya dalam-dalam sejak awal adalah tindakan yang lebih baik dia lakukan, sebelum perasaannya menjadi semakin mendalam kepada pria itu. Beginikah rasanya patah hati, menyerah di awal sebelum berjuang, hatinya merasa kecut memikirkan kisah cintanya yang berakhir menyedihkan.

_ _sekarang Reyhan dan teman-temannya sedang dalam perjalanan pulang, mereka merasa cukup puas telah melakukan pendakian bersama. Setelah ini akan ada sedikit waktu lagi mereka bersama ketika mereka akan lulus nanti. Udin memutuskan untuk balik kekampung halamannya dan meneruskan bisnis keluarganya, sedangkan Elis memilih untuk melanjutkan studinya keluar negeri. Meskipun Udin merasa sedikit sedih dengan kepergian Elis, namun mereka tetap berkomitmen menjaga hubungan mereka meskipun jarak mereka tak lagi dekat. Udin tak bisa menghalangi cintanya itu untuk bisa meraih cita-citanya setinggi mungkin, hal yang bisa dia lakukan adalah mendukung dan mendoakan kekasih hatinya.

Anita adalah sepupu Elis, dia sangat senang karena Elis telah mengajaknya untuk ikut mendaki bersama, bagaimana tidak, Reyhan lelaki yang dia taksir sejak lama dan bisa bareng sama dia adalah hal yang paling dia impikan. Namun kebahagiaannya itu hanya sementara, setelah mereka lulus dari universitas maka dia tak akan bisa bertemu dengan Reyhan dalam waktu dekat.

Dan untuk Reyhan yang memiliki otak jenius, jauh hari sebelum dia lulus berbagai panggilan dari perusahaan besar telah dia dapatkan. Dan pilihannya jatuh ke perusahaan besar yang terkenal di kota Z.

Beberapa bulan pun berlalu, Indah sudah tak mengingat lagi lelaki pujaan hatinya yang telah menolongnya saat terjatuh dari jurang. Sekarang dia berada di pinggir danau yang sangat indah, duduk di antara bebatuan besar sambil menikmati pemandangan yang indah di sore hari, perasaan penat dan lelah yang dia rasakan perlahan memudar dengan suasana damai yang dia rasakan ketika menikmati indahnya pemandangan danau di depannya.

Dengan langkah perlahan dia berjalan ketepian danau, memperhatikan pantulan dirinya dari dalam air. Terlihat sangat buruk rupa, lalu dengan hati-hati dia berjongkok, dengan menggunakan kedua tangannya mengambil sebagian air dan mengusapnya ke arah wajahnya. Air yang semula bening berubah menjadi hitam dan keruh setelah terkena wajahnya, membawa segala kotoran yang melekat sempurna tanpa adanya celah sedikitpun.

Berulang kali dia melakukannya, setelah selesai dia dapat melihat pantulan wajahnya dari arah air yang masih bergelombang. Terlihat begitu menawan, Dengan hidung mancung dan kulit berwarna putih bersih. Meskipun selama bertahun-tahun dia tak perna melakukan perawatan pada kulit wajahnya, tapi tak dapat dipungkiri dengan usianya yang masih mudah pancaran kecantikan yang dia bawah sejak lahir tak memudar sedikitpun.

Bibirnya yang tipis berwarna merah jambu memberikan kesan kemudaan yang masih panjang, dan di antara seluruh wajahnya yang menarik, hal yang paling memikat adalah sepasang bola matanya yang berwarna coklat terang. Setiap mata yang memandangnya akan merasakan sesuatu sensasi tersendiri, rasa yang tak bisa di ungkap dengan kata-kata namun dapat dirasakan dengan jelas.

Indah tidak menyadari bahwa tidak jauh dari tempatnya berada sekarang, sepasang mata telah memperhatikannya dengan begitu lekat, tak melewatkan satu detik pun sejak Indah berjalan ke arah tepian danau yang indah itu.

Next chapter