9 Kisah Si Putri Kembar dan Senopatinya

Setelah ia meneguk air mineral sampai tandas, sang Mantri tersenyum kecil. Suara langkah dari luar, membuat senyumannya menghilang dengan cepat. Dayang Candrani membawa Dayang lain untuk membantunya menyiapkan air hangat beraroma. Kedua Dayang bergegas memasuki kamar mandi.

"Ada yang ingin kau periksa lagi Mantri?" tanya Gisella melirik ke arah Mantri yang berdiri tegang ketika Dayang Candrani memasuki ruangan.

"Saat mandi, pastikan Anda tidak menggunakan dupa sebagai pewangi ruangan. Hindari sabun yang terlalu wangi Putri Retno"

"Kenapa kau tidak langsung berbicara dengan Candrani tentang ini?" tanya Gisell keheranan.

ah, tampaknya dia mengirim sinyal agar aku berhati-hati dengan dupa dan sabun yang terlalu wangi. Batin Gisella memahami.

"Mantri, bisakah kau mengusir Dayang Candrani agar tidak ikut masuk? Sungguh aku merasa sangat tidak nyaman ada orang lain di dalam sana" kini Gisell merengek pada sang Mantri.

"Putri, sudah siap air hangat dengan aroma terapinya" suara Dayang Candrani membuat Gisell dan Mantri memucat.

"Baiklah. Kalian pergilah. Biarkan aku sendiri melakukannya" jawab Gisella berdiri perlahan dari tempat tidurnya.

"Kenapa Anda seharian ini seolah sedang menghindari hamba? Putri, apa hamba melakukan kesalahan?" Candrani mulai curiga dengan kelakuan Gisella.

"Candrani. Mulai sekarang kau hanya boleh melayaniku diluar kediamanku, melayaniku saat aku sedang berhias diri, dan menyiapkan perlengkapan mandiku. Selain itu, aku butuh waktu seorang diri" jawab Gisella setegas mungkin.

"Putri Retno...Anda sudah sangat berubah" gumam Dayang Candrani menunduk sedih.

Jika bukan karena si Pria misterius, sampai sekarang pasti aku tidak akan percaya kalau kau, Candrani, telah berusaha membunuhku. Bagaimana bisa dengan wajah sepolos itu, kau tega menusukku dari belakang. Batin Gisell sambil mengepalkan tangan kiri.

"Kau pasti jauh lebih tahu peristiwa apa saja yang aku alami belakangan ini? Karena itu, sebagai orang yang kehilangan ingatan. Aku ingin menenangkan diri. Tolong pahami keputusanku Candrani" Gisella tidak boleh menunjukkan kewaspadaannya terhadap Candrani. Sehingga ia berpura-pura setenang mungkin.

"Baik Putri. Hamba mohon diri" akhirnya Dayang muda tersebut mengalah dan pergi. Diikuti oleh Mantri dan Dayang yang menyertai Candrani tadi.

"Pertiwi, kau boleh keluar sekarang" panggil Gisella lembut.

"Terima kasih sudah mau merahasiakan keberadaan hamba. Kalau tidak, hamba akan terus terkurung di halaman kediaman Ibu"

"Apa yang biasa kau lakukan bersama Retno? uhm. Maksudku bersamaku? sebelum aku kehilangan ingatanku"

"Berpura-pura tidur saat larut malam, lalu menyelinap keluar Istana bersama" jawab Pertiwi dengan ekapresi gembira.

"Wah, kenapa kau terlihat senang sekali? Memang kita mau kemana? Pergi selarut itu?"

"Pergi ke pasar malam. Disana ada banyak perhiasan yang lucu-lucu. Kita selalu ditemani Paman tampan"

"Paman tampan? siapa?"

"Senopati Mahasura Adiwilaga. Putri juga tidak mengingat beliau? padahal Putri dan Senopati Adi terlihat saling menyayangi" jawab Pertiwi lugu.

"Apa kau, sering bertemu dengan Senopati itu?" tanya Gisella mulai penasaran.

Seorang Putri yang tak dianggap, bisa dekat dengan seseorang berstatus Panglima Utama? menarik.

"Iya. Romo selalu mengajak hamba keliling alun-alun. Dan disana, tempat biasanya Senopati Mahasura Adiwilaga meningkatkan kemampuan berkudanya, sekaligus memantapkan pertahanan kekuatannya" Pertiwi semakin semangat menceritakan tentang sosok Panglima ini.

"Kau mendapatkan kalimat itu dari siapa hem? memantapkan pertahanan kekuatan, meningkatkan...kemampuan berkuda?" goda Gisella semakin penasaran.

"Itu yang selalu di katakan diantara para Dayang" sahut Pertiwi malu-malu.

"Kau tahu aku bukan Reswani Melainkan Retno. Lalu, apa Paman tampan tahu siapa aku?" pertanyaan Gisell langsung dijawab anggukan kepala dari Pertiwi tanpa keraguan.

"Dia dekat juga dengan Putri Reswani?"

"Tidak, beliau pernah dijodohkan oleh Romo dengan Putri Reswani. Tapi Paman tampan menolak"

"Menolak? kenapa?"

"Karena sifat jahat Putri Reswani terhadap Dayang-dayangnya. Beliau pernah melihat, Putri Reswani menghukum Dayang dengan kejam! Saat menggendong hamba berjalan-jalan di halaman belakang Istana"

"Kalau begitu, kenapa Paman tampan bisa dekat denganku? Wajahku mirip dengan Reswani bukan?"

"Karena beliau tidak sengaja bertemu dengan Putri Retno. Beliau merasa aneh ketika hamba tidak gemetar ketakutan saat bermain dengan Putri Retno. Padahal setiap disapa Putri Reswani, hamba langsung gemetaran" mengenang masa lalu membuat wajah gadis kecil itu memucat.

"Jadi dia mencari informasi tentangku padamu?"

"Iya. Sejak itu, kami dan Putri Retno selalu bertemu di pasar malam"

"Putri Reswani tidak marah? melihat Senopati Mahasura Adiwilaga dekat denganku?"

"Marah besar"

"Lalu, apa yang terjadi setelah Putri Reswani marah besar?"

"tidak ada. Karena setelah itu, dua minggu kemudian Putri Retno menggantikan Putri Reswani berkuda dengan Senopati Mahasura Adiwilaga. Yang berakhir dengan jatuhnya Anda dari kuda" jawab Pertiwi menunduk sedih. Bahkan kini dia terisak tak sanggup menahan air mata.

"Sekarang aku baik-baik saja. Jangan menangis,"

"Kalau bukan karena ada yang sengaja membuat Putri Retno jatuh, hamba tidak akan kesepian selama berhari-hari" rengek Pertiwi.

Gisell segera mengangkat Pertiwi kepangkuannya lalu memeluk gadis kecil tersebut.

"Itu kecelakaan Pertiwi," Gisell mencoba menenangkan.

"Tidak. Seseorang melihat bukti bahwa sanggurdi pada kuda yang Putri Retno naiki, ada yang sengaja memutuskan"

"Kau tahu dari mana? Siapa saksinya?"

"Hamba tidak tahu siapa saksinya. Tapi seorang Pengawal Istana mengatakannya pada Romo"

"Ini sudah terlalu lama kau berada diluar kediaman Selir Pulung Sari. Pulanglah, jangan sampai Romo tahu kita bertemu" bisik Gisell. Membantu Pertiwi turun dari pangkuannya. Membimbing bocah kecil ke arah jendela.

"Pertiwi ingin ke pasar malam, malam ini" bisik Pertiwi ketika Gisell berhasil membantu Pertiwi melompati jendela.

"Besok malam saja. Kepalaku masih sedikit pusing sekarang"

Cup

Pertiwi mencium pipi Gisell lalu melompat girang. Gisell meletakkan telunjuknya ke arah mulut sebagai tanda Pertiwi tidak boleh menimbulkan suara gaduh.

Melihat sosok mungil menghilang dari pandangan Gisella tersenyum kecil. Ia berjalan ke arah kamar mandi sambil terus menyebutkan nama sang Senopati agar tidak terlupakan.

Begitu masuk kamar mandi, Gisella hanya diam terpaku. Melihat luas kamar mandi Putri Reswani palsu jauh lebih besar dari kamar di dunianya. Ada bak yang sangat luas bisa dimasuki bahkan lima orang dewasa sekaligus.

Ia mencium bau dupa di bagian atas bak Raksasa tersebut. Mengingat Mantri yang berusaha menyelamatkan nyawanya tadi, membuat Gisell mengambil dua dupa itu, lalu mengguyurnya dengan air.

Gisella melihat sabun berbentuk bunga teratai. Bentuk dan warnanya sangat bagus, hingga ia ingin menyentuh. Tapi baunya terlalu wangi. Ia memutuskan tidak menggunakan sabun di telapak tangannya itu. Tapi, agar Dayang Candrani berfikir ia telah memakainya, maka cukup dibasahi saja, lalu diletakkan kembali ke tempat semula.

ia hanya mengoleskan kunyit keseluruh tubuhnya sambil berendam di dalam air hangat.

"Jadi, Reswani dan Retno tertarik dengan Pria yang sama? Kenapa Romo memilihkan seorang Senopati pada Putri kesayangannya Reswani? Bukankah Putri kesayangan harus dipilihkan pasangan terbaik, seperti Pangeran, atau sesama Raja?" gumam Gisell tak mengerti kenapa bisa begitu.

"Tunggu. Jadi, karena Reswani cemburu dengan kedekatan Retno dan Adi, maka ia mencoba mencelakai Retno? hingga sempat koma?"

"Masalahnya sekarang Retno itu aku. Celakanya sampai sekarang aku tidak tahu keberadaan Reswani" gumam Gisell merasa semakin was-was.

"Ya Tuhan..., kapan aku kembali ke asalku?!" teriak Gisella panik.

avataravatar
Next chapter