13 Kegundahan Putri Retno

Ditengah kericuhan yang terjadi, Senopati Adi berdehem sambil memasuki pintu.

"Putri Reswani? kapan Anda datang kemari? bukankah tadi Anda ingin kembali ke kediaman Anda?" Senopati Adi berpura-pura tidak menyadari bahwa calon Istrinya kembar. Karena sejak awal, mereka tidak pernah mengatakan kenyataan ini pada Senopati Adi. Jadi, kalau dia memanfaatkan celah ini, tidak akan ada yang menyadari bahwa dia sudah tahu kebenarannya.

"Aku berubah pikiran. Bagaimana jika kita pergi ke danau? Cuaca sangat bagus jika kita berdua...naik perahu" balas Putri Reswani sangat cepat.

"Apa Anda bisa sulap?"

pertanyaan Senopati membuat Putri Reswani kebingungan.

"Kemampuan Anda sungguh luar biasa. Lihat saja kemampuan mengganti busana Anda ini yang secepat kilat" kekeh Senopati Adi.

"Dayang-dayangku memang mengesankan. Mereka mampu melakukannya dengan cepat. Mungkin, karena mereka memahami Putrinya sangat ingin bertemu dengan Senopati Adi," jawab Reswani merangkai kata demi kata.

"Putri, bukankah dahi Putri sedang terluka? Anda sering mengeluhkan pusing, kenapa tidak berbaring tidur saja?" tanya Senopati Adi berpura-pura perhatian padahal mencari alasan, untuk menolak sambil memperhatikan perban Putri Reswani.

Kau membuat Retno berpura-pura menjadi dirimu lalu melukainya. Dan sekarang kau ingin terlihat terluka sama sepertinya? Petir turunlah ke bumi batin Senopati Adi sambil terus mengulas senyuman palsu dihadapan para penipu.

Gluduk

Gluduk

tiba-tiba terdengar gemuruh di langit tak lama kemudian terdengar suara petir menyambar-nyambar.

"Jangan memaksakan diri Putri Reswani, cuaca sedang tidak bersahabat. Lagi pula hamba masih ada urusan yang belum sempat hamba selesaikan, demi menemui Anda hari ini" alasan demi alasan diutarakan sang Senopati agar ia dapat menjauh selama mungkin dari ular berbisa ini.

"Ta-tapi... "

"Anakku Reswani, ridak baik terus menahan calon Suamimu di sini hanya demi keinginanmu sendiri. Dia punya pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Kalian masih punya waktu berduaan besok," potong Raja memahami penolakan halus dari calon menantunya.

"Terima kasih atas pengertiannya Yang Mulia. Hamba mohon diri" sahut Senopati Adi tidak membuang-buang waktu untuk segera pergi.

"Romo, hamba baru saja bertemu kenapa langsung diperbolehkan pergi?!" Protes Putri Reswani setelah Pria itu pergi.

"Ssssst.... kau ingin Senopati Adi mendengar ucaanmu baru saja? apa yang akan dia pikirkan?" bisik Raja memperingatkan.

"Anda bersikap tidak adil pada Putri kita Yang Mulia" tegas Ratu menatap tajam sang Raja tanpa kenal rasa takut.

"Aku Romonya dan dia harus mengikuti aturanku. Ingat baik-baik Galuh, kau memang Ratu ditempat ini tapi jangan pernah lupa satu hal. Yang menegakkan aturan adalah Rajamu. Kau, tidak berhak mencoba melewati batasanmu. Sesuai perjanjian kita" tegas Raja sambil pergi meninggalkan Putri Reswani dan Ratu Galuh.

"Kenapa Romo semakin hari semakin memihak Putri Retno?" gumam Reswani yang dapat didengar Ratu tepat di sampingnya.

"Reswani anakku," kata Ratu Galuh sambil membisikkan rencana busuk ke telinga Putri Reswani.

Kediaman Putri Retno.

Sementara itu, dikediaman Putri Retno, sang Putri hanya diam terpaku menatap wajah cantiknya dicermin.

"Retno, apa kau merasa wajahmu adalah sebuah kutukan dalam hidupmu? Bukankah karena wajah ini kau terpaksa berada dalam Istana ini? Dan karena wajah ini pula lah kau tak bisa keluar dari Istana?" gumam Putri Retno sedih.

Dua hari terdampar di dalam Istana antah berantah membuat Gisella hampir gila. Terkurung di dalam sangkar emas tidaklah menyenangkan baginya.

"Kapan aku bisa pulang? Kapan aku bisa menjadi diriku sendiri?" nada sendu itu terdengar jelas oleh Dayang Candrani.

Dayang cantik ini membuka pintu, setelah mengabarkan kedatangannya. Ia mengirimkan makanan dan minuman di dampingi Mantri Dasa Prana. Jadi tidak ada lagi kesempatan bagi Candrani memasukkan racun ke dalam minuman atau makanan sang Putri.

"Putri...hamba ingin memeriksa keadaan Anda sekarang" kata Mantri Dasa Prana setelah meminta Candrani keluar dari kamar Putri Retno.

"Kemarilah" sahut Putri Retno datar lalu duduk di atas tempat tidurnya. Membiarkan Mantri Dasa Prana menjalankan tugasnya.

"Luka jahitan di dahi Anda sudah mulai mengering. Hamba harap Anda tetap rutin meminum obat herbalnya" senyum Dasa Prana puas dengan hasil jahitannya.

"Kenapa kau membuatku menemui Senopati Adi? sementara Putri Reswani kau sandera disini?" pertanyaan Putri Retno di balas senyuman bijak Dasa Prana.

"Hamba tahu Putri Retno dan Senopati Adi saling mencintai. Hamba hanya membantu menyingkirkan duri dalam daging" jawab Dasa Prana sambil meletakkan piring bekas makanan ke atas nampan. Lalu memperhatikan Putri Retno meminum ramuan herbalnya.

"Dia akan segera menikahi Putri Reswani. Jadi tidak ada gunanya lagi kami bertemu"

"Anda yakin, itu akan terjadi? hamba rasa ada kesalah pahaman diantara Anda dengan Senopati Adi" kata Dasa Prana lembut.

"Dimana letak kesalah pahaman itu Dasa Prana?"

"Mungkin Anda melupakan masa lalu, tapi hamba bisa mencoba mengembalikan ingatan Anda secara bertahap. Hamba dan Senopati Adi adalah dua sahabat sejak masih kanak-kanak"

"Mungkin inilah kecerobohan yang dilakukan Senopati Adi akibat cinta. Beliau tidak menyelidiki dulu apakah Gadis dihadapannya Anda, atau kembaran Anda" dari ucapan Dasa Prana tampak kejujuran yang tidak dibuat-buat.

"Untuk apa diceritakan ulang lagi? toh intinya mereka akan segera menikah," sungut Putri Retno makin kesal.

"Putri, beliau tidak akan menikah jika bukan dengan Putri Retno. Penggal kepala hamba, jika Senopati Adi benar-banar menikahi Putri Reswani" keberanian Dasa Prana membut Putri Retno menatap wajah Pria dihadapannya.

"Kau masih muda, dan jalanmu masih sangat panjang. Tidak kah kau merasa hidupmu akan sia-sia? jika harus mati ditanganku hanya karena Senopati Adi gagal menikah denganku?" pertanyaan Putri Retno ini terdengar sebagai penghinaan bagi Senopati Adi junjungannya.

"Putri Retno. Di sini janji atau pun sumpah seorang Pria tidak dapat ditarik kembali. Pantang bagi kami untuk mengubah keputusan. Karena itu setiap janji, atau sumpah, harus diucapkan setelah berpikir panjang"

"Kesetia kawananmu sangat besar Dasa Prana. Baiklah, aku akan berusaha percaya pada teman kesayanganmu itu" kata Putri Retno menganggukkan kepala sekali.

Pembicaraannya dengan Dasa Prana selalu ternging di kepala Putri Retno. Bahkan malam ini ia tak bisa memejamkan mata. Ia bosan berada di dalam kediamannya dari siang tadi sampai sekarang.

Penjagaan dimalam hari tidak akan seketat di siang hari kan? Seharusnya mereka justru memperketat pengawasan di pintu depan dan belakang Istana. Batin Retno.

Ia membuka jendela kamar, tersenyum senang karena tidak ada penjagaan di sana. Ia mencoba menaiki kursi kembali, berdiri di ambang jendela, lalu melompat.

"Apa aku bisa pergi dari tempat ini? tapi bagaimana caranya?" keluh Putri Retno lirih, sambil berjalan ke danau.

"Memang tempat menyeramkan. Tapi setidaknya, inilah tempat yang jauh dari perhatian banyak orang" gumamnya gundah gulana.

"Siapa yang bisa membawaku keluar dari tempat menyesakkan ini?" nampak Putri Retno sangat merasa tertekan.

"Anda bisa pergi bersama hamba kehutan, seperti tawaran hamba tempo hari" sahut seseorang yang suaranya pernah ia dengar sebelumnya.

"Abiseka Maheswara, sebenarnya bagaimana bisa kau masuk dan keluar Istana ku sesuka hatimu?" Putri Retno mundur dua langkah.

Hatinya berkata tidak perlu merasa waspada terhadap Abi tapi, gerakan tubuhnya justru menunjukkan sikap waspada penuh.

avataravatar
Next chapter