4 KAZAM (bagian keempat)

Tanpa perlu banyak pertimbangan, Capo memutuskan untuk menjalankan amanat Frans, semua dilakukannya sebagai penghormatan terakhir bagi Jendral lapangannya, itulah sebabnya tak lama setelah pemakaman Frans, Donni di mutasi ke Jakarta, 3 bulan dia ditempatkan di Mabes, kemudian Donni di tugaskan di KPK.

Donni sendiri tak pernah mengenal Capo secara langsung, Capo sengaja tak ingin mendekat kepada Donni, Capo hanya memantau Donni dari kejauhan, Capo merasa itulah yang diinginkan mendiang Frans, mengawasi dan menjaga dari kejauhan.

Walau secara administrasi penugasan dan karier ada peran Capo disana, sejatinya Donni adalah Polisi yang Profesional. Donni memiliki Bakat, insting, serta kemampuan analisa diatas rata-rata, tak heran donni banyak mengukir prestasi dalam setiap penugasannya, saat di KPK, Donni menjadi bagian Tim yang berperan penting dalam pengungkapan skandal korupsi terbesar negeri ini, 4 tahun di KPK,Donni ditarik kembali ke kepolisian, Donni menjabat sebagai Kasat ResKrim Polres Jakarta Barat, ini adalah jabatan Donni saat ini.

Prestasinya yang menonjol selama menjabat sebagai Kasat ResKrim adalah menggulung jaringan narkoba terbesar di suatu kawasan wilayah Jakarta barat, bertahun-tahun kawasan itu bagaikan kawasan bebas hukum, namun sejak Donni menjabat, kawasan itu porak poranda di berangus oleh Donni.

Donni adalah polisi idealis, siapapun yang melanggar hukum, maka dia akan berada di barisan depan untuk memenjarakannya, tak peduli siapapun orangnya, sepak terjang Donni memang membuat gerah oknum-oknum dalam kepolisian yang selama ini menikmati kucuran Duit haram dari bandar narkoba tersebut, namun apapun upaya mereka untuk menjegal Donni, seolah mereka menemukan jalan buntu, mereka bingung dan tak tahu siapa yang berada di belakang Donni, seolah ada tembok besar yang menopang dan melindungi Donni.

Dengan segudang prestasinya serta bantuan dari Invisible Hand, tak heran di usianya yang belum genap 40 tahun, Donni telah menyandang pangkat bunga melati 3 di pundaknya

***

POLRES METRO JAKARTA BARAT

Di ruangan kerjanya Donni dan Anggota Timnya tengah sibuk menyusun File-file kasus yang masih dalam penyelidikan, Kasus-kasus yang masih tersisa hanya tinggal kasus minor, kasus-kasus yang menonjol dan menyita perhatian publik, telah berhasil diselesaikannya, dan kini sebagian masih dalam persidangan.

Donni sebentar lagi akan meninggalkan kantornya ini, dan Donni ingin rekannya yang menggantikan tak kerepotan untuk mencari berkas-berkas kasus yang pernah di tanganinya, Donni berusaha agar transfer kekuasaan di kantornya bisa berjalan dengan baik.

Siangnya Donni di agendakan bertemu dengan Kapolres Jakarta Utara, Donni ingin berkoordinasi sekaligus juga berkonsultasi mengenai wilayah kerjanya nanti, sejujurnya Donni masih asing dengan wilayah itu, selama kariernya donni tak pernah ditempatkan di wilayah yang akan menjadi tugas barunya nanti.

Menjelang berangkat ke Mapolres Jakarta Utara, donni makan siang bersama 2 anggota timnya, Aiptu Edwin Nugraha dan Kompol Markus Panjaitan, dua perwira polisi itu adalah sebagian anggota Tim yang selama 4 tahun ini membantu Donni dalam tugasnya sebagai KaSat ResKrim, rencananya dua perwira polisi itu juga akan menemani Donni menemui Kapolres.

Kedua perwira itu bukan hanya partner dan bawahan bagi Donni, keduanya telah menjadi sahabat bagi Donni, Aiptu Edwin yang bertugas sebagai Intel, terbukti mampu menyediakan informasi berguna bagi Tim Donni dalam penyergapan terhadap pelaku kejahatan, sedangkan Kompol Markus Panjaitan adalah seorang pemberani, yang tak pernah kenal takut dalam setiap penyergapan. Dalam pekerjaan yang penuh dengan resiko ini, mempunyai rekan yang dapat diandalkan dan dipercaya adalah keharusan yang mutlak, Donni bersyukur memiliki dua orang itu dalam timnya, untuk itu sebabnya Donni mengajukan untuk membawa kedua rekannya itu untuk membantunya di lingkungan kerja yang baru.

"Gimana win kabar istrimu? Sepertinya sebentar lagi akan melahirkan ya." Tanya Donni saat makan siang di restoran Padang tak jauh dari markasnya.

"Puji Tuhan sehat mas, Iya mas, sekitar 2 atau 3 bulan lagi kalo ndak salah." Jawab Edwin, dalam lingkup kerja, Edwin selalu memanggil Donni dengan sebutan Bapak/Ndan, namun saat diluar seperti ini, Edwin tak sungkan untuk memanggil atasannya itu dengan panggilan mas. Bukan karena Edwin tak menghormati Donni, namun Donni sendiri yang memintanya.

"Cowok atau cewek Lae? Biasanya di Usg nampak tuh lae." tanya Markus

"Sengaja Lae, aku dan istriku tak ingin tahu jenis kelaminnya, biar suprise lae, tapi aku berharap sih Laki-laki, biar komplit." Jawab Edwin.

"Aku setuju tuh lae, Laki-laki lah mudah-mudahan, biar bisa jaga Tiara, omong-omong aku kangen dengan putrimu lae, dia lucu dan pintar, kapan-kapan aku pingin main ke rumahmu lah." Ujar Markus.

"Ya lae, tiara juga nanya terus, Ayah, kok om poltak jarang main ke sini." Timpal Edwin.

"Hahahaha, padahal namaku Markus bang, nama bagus malah diganti sembarangan sama tiara jadi poltak." Markus memandang Donni.

Donni hanya tersenyum mendengar celoteh Markus itu, "mungkin dikira Tiara nama orang medan poltak semua lae." Ujar Donni.

Ketiganya tertawa terbahak-bahak, Uda Samsul pemilik restoran juga ikut senyum-senyum mendengar obrolan 3 orang langganannya ini.

"Berapa semua da." Tanya donni setelah selesai menyantap hidangan.

"Tak usahlah pak donni, anggap saja ini sebagai rasa ikut gembira dari saya atas promosi pak Donni, saya harap di tempat yang baru pak Donni bisa lebih hebat dari sekarang, dan saya harap juga pak Donni tak lupa dengan tempat ini." Uda Samsul menolak pembayaran dari Donni.

"Waduh kok gitu da? Nanti uda rugi." Ujar Donni.

"Gak lah pak, masa bapak gak terima rasa gembira saya ini, heheeh, saya iklas pak, Cuma ini yang bisa saya lakukan sebagai ungkapan gembira saya." Ucap Samsul.

"Ya sudah, terima kasih banyak ya Da, pasti saya tidak akan melupakan tempat ini, mari Da, kami harus pergi lagi, Terima Kasih sekali lagi Da." Donni pamit meninggalkan restoran tersebut.

***

RUANGAN BOS ERIK

Erik Limantoro yang sedang menandatangani beberapa berkas, melihat tombol angka 1 yang ada di pesawat telpon di mejanya berkedip-kedip, Erik menekan tombol angka 1 dan menekan Loud spekaer telpon itu, "Ada apa Sarah."

"Ada pak Dom, katanya sudah janji bertemu bapak." Suara merdu seorang perempuan terdengar.

Erik melihat jam tangannya, dia memang meminta Dominggus untuk datang siang ini, "Suruh masuk sarah." Perintah Erik, lalu memutuskan sambungan.

Tak lama suara pintu ruangan Erik diketuk, lalu muncul wajah cantik di sana, "permisi Pak." Ujar Sarah, dibelakangnya berjalan dominggus dan Alex masuk keruangan Erik.

"Hmm Sarah tolong buatkan kopi untuk tamu-tamu saya ini." Ujar Erik pada sekretarisnya itu.

Erik bangun dari kursinya dan menghampiri kedua tamunya itu, "silahkan duduk dom." Ucap erik seraya menunjuk ke sofa.

"Ini pak, orang yang saya bicarakan tempo hari, dia sahabat saya sejak kecil." Ucap Dominggus seraya merangkul Alex.

Erik berjabatan tangan dengan Alex, "sepertinya teman Alex ini punya kharisma sendiri, sorot matanya tajam, wajahnya juga keras, tak seperti dominggus, orang ini terkesan pendiam." Batin erik saat memperhatikan Alex.

"silahkan duduk Lex, ayo dom duduk, saya erik, mungkin dominggus udah cerita banyak tentang saya." Ujar Erik.

Alex hanya tersenyum dan mengangguk, kembali pintu diketuk, Sarah dan seorang Office boy membawakan minuman dan makanan untuk tamu-tamu bosnya itu.

"Thanks you sarah, oh ya, tolong pesankan meja di restoran x, saya akan makan siang disana," ujar erik.

"Baik pak." Sarah dan Ob tadi kemudian keluar dari ruangan.

"Dom bilang, pak Alex ingin bergabung dengan kelompok kami?" tanya Erik

"Panggil alex aja pak, benar pak, saya ingin bergabung bersama kelompok yang dipimpin Dom." Jawab Alex sambil tersenyum kepada calon Bosnya itu.

Erik memandang lekat-lekat penampilan alex, Erik tahu kalau lelaki dihadapannya ini punya tekad yang kuat, dan sepertinya dia juga bukan orang sembarangan.

"Alex, coba kamu tunggu diluar sebentar, saya ingin bicara dengan dominggus." Ujar Erik, Alex mengangguk dan membungkuk hormat pada calon bosnya itu, Alex segera keluar meninggalkan Dominggus dan Erik.

"Bagaimana latar belakang dia dom? Apa lu sudah cek?" Tanya Erik

"Alex itu sahabat saya sejak kecil bos, saya bisa jamin kesetiaannya, saya tumbuh bersama si Alex itu bos, pak Erik tak usah khawatir, saya bisa jamin, saya akan pantau terus, biar kalau ada apa-apa, saya akan bertanggung jawab." Dominggus berusaha meyakinkan bosnya ini, walau sejujurnya Dominggus tak tahu masa muda Alex, bahkan hingga saat ini, Dominggus masih belum tahu kalau Alex adalah mantan anggota pasukan Elite negeri ini. Alexpun sepertinya tak ingin mengungkapkan jati dirinya, dia berusaha mengubur kenangan menyakitkan saat di militer.

"Oke, Lo atur aja, ya sudah gua ada janji dengan beberapa anggota Asosiasi pengusaha Jakarta Utara, mau mengagendakan perkenalan dengan Kapolres Baru." Erik kemudian bangkit dari duduknya, dan mengambil jasnya yang tergantung rapih, "Pokoknya gua percaya ama lu Dom, jangan sampai bikin gaduh, oh ya, sebulan lagi akan ada "kiriman" dari mainland, kita musti atur semua baik-baik dan rapih." Ujar Erik sambil mengenakan jasnya, dan kemudian keluar ruangan diikuti oleh Dominggus.

Di luar ruangan, Erik melihat Alex sedang duduk menunggu, saat melihat Erik, Alex kemudian bangun dan membungkuk hormat, "Sarah saya berangkat dulu, oh ya sudah jadi di kerjakan perintah saya tadi." Tanya Erik pada sekretarisnya.

"Sudah pak, saya sudah memesan 5 tabel di restoran X." jawab Sarah, Erik mengangguk, dan beralih ke Alex, didekatinya Alex.

"Lex saya berangkat dulu, nanti dikoordinasikan saja dengan dominggus," Erik menjabat tangan Alex.

"Dom, Gua serahkan ama lu urusan si Alex, Gua berangkat dulu." Ujar Erik pada Dominggus.

"Siap Bos." Dominggus kemudian mengantar bosnya itu, begitupula Alex mengikuti di belakang Dominggus.

***

avataravatar
Next chapter