1 Rental Buku Bekas Misterius

Kepala Gisella Oliver berdenyut-denyut. Mimpi, ambisi, harapan menggebu-gebu bergumul jadi satu dalam jiwa muda gadis muda ini. Sayangnya, ke tiga hal tersebut tidak membuatnya menjadi manusia penuh ide kreatif.

Menonton drama Korea, Telenovela, film action sampai animasi sudah ia lakukan dalam dua bulan terakhir. Tetap saja Mas wangsit enggan datang padanya. Gisell tak mau menyerah meski keranjang sampah di bawah meja belajar sudah penuh dengan gulungan kertas yang mulai menggunung.

Ia belum membaca apa pun entah itu buku novel, atau Komik. Malas...memang kalau mengingat jarak antara rumah dan rental buku bekas yang biasanya menjadi langganan jelas jauh. Tiga jam! ia harus mengendarai motor selama itu?!

Demi karir impian. Gisell menguatkan tekad mengemudikan motor mio-nya. Eh!! Kenapa motornya mendadak mati?! untung saja dia tidak berada di tengah-tengah jalan. Mata Gisell tertuju ke arah sebuah bangunan tua. Bangunan tua yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Bertuliskan rental komik dan novel.

Rental buku

Gisell memasuki bangunan kuno dengan langkah hati-hati. Rak buku terbuat dari kayu jati menghiasai setiap ruangan.

"Nona, berkunjung diwaktu yang tepat. Ada buku yang sedang menunggu pemiliknya" sambut seorang Wanita berusia 53 tahun. Nampaknya Wanita tersebut pemilik rental buku.

"Maaf, tapi saya hanya ingin meminjam buku saja. Bukan membeli"

"Kalau begitu carilah sampai salah satu koleksiku, memilihmu" sambung Wanita pemilik rental menatap Gisella dengan tatapan penuh harapan, sekaligus berekspresi lega.

Gisell berjalan mengelilingi setiap rak demi rak. Langkah kaki Gisell terhenti dan tak bisa bergerak sama sekali. Angin berhembus membuat rambut Gisell berkibar. Entah kenapa seolah Gisell diarahkan menoleh ke kiri. Tangannya segera mengambil sebuah buku novel tua lalu kembali menemui si pemilik rental.

"Gerbang dua dunia sudah terbuka. Takdirmu telah menunggumu. Pergilah... temui takdirmu" sambut si pemilik rental.

Bagaikan terhipnotis...Gisell mengangguk dengan sorotan mata kosong. Ia membawa pulang buku itu tanpa hambatan.

Rumah Gisell

Gisell pulang, menuju ruang keluarga. Berulang kali Adiknya Icha memanggil tapi tak digubris. Padahal Icha hanya memanggil karena nampaknya Gisell, tak mendengar panggilan Ibu mereka.

"Gisell, kenapa tidak menjawab? Ibu tidak mengajarimu meremehkan panggilan orang seperti ini" Ibu mereka menggenggam pergelangan tangan Gisell. Menahan Gadis muda tersebut dengan tatapan kecewa.

"Lepaskan. Aku butuh waktu sendiri. Butuh... waktu... sendiri" jawab Gisell datar tanpa menoleh kearah Ibunya sedikit pun.

"Biarkan dia sendiri dulu. Mungkin ada sesuatu yang membuatnya tertekan. Gisell akan baik-baik saja. Dia hanya butuh menenangkan diri" sahut Ayah Gisell dan Icha begitu melihat sikap Putri sulungnya yang tidak biasa.

"Kali ini aku maafkan. Lain kali..."

Brak!!

Belum selesai Ibu bicara, Gisell sudah masuk ke kamar dan membanting pintu.

Gisell terperanjat kaget! seolah raganya mulai mendapatkan jiwanya kembali.

"Kenapa aku bersikap tidak sopan dengan Ibu? Tapi...kenapa aku merasa seperti sedang bermimpi?" gumam Gisell melangkah naik ke tempat tidur. Ia melihat buku novel tua yang sedang ia genggam kuat-kuat.

"Dan juga, kenapa aku mengambil buku ini? Bahkan aku tidak pernah mempelajari huruf aksara jawa sedikit pun"

Gisell membuka halaman pertama. Ia gusar dengan diri sendiri karena tidak mengingat kenapa dia memilih buku Novel tua beraksara jawa untuk dipinjam. Tulisan aksara jawa di halaman pertama, tiba-tiba menjadi mengabur dan berubah menjadi huruf alfabet.

HAK CIPTA BUKU INI TELAH DIBERIKAN KEPADA PEMILIK BUKU BARU INI.

Gisell mengangkat kedua alisnya merasa sedang dipermainkan. Ia meletakkan buku berjudul "Aku Ingin Bertemu" dalam aksara jawa ke atas meja belajar. Besok ia akan mengembalikan buku itu. Tapi, sebelum itu ia harus membuat sebuah scenario film. Kesempatannya hanya besok untuk mengirimkan naskah pada Produser Firsya.

Tak terasa waktu terus berjalan hingga sore menjelma menjadi malam hari. Gisell tertidur pulas di atas meja belajar. Tepat pukul dua belas malam, buku bekas disamping Gisell terbuka dengan sendirinya.

Setiap huruf aksara jawa dalam buku tersebut menembus keluar, melayang diatas kepala Gisell. Satu persatu huruf aksara jawa berpindah ke dalam buku scenario milik Gisell. Tidak hanya itu, setelah seluruh halaman buku novel tua mulai kosong, tiba-tiba buku tua tersebut terbakar dalam keadaan melayang di udara!! Abunya berjatuhan mengotori meja belajar Gisell.

Waktu terus berjalan di sela tidur pulas Gisella. Malam pun berganti pagi.

dok

dok

dok

"Gisella!! Bangun!! bukannya kamu ada jadwal bertemu Produser Firsya?!" tegur sang Ibu setelah membuka pintu kamar anak gadisnya lebar-lebar.

"Astagaaaa!! jam berapa ini?!"

"Mandilah dan segera sarapan. Sekarang jam delapan. Masih ada kesempatan makan kalau kau tidak tidur lagi sekarang" sahut Ibu Gisell berkecak pinggang sambil menggelengkan kepala. Gisell malah berdiri, berlari kecil mengecup pipi Ibunya.

"Maaf kemarin Gisell kasar dengan Ibu dan Icha. Itu...tidak sengaja"

"Cepat Mandi dan pergilah agar hatimu tenang. Setelah naskahnya ditangan Produser berdarah dingin itu, kau akan lega. Meski setelah itu kau akan cemas lagi apakah naskahmu diterima atau lagi-lagi ditolak"

"Ibu..., jangan Ingatkan aku lagi soal itu" protes Gisell sambil berlari ke kamar mandi.

Agensi Film

Gisell telah sampai ke kantor agensi film. Tempat dimana setiap film bergengsi di luncurkan.

"Lagi-lagi terlambat?" Sutradara Firsya memicingkan mata kesal melihat ada saja yang terlambat mengumpulkan scenario film padahal masih dalam rangka proses pencarian penulis scenario film berbakat.

"Beri saya kesempatan. Tolong" pinta Gisella memelas.

Produser Firsya mengambil naskah Gisell yang disodorkan padanya. Dan menumpuk naskah buatan Gisell di urutan paling bawah. Gisell menunduk sedih melihat sang Sutradara pergi meninggalkannya begitu saja.

"Gisell, bukan seperti itu seharusnya ekspresimu ketika telah berhasil mengumpulkan naskah film. Bagaimana pun hasilnya, kau mengerjakannya dengan sekuat tenaga bukan? Jadi, lebih baik kita rayakan ini" gumam Gisell pada diri sendiri.

Ia keluar dari gedung agensi film dan berjalan menuju ke arah warung mie Ayam.

"Wah, akhirnya kau datang lagi. Duduklah," kata pemilik warung mie ayamnya bergegas mengambilkan semangkuk mie ayam, dan segelas es jeruk untuk Gisell.

"15 kali kau datang kemari setelah masuk ke gedung itu. Dan sampai saat ini kau hanya menunjukkan raut wajah murung. Membosankan" celoteh gadis pemilik warung mie ayam.

"Hahaha di sana menegangkan sekali. Jangan bersikap begitu dengan pelangganmu ini huh," sahut Gisell setelah menelan mie ayam yang penuh di dalam mulutnya. Sambil menunjuk si pemilik warung ayam dengan sumpit ditangan kanannya.

drrrrrt

drrrrrrt

Gisell merasakan hp di dalam sakunya bergetar. Ia meminum empat teguk es jeruk lalu, mengambil hp dari saku celananya.

PRODUSER DINGIN

"Apa?! Tiba-tiba menelpon? Padahal belum lama aku mengumpulkan naskah itu" gumam Gisell. Jantung Gisell mendadak berdegup kencang.

"Hallo,"

"Kau bisa datang kembali ke tempat yang tadi? Ada urusan yang harus kita selesaikan sesegera mungkin"

"Ah, baiklah" jawab Gisell antara enggan dan penuh harapan.

Tuuuut

Tuuuuuut

Wah, Sutradara tak tahu sopan santun!! Tiba-tiba menelpon, lalu memutuskan sambungan telpon mendadak pula. Batin Gisell menahan emosi.

"Aku harus menemui Sutradara sekarang" kata Gisell, sambil menyodorkan uang ke pemilik warung. Ia langsung berlarian masuk kembali ke kantor agensi film.

avataravatar
Next chapter