29 Kekacauan yang Tidak Berujung

Aku melirik jam yang hampir mengarah pada pukul 11 PM. Malam sudah mulai larut meski cahaya bintang belum redup.

Aku keluar kamar menuju kolam renang di lantai bawah; terhampar di sisi kanan rumah dan persis berada di bawah kamarku. Lalu, mencelupkan kedua kaki ke dalam air, merasakan hawa dingin, udara dan angin malam.

Semua itu bahkan belum bisa menyamai setengah dari rasa sakit yang kualami.

Aku menerawang ke langit, pemandangan benda-benda pijar di atas sana membuatku takjub sekaligus terhibur. Meski tidak bertahan selamanya, bintang-bintang itu mengalihkanku dari kekacauan panjang yang tidak berujung.

Sejak kecil, keindahan langit malam tidak pernah gagal menghiburku. Ryan tahu itu, mungkin hal itu yang melatarbelakangi alasannya menghias langit-langit kamarku agar terlihat serupa.

Diam-diam aku menangis, air mata berderai tanpa penghalang meluapkan rasa sakit yang teramat dalam.

Tanpa pemberitahuan, Ryan muncul di sebelahku dan menirukan apa yang aku lakukan; mencelupkan kaki ke dalam air.

Seketika air mataku tertahan meski pipi masih terasa lembab dan hidung masih memerah. Dia hanya duduk di sana dalam diam tanpa bertanya apapun. Bagaimana aku bisa mengatasinya ?

Setelah cukup lama menemaniku dalam diam, dia pergi tanpa mengatakan apapun. Lalu, kembali bersama satu cup ice cream berukuran besar dan air putih.

"You can eat as much as you wish", ucapnya seraya meletakkan ice cream di pangkuanku.

Dalam diam yang tenang aku meraih ice cream tersebut dan menikmati setiap lelehannya. Keinginanku sederhana saja, seperti ice cream yang meleleh, aku berharap begitupun perasaanku. Tidak banyak yang aku harapkan, selain kesedihan itu mencair, lalu hilang.

Harapan itu tidak sejalan, air mata kembali mengalir meski telah kutahan. Tangisan itu tumpah, tidak lagi terbendung. Aku lelah, perasaan ini melelahkan. Aku tidak pernah jujur pada diriku sendiri, berusaha tampil sebagai perempuan tangguh di hadapannya. Sekarang, aku menyerah menjadi kuat di hadapannya.

"You can tell me everything", ucapnya.

"I know, there's something wrong with you", lanjutnya.

Aku tidak menanggapi karena kepalaku mulai sakit sekaligus lelah. Pelan-pelan air mataku juga mulai kering. Semua menjadi serba salah, menangis itu melelahkan, jikapun tidak menangis akan lebih melelahkan.

____________________________________

avataravatar
Next chapter