webnovel

mahluk mistis dalam perspektif suku Dayak

Mahluk Mistis Dalam Perspektif Suku Dayak

1. SISTEM RELIGI

1.1. Sistem Kepercayaan

a. Sistem Kepercayaan Nenek Moyang dalam Masyarakat Dayak

Sistem kepercayaan atau agama bagi kelompok etnik Dayak hampir tidak dapat dipisahkan dengan nilai‑nilai budaya dan kehidupan sosial ekonomi mereka sehari‑hari. Ini berlaku pula antara nilai‑nilai budaya itu dengan etnisitas (ethnicity) dalam masyarakat Dayak. Ini berarti bahwa kepribadian, tingkah laku, sikap, perbuatan, dan kegiatan sosial ekonomi orang Dayak sehari‑hari, sebagaimana disinyalir oleh beberapa Dayakolog (Coomans, 1987; Alqadrie, 1991b:1‑14) dibimbing, didukung oleh dan dihubungkan tidak saja dengan sistem kepercayaan atau ajaran agama dan adat istiadat atau hukum adat, tetapi juga dengan nilai‑nilai budaya dan etnisitas. Dengan demikian, respon mereka terhadap stimulus atau tekanan dari luar sering didasarkan pada kompleksitas unsur-unsur di atas.

Kelompok etnik Dayak memiliki suatu sistem kepercayaan yang sangat komplek dan sangat berkembang (Alqadrie, 1987a:60). Kompleksitas sistem kepercayaan berdasarkan tradisi dalam masyarakat Dayak mengandung dua hal prinsip yaitu (1) unsur kepercayaan nenek moyang (anchestral belief) yang menekankan pada pemujaan nenek moyang, dan (2) kepercayaan terhadap Tuhan yang satu (the one God) dengan kekuasaan tertinggi dan merupakan suatu prima causa dari kehidupan manusia (Alqadrie,1990b: 103).

Dalam penelitian Tim Penelitian Kantor Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kalbar (1988‑89:1‑2) ditemukan bahwa sistem kepercayaan nenek moyang dalam masyarakat Dayak berisi berbagai peraturan tentang hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan roh nenek moyang, dan manusia dengan alam beserta isinya. Tuhan tertinggi yang satu (the one highest God) memiliki dua fungsi atau karakter ketuhanan (divinity). Karakter yang satu mendiami dunia "atas" atau dunia yang "lebih tinggi", dan karakter lainnya tinggal "di bawah" atau yang "lebih rendah". Orang Dayak percaya kedua karakter ini masing‑masing memuat sifat yang baik dan buruk.

Kompleksnya sistem kepercayaan orang Dayak ditandai juga oleh kemampuan mereka menyerap beberapa unsur keagamaan atau kepercayaan dari luar, seperti pengaruh Cina dalam penggunaan barang‑barang keramik, mangkok dan tempayan yang dianggap memiliki kekuatan magis dan dapat mendatangkan keberuntungan, maupun peng­gunaan berbagai macam dekorasi naga (tambon atau dragon) yang melambangkan secara mitologis Tuhan ter­tinggi yang satu sebagai penguasa dunia. Pengaruh ekstem lainnya berasal dari unsur Hinduisme dan Islamisme. Kedua unsur ini dapat ditemukan dalam istilah‑istilah ke­agamaan yang digunakan untuk menggambarkan Tuhan satu, seperti Mahatara yang mungkin berasal dari istilah dalam agama Hindu Maha Batara yang Berarti Tuhan Maha Besar, maupun Mahatala atau sering Lahatala/ Alatala yang berasal dari ucapan Allah Ta'alah dalam Islam yang berarti Allah Maha Tinggi. Selain itu, Tuhan tertinggi yang satu secara simbolis diekspresikan oleh burung enggang yang menyajikan Ketuhanan dunia "atas"...

b. Sistem Kepercayaan dan Organisasi Sosial

Unsur penting dalam organisasi sosial masyarakat Dayak adalah hutan yang diperlambangkan oleh burung enggang lebih lanjut melambangkan dunia yang "lebih tinggi". Sesuatu yang "di atas" atau "lebih tinggi" di kalangan masyarakat Dayak adalah sesuatu yang sangat penting. Hal kedua yang penting dilambangkan oleh naga yang merupakan perwujudan dari kekuasaan atau kekuatan ber­asarkan mitologi dalam kebudayaan Dayak dan Cina. Itulah kekuasaan naga yang menyajikan organisasi sosial masyarakat Dayak dan yang berlokasi di dunia "bawah" suatu potensi yang "lebih rendah" dari kedudukan hutan atau burung enggang dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat Dayak.

Kedudukan lebih tinggi burung enggang dibandingkan naga merupakan manifestasi tidak saja dari fakta filosofis tentang keberadaan sumber ekonomi utama masyarakat pedalaman, hutan dengan segala isinya, yang dilambangkan oleh eksistensi burung enggang, tetapi juga dari fakta konkrit dan riil di mana hutan adalah basis utama dari kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik kelompok etnik Dayak. Posisi lebih tinggi burung enggang daripada posisi naga juga menunjukkan bahwa walaupun anggota masyarakat Dayak bersifat terbuka dan tidak berprasangka buruk terhadap pendatang dari luar, itu tidak dengan sendirinya berarti bahwa mereka tidak lagi menilai atau menghargai pengaruh intern atau kemampuan kelompok sendiri sebagai lebih rendah dibanding dengan sumber atau pengaruh luar/asing.

Konsep Durkheim (Giddens, 1972:26) mengenai equasi bahwa Tuhan "sama dengan" masyarakat mungkin menjelaskan pentingnya peranan hutan tidak hanya bagi kehidupan sosio‑ekonomi masyarakat Dayak tetapi juga bagi keberadaan dan kelanjutan kehidupan budaya, tradisi dan sistem kepercayaan mereka. Tuhan tertinggi yang satu, yang mendiami dunia "atas" dan yang dilambangkan oleh buru