67 Pengakuan yang Samar

Aku tidak kembali ke restoran setelah meninggalkan rumah Hanan..

Pulang adalah pilihan terbaik. Aku langsung ke kamar; merebahkan diri dan tenggelam bersama rasa penat.

Meski tidak ada sesuatu yang benar-benar membuatku lelah secara fisik, tapi aku merasa kelelahan tanpa alasan.

Aku meraih handphone, mengirimkan voice note ke group chat keluarga.

Sekedar menyapa karena tidak pernah menjadi yang pertama memberi kabar.

Setelah itu, Irham melakukan video call; memamerkan kebahagiaan mereka yang sedang menikmati makan bersama di restoran seafood favoritku.

Tidak lama usai mengakhiri video call, aku langsung terlelap karena tidur adalah pelarian terbaik dari seluruh rasa kalut, rindu yang tidak tersampaikan dan cinta yang terpendam.

Ah cinta dan rindu, ternyata aku benar-benar menyedihkan.

Suara ketukan pintu membangunkanku, dengan langkah yang tidak meyakinkan aku bangkit.

"Ara ngapain sampai gak dengar abang panggil ?", tanya Ryan yang sudah mengenakan kaos putih casual begitu aku membuka pintu.

"Ara ketiduran", jawabku sambil menyenderkan kepala pada daun pintu.

"Ara sakit ?", tanyanya lagi.

Aku menggeleng pelan. Efek kelamaan tidur; dari ba'da ashar menjelang maghrib. Padahal aku tahu tidur pada waktu itu tidak baik bagi kesehatan dan ingatan. Tapi ya begitulah, jika rasa lelah bertemu tempat tidur.

Setelah membangunkanku, dia kembali ke kamarnya. Aku menutup pintu dan kembali menjatuhkan diri ke tempat tidur.

Rasanya terlalu malas melangkah ke kamar mandi, tapi pada akhirnya aku bangkit juga. Tidak lama setelah itu, dia kembali mengetuk pintu kamarku dan menyuruhku siap-siap jika ingin ikut ke bandara untuk menjemput orangtuanya.

"Olesin ini biar gak ada bekas luka", ucapnya sambil menyerahkan cream penghilang bekas luka.

"Could you tell me how to delete your traces in my memory ?", tanyaku.

"You're just not permitted to do so", jawabnya sambil tersenyum.

Akhir-akhir ini, aku sering menyamarkan pertanyaan serius dalam bentuk guyonan yang ditanggapi dengan jawaban ringan oleh Ryan.

Dia tidak pernah menganggap ucapanku sebagai pengakuan.

Haruskah aku benar-benar jujur agar dia menyadarinya ?

__________

__________

avataravatar
Next chapter