8 Sosok Misterius 2

"Candrani. Kau berhutang penjelasan padaku soal siapa yang mencoba menggagalkan upacara persembahan. Tapi aku terlalu sakit kepala sekarang"

"Hamba boleh memijat Putri?" Candrani menawarkan diri.

"Hanya ingin sendiri saat ini Candrani. Ketenangan bisa membuat tenagaku cepat pulih. Kau pergilah, dan istirahat yang cukup" sahut Gisella lemas.

Candrani keluar dari kamar membuat Gisell merasa merdeka. Dengan adanya Candrani di setiap waktu, membuat Gisell menjadi tidak nyaman. Ia menatap cawan berisi teh hangat yang masih berada dalam genggamannya. Rasa haus membuatnya ingin meminum teh hangat itu.

Gisella mendekatkan cawan tersebut ke dekat bibirnya. Tapi ia merasa ada yang berusaha merampas cawan itu dari tangannya. Gisell berdiri menjauh dari peraduannya begitu melihat cawan tadi melayang dengan sendirinya.

"Apa aku sedang berhalusinasi?" gumam Gisell sambil mengusap kedua matanya berulang kali.

"Bukankah sudah kukatakan jangan terlalu mempercayai Dayang itu?" suara seorang Laki-laki terdengar cukup keras membentak Gisell. Dari arah suara, Pria itu jelas ada di depannya tapi Gisella tak melihat apa pun.

Mata Gisell mengikuti kemana cawan di depannya bergerak mendekati sebuah pot bunga dekat jendela. Nampaknya manusia tak terlihat tersebut membuang air teh hangat itu ke dalam pot bunga. Kurang dari lima menit, bunga tersebut langsung mengering dan mati!!

Gisell limbung kebelakang. Untungnya ia bisa menegakkan tubuh kembali.

"Peringatanku bukanlah isapan jempol belaka Retno" setelah mengucapkan ini, muncul bayangan transparan seorang Pria muda berwajah tampan. Memiliki rambut perak keriting sepanjang bahu.

"Siapa kau?! beraninya kau masuk tanpa permisi?!"

"Aku? Calon Suamimu. Kau yang akan dipersembahkan Romomu padaku"

"Bagaimana kau bisa tahu aku bukan Reswani?"

"Karena dari awal memang aku memilihmu. Bukan Reswani"

"Ini bukan waktunya untuk kita saling bertemu. Lalu kenapa kau datang terlalu dini?"

"Tentu saja aku tidak akan tinggal diam jika jiwamu dalam bahaya"

"Apa kamu ada hubungannya dengan aku bangun dari koma hari ini?"

"Bisa dibilang aku memanggil jiwamu untuk kembali"

"Perjanjian apa yang kau buat dengan Romo?" tiba-tiba Gisella teringat.

"Menukar Putri keduanya, dengan Putri pertamanya"

"Sebagai persembahan? Untukmu?" Gisell mengerutkan kening kebingungan.

"Aku hanya menakutinya. Tidak akan kubiarkan kau berada dalam tekanan Ratu dan Putrinya"

"Kenapa kau hanya memperdulikanku? Bagaimana dengan Reswani?"

"Berhentilah terlalu baik Retno. Karena kebaikanmu itu justru menempatkanmu ke dalam bahaya"

"Apa salahnya memikirkan saudari sendiri?" Gisell berusaha memancing sosok misterius itu agar memberi informasi yang lebih banyak untuknya.

"Untuk apa kau memikirkan monster itu?" tanpa di duga Gisell, sang Pria misterius sudah sangat dekat dengannya. Mencengkeram kedua bahu Gisell kuat-kuat.

"Kau benar-benar melupakanku. Itu sebabnya aku harus terus mengawasimu" raut kecewa jelas terukir di wajah tampannya. Lalu ia melepaskan lengan Gisell perlahan.

"Apa kita sedekat itu?" Gisella memberi jarak sebelum mengucapkan hal ini.

"Seluruh penghuni Istana tahu bahwa kau Retno. Ini adalah rahasia umum yang tidak boleh keluar dari lingkungan Istana" sahut Pria itu, sambil membidikkan kekuatannya ke pergelangan tangan Gisell.

"Auch!! kau apakan tanganku?!" protes Gisell setengah berteriak sambil mengusap pergelangan tangannya.

"Dengan itu, aku bisa mengetahui keberadaanmu. Dengan itu juga, aku akan tahu nyawamu dalam bahaya atau tidak" Pria misterius menunjuk pergelangan tangan Gisell.

Eh, sejak kapan dia memasangkan benda ini ketanganku? batin Gisella terkejut tiba-tiba sebuah gelang emas berukiran aksara jawa, terpasang di pergelangan tangannya.

"Ku tunggu kau nanti malam. Berhati-hatilah dengan Dayang Candrani" kata Pria misterius menghilang begitu saja setelah mengingatkan Gisell.

"Tunggu dulu?!" panggilan Gisell tak lagi berguna karena dia sudah menghilang.

Perhatian Gisella beralih ke tanaman yang sudah mati karena racun. ia melihat pemandangan keluar jendela memastikan tidak akan ada orang yang melihat. Ia melompat jendela dengan menaiki sebuah bangku kayu.

Hawa mencekam mulai terasa disekitar Gisella. Karena ia melihat puluhan pot dengan tanaman bunga mawar, yang telah mati mengering. Berderet di balik jendela kamarnya, tepat di pojok bagian bawah jendela. Jelas ia sebelumnya tidak melihat karena terletak di kanan dan kiri jendela kamar.

Dimana sang pemilik kamar tidak akan bisa melihat dari dalam kamarnya.

Jadi... Candrani termasuk pihak yang ingin menggagalkan upacara persembahan? Untuk itu dia berusaha meracuniku? dia berusaha mengakhiri hidup Retno?! batin Gisell setengah melamun.

Katanya dia tidak mengetahui apa pun tentang Reswani. Kalau diam-diam Candrani meracuniku, jelas dia adalah pendukung Ibu tiri Retno. Atau...Ayah Retno? memang ada Ayah yang tega menghabisi Putrinya sendiri demi Putri yang lain? Gisell mulai beradu argumen dengan batinnya sendiri.

"Putri Retno, kenapa sedih?" suara seorang gadis kecil membuyarkan lamunannya.

"Siapa kau?"

"Ternyata benar...Putri Retno kehilangan ingatan. Hamba Putri Pertiwi. Putri dari Selir Pulung Sari" jawab anak kecil tersebut menghormat.

"Ku lihat kau berkeliaran disini tanpa pengawalan satu pun. Bagaimana kalau terjadi hal yang buruk padamu?"

"Sssst karena itu jangan katakan pada siapa pun. Sebelum Putri Retno kehilangan ingatan, kita sudah berjanji untuk merahasiakan ini" jawab gadis kecil itu takut-takut.

"Masuklah ke kamarku, maka kau akan aman" bisik Gisella berusaha seramah mungkin.

Sang gadis kecil menurut saja memasuki kamar Reswani, melalui jendela kamar. Lucunya, saat Retno ingin naik ke jendela, ia tak bisa karena jarik yang ia kenakan terlalu sempit.

"Putri Reswani, Anda harus minum obat sekarang. Mantri datang ingin menemui Anda" tiba-tiba ada suara Candrani dari balik pintu.

"Pertiwi. Bersembunyilah dibawah tempat tidurku. Sekarang" bisik Gisell panik setelah berhasil memasukkan Pertiwi ke dalam kamarnya. Pertiwi mengangguk patuh. Ia bersembunyi di bawah tempat tidur, sebelum Dayang Candrani membuka pintu.

"Putri!! Kenapa Anda melompat kesana? jika Anda ingin berjalan-jalan, bisa memanggil hamba bukan?" keluh Candrani panik bukan main.

"Tidak akan nyaman jika terus diikuti kemana pun aku pergi. Kau mau diam menontonku sampai Romo menyadari perbuatanku ini? atau kau bantu aku sekarang kembali ke dalam?" protes Gisell.

Candrani segera membantu Putri Retno masuk kembali ke dalam kamarnya, dibantu Mantri.

"Anda baru saja siuman. Mohon jangan terlalu banyak bergerak" Mantri mulai menggeleng-gelengkan kepala prihatin.

"Kalau memanggil namaku sangat tabu diluar Istana, setidaknya biarkan aku menjadi diriku sendiri di dalam kediamanku ini" keluh Gisella membuat Candrani dan Mantri bingung.

"Aku sempat mendapatkan selentingan ingatanku. Dimana nama Retno tidak boleh diucapkan baik di dalam mau pun di luar Istana. Karena itu panggil namaku saja jika kalian berada di dalam sini" tambah Gisell mencoba menyamarkan rasa cemasnya ketika berada di dekat Candrani.

"Baik Putri Retno" jawab keduanya patuh.

"Candrani. Bisakah kau menyiapkan air hangat untuk aku mandi?"

"Akan hamba siapkan setelah Anda minum obat Putri"

"Kau mulai tidak patuh Candrani? aku butuh mandi secepatnya"

"Ba-baik Putri. Maafkan hamba yang lancang" Candrani segera memberi hormat dan pergi.

"Putri Retno, obatnya," Mantri dengan sabar memberi semangkuk obat herbal.

Aku benar-benar buta. Mana orang yang dapat ku percaya, dan mana yang tidak, bagaimana aku bisa mengetahuinya? batin Gisell menerima obat dari Mantri.

Mau tidak mau ia menghabiskan obat herbal pemberian Mantri. Sang Mantri tergopoh-gopoh mengambil sebuah cawan kosong. Sebelum beliau menuangkan air teh ke dalam cawan, ia merogoh ke dalam ikat kepala yang melekat di kepalanya. Gisell melihat gulungan kain kecil berwarna putih dalam genggaman sang Mantri. Begitu dibuka, ia melihat sebuah tusuk gigi dan... kunyit?

Setelah ia mengoleskan kunyit ke tusuk gigi, lalu dicelupkannya ke dalam teko air teh. Begitu diangkat, ujung bagian bawah tusuk gigi berubah warna menjadi warna biru.

Mantri tersebut memasukkan kembali barang bawaannya ke dalam ikat kepala, membawa teko menuju ke arah jendela kamar, dan teh dalam teko tersebut dibuang sampai habis tak bersisa.

Mantri berusaha menyelamatkanku? tapi kenapa? batin Gisell berpikir sejenak.

"Putri, silahkan minum air mineral ini" kata sang Mantri menyodorkan secawan air mineral.

"Kenapa tehnya dibuang Mantri? Aku tidak suka air mineral. Tidak ada manis-manisnya" tegur Gisell menguji sang Mantri.

"Maafkan hamba Putri. Obat lebih bagus diminum dengan air mineral. Akan meningkatkan kinerja dari obat tersebut. Sementara air selain air mineral, hanya akan mengurangi khasiat obat herbal hamba" jawab Mantri tanpa ragu.

Cerdas. Dia tetap membungkam mulutnya tanpa mengatakan kalau aku sebenarnya dalam bahaya. Suruhan siapa dia? Kalau Mantri ini sangat berhati-hati dalam mengungkapkan pelaku percobaan pembunuhan, artinya Candrani berada di bawah bayang-bayang seseorang yang memiliki kekuasaan di tempat ini. Batin Gisella menilai.

avataravatar
Next chapter